Untuk Indonesia

Di Balik Tudingan Konspirasi Dunia Tunda Ibadah Haji

Penundaan ibadah haji di tengah pandemi Covid-19 dianggap ulah konspirasi dunia. Ada yang bilang jika tak ada tawaf, dunia akan berhenti berputar.
Kakbah sepi di tengah pandemi Covid-19. (Foto: Instagram/tumblr_islamic)

Oleh: Syafiq Hasyim*

Menyambut bulan suci Ramadan, hal pertama yang saya ingin bicarakan adalah persoalan penundaan ibadah haji yang kini sedang ramai dibicarakan di ruang publik. Para calon jemaah haji sudah mulai gelisah, kalau haji mereka mengalami penundaan.

Tidak hanya mereka, Pemerintah dan DPR juga sedang memikirkan jalan yang terbaik untuk masalah ini.

Dengan jumlah jemaah haji kita yang sangat besar, bahkan bisa dikatakan terbesar di seluruh dunia, penundaan ibadah haji akan berpengaruh terhadap faktor-faktor lain, termasuk faktor ekonomi.

Persoalan penundaan haji ini menjadi semakin rumit karena ada sebagian kalangan yang tidak bisa menerimanya.

Penundaan ibadah haji dianggap sebagai ulah konspirasi dunia.

Seorang kiai dari Sarang, Rembang, bernama Najih Maimun mengaitkan penundaan haji sebagai konspirasi dunia untuk mengganggu syiar Islam. Beliau mengatakan jika haji tahun ini dibatalkan, Kerajaan Saudi akan menerima akibatnya.

Yahya Waloni, seorang pendakwah mualaf juga menyatakan di dalam YouTube-nya, jika tidak ada tawaf -- berputar mengelilingi kakbah -- dunia ini juga akan berhenti berputar.

Mungkinkah ibadah haji ditunda? Jika mungkin, siapa yang berhak memutuskannya?

Wabah sebenarnya memang sudah ada sejak zaman Rasulullah, para Sahabat, dan bahkan ada pada generasi-generasi berikutnya. Merekapun sudah memberikan contoh bagaimana menghadapi wabah tersebut. 

Namun, pernah adakah wabah yang menyebabkan penundaan pelaksanaan ibadah haji?

Pada tahun 1814, wabah terjadi di Hijaz menyebabkan gangguan pelaksanaan ibadah haji saat itu. Korban meninggal mencapai 8.000 orang. Pada tahun 1837 di tengah musim haji juga terjadi wabah yang memakan korban sekitar 1.000 orang per hari. Wabah ini terjadi sampai pada tahun 1892.

Meskipun wabah terjadi pada saat itu, haji tetap dijalankan. Banyak hal yang menyebabkan mengapa haji tetap dilaksanakan meski dalam kondisi wabah.

Penundaan ibadah haji dianggap sebagai ulah konspirasi dunia.

Kakbah di Tengah Pandemi CoronaGambar satelit menunjukkan kelompok kecil mengelilingi Kakbah di Masjidil Haram kota suci Mekah, Arab Saudi, di tengah kekhawatiran akan penyebaran virus corona, Selasa, 3 Maret 2020. (Foto: Antara/Satellite image ©2020 Maxar Technologies/Handout via Reuters)

Pertama, umat Islam percaya bahwa Mekkah dan Madinah adalah dua kota suci yang akan selamat dari segala bentuk marabahaya. Kedua, banyak hadis dan riwayat Rasul yang menceritakan dua kota suci tersebut akan aman dari Dajjal dan Tha'un (wabah).

Hadis-hadis di atas masih sangat dipegang umat Islam seluruh dunia, bahkan sampai saat ini, termasuk umat Islam di Indonesia.

Itulah kira-kira hal-hal yang menyebabkan umat Islam tetap ingin melaksanakan ibadah haji tersebut.

Namun, ketika wabah Covid-19 mulai merebak, justru Kerajaan Saudi memberhentikan pelaksanaan ibadah umrah. Bahkan tidak hanya umrah, tapi juga ibadah-ibadah lain yang berdimensi publik seperti i'tikaf dan sebagainya.

Apakah pemberhentian untuk sementara umrah ini juga akan menjadi indikasi akan penundaan ibadah haji untuk tahun ini?

Sebenarnya soal usulan penundaan ibadah haji, terutama karena pandemi, tidak hanya muncul pada saat Covid-19. Namun juga sudah terjadi lama. 

Pada 2009 misalnya, ketika flu babi (H1-N1) merebak, banyak ulama mengusulkan ibadah haji ditunda. Namun, saat itu Kerajaan Saudi Arabia berdasarkan kajian fiqih dan kesehatan mereka, tetap mengambil kesimpulan bahwa haji masih bisa dilaksanakan.

