Sehabis gempa, datanglah tsunami. Ini mungkin kondisi yang tepat menggambarkan dampak corona sekarang ini. Imbas dari penyebaran virus yang sangat masif ini, ekonomi lumpuh. Bukan hanya Indonesia, tapi dunia.
China sendiri sebagai pusat gempa dikabarkan kelabakan karena lebih dari 6 ribu triliun dana kabur dari pasar modal China. Selain itu pabrik banyak yang tutup sehingga ekonomi melambat. Ekspor juga turun drastis karena tidak ada negara yang bisa beli.
Singapura juga dikabarkan resesi, karena harus menutup negaranya, sehingga pendapatan dari sektor pariwisata terpukul keras. Juga perdagangan. Apalagi sejak Malaysia lockdown. Ada 400 ribu warga Malaysia yang ke Singapura setiap hari, sekarang mereka harus di rumah saja.
Tidak ada negara yang bebas dari tsunami ekonomi ini, karena gelombangnya sangat besar. Dan ini baru permulaan.
Jepang juga begitu. Apalagi kalau Olimpiade 2020 di Jepang batal, padahal mereka sudah investasi sekitar 172 triliun rupiah.
Iran, yang selama ini mengambil sikap bermusuhan dengan barat, akhirnya minta bantuan IMF senilai 70 triliun rupiah. IMF kabarnya menyiapkan dana bantuan untuk dunia sebesar lebih dari 14 ribu triliun rupiah.
Bahkan perusahaan penerbangan swasta di Inggris langsung mengumumkan mereka bangkrut total.
Tidak ada negara yang bebas dari tsunami ekonomi ini, karena gelombangnya sangat besar. Dan ini baru permulaan.
Indonesia sama. Rupiah hari ini terjun bebas ke angka 16 ribu rupiah dan terus terjun. Bank Indonesia sendiri dikabarkan harus keluarkan 100 triliun, untuk bentengi supaya rupiah tidak amblas.
Harga bahan pokok ikut naik, mulai telur sampaie cabe rawit. Bukan saja naik, juga langka karena ada yang menimbun. Mirip masker.
Gerak ekonomi lambat, karena banyak sekolah dan universitas libur. Itu berarti pedagang makanan kecil tidak bisa cari uang. Aktivitas luar ruang pun dikurangi. Pariwisata anjlok. Hotel liburkan banyak karyawan. Uang tidak berputar, disimpan di rumah takut ada apa-apa. Barang ekspor enggak ada yang beli, karena negara luar juga lagi batasi diri.
Ini belum lockdown. Bayangkan kalau ditutup sebulan.
Mau tidak mau, kita harus mulai kencangkan ikat pinggang. Kita belum tahu, apakah awal bulan masih gajian atau sudah harus mulai lagi cari kerjaan. Karena situasi ekonomi ini tidak menentu.
Jokowi bilang, dampak ekonomi dari virus corona ini akan terasa sampai 2021.
Saya pun terpaksa harus kurangi seruput kopi di kafe. Karena mahal sih sebenarnya, dari dulu juga begitu. Enggak ada yang baru.
Ah, semoga badai cepat berlalu.
Bentar lagi puasa, kayaknya tahun ini lebih hikmat rasanya. Kalau akhirnya lebaran gak bisa pulang kampung karena gaji dikurangi, telepon aja orang tua, "Maaf, Pak Bu... enggak boleh keluar rumah. Ada corona."
Biar gagah kedengarannya.
*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Baca juga: