Di Jepara, Lebih Banyak Istri Minta Cerai ke Suami

Di Jepara, cerai gugat (pemohon istri) meningkat dibandingkan cerai talak (pemohon suami).
Ilustrasi cerai. (Foto: Pixabay)

Jepara, (Tagar 1/4/2019) - Kasus perceraian di Kabupaten Jepara sangat tinggi. Awal tahun 2019 (Januari-Februari) rerata ada lebih dari 150 kasus yang diputus. Menariknya, perempuanlah yang lebih banyak menuntut diceraikan.

Seperti yang dialami oleh Kumbang (bukan nama sebenarnya). Mahligai cintanya dengan Bunga (nama samaran), yang telah dibina bertahun-tahun, kini terancam runtuh. Istrinya mengugat cerai.

"Kemarin-kemarin sudah ikut sidang, sekarang disuruh untuk mediasi terlebih dahulu," kata dia di Jepara, Senin (1/4).

Kumbang sebenarnya tak rela rumah tangganya di ujung tanduk. Hingga kini alasan sang istri untuk menggugat cerai dirinya pun belum bisa ia pahami. Lantaran komunikasi yang terputus, karena jarak pekerjaan.

Ia menduga, alasan perceraian karena Bunga memiliki PIL (Pria Idaman Lain). Lantaran dari segi ekonomi, dirinya sudah terhitung mapan karena keduanya telah bekerja dan kebutuhan tercukupi.

Kondisi ini dibenarkan oleh Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Jepara, Rosidi. Kebanyakan, perempuanlah yang mengajukan perceraian.

"Alasan yang diberikan ada dua, satu merasa dizalimi, baik itu fisik ataupun non fisik, lahir dan batin. Kedua masalah ekonomi," ujarnya,ditemui Tagar News akhir bulan Maret 2019.

Dikatakannya, pemicu cerai yang paling awam ditemui adalah faktor ekonomi. Pihak perempuan merasa tak dipenuhi hak ekonominya oleh sang suami. Akan tetapi ada tren yang menarik, pihak perempuan merasa ekonominya sudah lebih tinggi dibanding pria.

"Adapula faktor itu, pihak perempuan merasa sudah mampu dalam faktor pemenuhan ekonomi. Sehingga ia memilih cerai dan mencari ganti orang ketiga. Hal itu kadang terungkap, bila kedua belah pihak (penggugat dan tergugat) hadir dalam sidang. Namun kebanyakan, yang diungkapkan hanya faktor ekonomi semata, tidak rinci karena salah satu pihak tak hadir dalam sidang," ungkap Rosidi.

Menurut catatannya, pada bulan Januari 2019 perkara cerai yang diputus berjumlah 158 kasus. Terdiri dari cerai talak (pemohon suami) 37 dan cerai gugat (pemohon istri) 121. Sementara pada bulan Februari 2019, kasus cerai talak berjumlah 25 dan cerai gugat 142.

Rosidi mengatakan, tren cerai gugat yang mendominasi sudah terjadi beberapa tahun belakangan. Pada tahun 2017 ada total 2.302 kasus, terdiri dari kasus cerai talak 500, cerai gugat 1.585, poligami 10, harta bersama 11, dan warisan 6 kasus.

Sementara, pada tahun 2018 ada 2.348 perkara, terdiri dari cerai talak 497, cerai gugat 1.635, poligami 9, harta bersama 7, dan pengangkatan anak 3 kasus.

"Kondisi ekonomi yang membaik, juga mengatrol izin poligami. Itu baru yang tercatat secara resmi di Pengadilan Agama. Angka yang tidak (di bawah tangan) dilaporkan kami tidak tahu," paparnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, Pengadilan Agama menyatakan agar pasangan suami istri di Jepara dapat mengupayakan komunikasi, sebelum mengajukan perceraian. Hal itu bisa dilakukan dengan menggandeng penengah, seperti keluarga atau tokoh agama.

Pada tataran resmi, suami istri yang memunyai masalah bisa berkonsultasi pada BP4 (Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) pada kantor Kementrian Agama setempat.

"Pun jika sudah telanjur masuk pada ranah pengadilan, masih diberikan kesempatan mediasi. Temponya 30 hari, itupun masih bisa diperpanjang. Harapannya di jenjang itu, terjadi komunikasi sehingga bisa dicabut kasusnya. Kalau tidak ya lanjut," pungkas Rosidi.

Baca juga: 


Berita terkait
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.