Lalu bagaimana dengan Covid-19 ini yang karakteristiknya sangat membahayakan. Terutama dari kecepatan penyebaran dan juga bahaya mematikannya.

Syaikh Ali Muhyiddin Qaradaghi, seorang mufti terkemuka dari Tunisia, memiliki pandangan bahwa mungkin sekali dilakukannya penundaan ibadah haji untuk era Covid-19. Menurutnya, penundaan ibadah haji merupakan hal yang bisa dilaksanakan, karena bahaya virus Covid-19. 

Argumennya adalah apabila penyebaran Covid-19 merupakan hal yang pasti dan mengalahkan hal yang bersifat prasangka (al-dzan) dan apabila manusia berkumpul bisa menyebabkan penularan nyata, maka haji atau umrah bisa ditunda pelaksanannya.

Lalu bagaimana dengan Covid-19 ini yang karakteristiknya sangat membahayakan.

KakbahSuasana Kakbah di Masjidil Haram, Mekkah, tampak sepi jemaah akibat pandemi virus corona Covid-19. (Foto: tangkapan layar TV)

Ulama fiqih juga sudah sepakat bahwa kita boleh tidak melaksanakan (jawaz) ibadah haji dan umrah karena kekhawatiran akan ketidakamanan perjalanan.

Apa yang disebut dengan konsep istitha'ah itu juga tergantung dengan keadaan yang aman. Penyakit pandemi seperti Covid-19 ini jelas membolehkan seseorang tidak melaksanakan atau menunda ibadah haji, dengan catatan bahaya virus ini memang nyata adanya. Hal ini diungkapkan dalam sebuah website resmi dari lembaga fatwa di Tunisia.

Sebetulnya, keputusan tetap menjadi kewenangan Kerajaan Saudi Arabia. Apakah mereka akan mengadakan ibadah haji? Atau menunda pelaksanaan ibadah haji untuk tahun ini? 

Apabila Kerajaan Saudi berdasarkan konsultasi mereka dengan pelbagai kalangan, seperti ahli kesehatan, dokter, dan juga ahli virus memutuskan untuk menunda ibadah haji dan umrah, maka keputusan tersebut saya kira akan diterima umat Islam di seluruh dunia.

Lalu bagaimana sikap pemerintah Indonesia? 

Sebetulnya pemerintah kita juga memiliki otoritas untuk menentukan penundaan ibadah haji. Karena pemerintahlah pemegang kekuasaan tertinggi untuk penyediaan fasilitas jemaah haji ke Mekkah dan Madinah.

Pemerintah kita bisa mengambil keputusan untuk menunda ibadah haji tahun ini dengan pertimbangan keamanan perjalanan dan keadaan darurat yang mengancam kematian.

Dengan jumlah calon ibadah haji di atas 250 ribu per tahun, di mana mereka akan diangkut dalam pesawat yang tidak ada jaminan keselamatan dalam pesawat tersebut dari penularan Covid-19, ini sudah menjadi alasan yang bisa dijadikan untuk menunda ibadah haji tahun ini bagi Pemerintah.

Pemerintah memiliki kewajiban menjaga rakyatnya untuk tidak tertular Covid-19.

Meskipun Pemerintah di sini adalah penentu keadaan darurat, mungkin secara hukum Islam, melalui Kementerian Agama, Pemerintah perlu meminta NU, Muhammadiyah, MUI dan lembaga-lembaga keagamaan yang otoritatif untuk mengeluarkan semacam fatwa penundaan ibadah haji untuk tahun ini.

Keputusan ini harus dipikirkan dari sekarang dan diambil secara bersama-sama, agar semua pihak bisa menerima, dan kita semua bisa ikut mengurangi penyebaran wabah yang mematikan ini.

*Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU), MA dari Leiden University, Belanda. Ph.D dari Freie University, Jerman.

Baca juga:

Berita terkait
Pandemi Corona dan Kisah Wabah Penyakit Zaman Nabi
Pandemi corona Covid-19 menyerang nyaris seluruh negara di dunia saat ini, ternyata peristiwa serupa pernah terjadi pada zaman kenabian.
3 Skema Pemerintah Bagi Jemaah Haji yang Sudah Bayar
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Nizar mengatakan Kementerian Agama dan DPR ada beberapa skenario bagi yang sudah bayar haji.
Raja Salman, Tak Ada Umrah dan Haji Saat Wabah Corona
Salman bin Abdulaziz meminta muslim di seluruh dunia menunda umrah dan haji di tengah pandemi corona. Ini profil Raja Arab Saudi tersebut.
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Kamis 23 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Kamis, 23 Juni 2022, untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.028.000. Simak ulasannya berikut ini.