Denny Siregar: Rumah DP Nol Rupiah Anies Baswedan di KPK

Rumah DP Nol Rupiah Anies Baswedan, program gagal total, tanah dibeli dengan di-mark up, nilai korupsi ditaksir Rp 1 triliun. Denny Siregar.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut program rumah susun sederhana milik (rusunami) DP Nol Rupiah dengan nama Samawa, singkatan dari solusi rumah warga. (Foto: Tagar/Antara)

Beberapa waktu terakhir saya menyindir KPK, kok cuma bisa menangkap ikan teri, padahal kapal yang mereka pakai untuk menangkap ikan itu mahal sewanya, Rp 1,3 triliun per tahun. Bandingkan dengan Kejaksaan RI yang bisa membongkar kasus dengan nilai kerugian puluhan triliun rupiah mulai dari kasus Jiwasraya sampai Asabri.

Kemudian ada berita, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah DKI Jakarta Pembangunan Sarana Jaya, dengan dugaan mark up harga tanah untuk rumah DP Nol Rupiah yang waktu kampanye digembar-gemborkan Anies Baswedan sebagai program unggulan.

Kasus mark up pembelian tanah untuk rumah DP Nol Rupiah ini terjadi tahun 2019. Ada 9 tanah yang dibeli Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, satu di antaranya di Cipayung, Jakarta Timur, seluas 42 ribu meter persegi. Dan kabarnya tanah yang dibeli sebesar Rp 218 miliar itu di-mark up, sehingga penjual dan pembeli dapat selisih harga Rp 100 miliar.

Program rumah DP Nol Rupiah ini adalah program ambisiusnya Anies Baswedan yang dia canangkan waktu kampanye Pilgub. Anies menentang konsep sewa murah yang digerakkan Ahok waktu menjabat Gubernur DKI.

Menurut Anies, konsep sewa itu membuat warga tidak mampu tidak akan pernah mampu membeli rumah. Dan dia menawarkan konsep warga tidak mampu bisa membeli rumah dengan DP Nol Rupiah, atau tidak memakai uang muka.

Tapi dalam perjalanannya, ternyata program ini gagal total. Ya, sejak awal juga sudah bisa diduga program ini gagal, karena untuk bisa kredit rumah dari bank, seseorang harus punya persyaratan ketat seperti pendapatan bulanan yang pasti, sebagai jaminan pembayaran utang kepada bank.

Kalau dari satu lahan saja mereka bisa dapat selisih dari harga mark up sebesar Rp 100 miliar, kalau ditotal 9 lahan yang mereka beli, diperkirakan nilai korupsinya sebesar Rp 1 triliun.


Rumah DP Rp 0Pembangunan Rumah DP Nol Rupiah di Pondok Kelapa, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2019. (Foto: Tagar/Antara/Reno Esnir)

Nah, di situlah titik masalahnya. Rata-rata yang jadi sasaran program DP Nol Rupiah Anies Baswedan ini adalah warga tidak mampu yang juga tidak berpenghasilan tetap. Jadi, bagaimana mereka bisa lolos persyaratan yang diminta bank?

Beda sekali dengan zaman Ahok jadi Gubernur, warga yang tidak mampu itu hanya diminta menyewa tiap bulan Rp 300 ribuan saja. Fasilitas rumah pun dipenuhi Ahok mulai dari kulkas sampai kompor gas semua ada.

Kalau misalnya mereka tiba-tiba tidak mampu bayar karena sudah tidak mampu bekerja misalnya, Pemprov DKI akan menalangi pembayaran bulanan itu.

Nah, program DP Nol Rupiah Anies Baswedan ini menargetkan pembangunan 232 ribu unit rumah. Tapi itu hanya target. Kenyataannya? Yang berhasil dibangun Anies Baswedan selama tiga tahun ini kurang dari 1.000 rumah. Jauh banget dari target.

Kenapa kok bisa begitu? Ya, karena pembelinya tidak ada. Rumah-rumah DP Nol Rupiah ini baru dibangun kalau bank sudah meloloskan pembelian rumah. Dalam artian, kalau tidak ada pembeli, rumah tidak akan dibangun.

Ya pasti begitulah. Soalnya kalau dibangun massal tapi pembeli tidak ada, rumah-rumah itu bisa rusak karena tidak ditinggali manusia. Karena itu pembangunan rumah DP Nol Rupiah mengikuti jumlah pembelian.

Proyek itu dianggap gagal total karena Anies Baswedan tahun depan sudah tidak menjabat lagi jadi Gubernur DKI. Sedangkan pembangunan rumah DP Nol Rupiah baru mencapai kurang dari seribu unit, dari target 232 ribu unit. Sangat jauh antara realisasi dan target.

Semua proyek itu di bawah kendali satu BUMD DKI, yaitu PD Pembangunan Sarana Jaya atau kita kenal dengan nama PSJ. Mereka yang punya tanggung jawab untuk membeli lahan sampai membangun rumah-rumah itu.

Karena diberi kekuasaan dan tidak dipantau inilah, para Direksi PSJ main mata dengan penjual tanah, yaitu PT AP. Kalau dari satu lahan saja mereka bisa dapat selisih dari harga mark up sebesar Rp 100 miliar, kalau ditotal 9 lahan yang mereka beli, diperkirakan nilai korupsinya sebesar Rp 1 triliun.

Pembangunan rumah DP Nol Rupiah baru mencapai kurang dari seribu unit, dari target 232 ribu unit. Sangat jauh antara realisasi dan target.


PELUNCURAN PROGRAM RUMAH DP NOL RUPIAHGubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau pembangunan Rumah DP Nol Rupiah di Pondok Kelapa, Jakarta, Jumat, 12 Oktober 2018. (Foto: Tagar/Antara/Rivan Awal Lingga)

Wah, gede juga tangkapan KPK kali ini. Lumayan ada nilai triliun-triliunnya, dariapda cuma mengandalkan OTT yang dapatnya cuma Rp 1 dan 2 miliar. Malah dulu sebelum direvisi, KPK nangkapnya cuma nilai Ro 150 juta. Ini sih bukan teri lagi namanya, tapi cucunya teri.

Tapi pertanyaannya, benarkah kasus korupsi mark up lahan pembelian DP Nol Rupiah itu murni tangkapan KPK? Eits, nanti dulu. Saya juga sempat senang sih, sampai akhirnya mendengar kabar ternyata Bareskrim Polri juga pernah menyelidiki kasus itu, Maret 2020.

Dari berita yang saya dapat, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, pernah memanggil beberapa orang dari PD Pembangunan Sarana Jaya karena sudah mencurigai ada tindak pidana korupsi dan pencucian uang dari pembelian lahan-lahan itu.

Cuma beritanya belum berlanjut karena memang masih dalam tahap penyelidikan, sampai akhirnya KPK sendiri yang menetapkan telah menjadikan tersangka Direksi PD Pembangunan Sarana Jaya itu.

Kalau masalah pencitraan sih, dari dulu KPK memang jagonya. Seringkali beritanya jauh lebih besar dari nilai tangkapannya.

Apakah kali ini KPK tidak mau disalip Kepolisian sehingga mereka harus cepat-cepat memberitakan penangkapan, atau memang ada kerja sama antara KPK dan Kepolsiian? Saya sendiri masih belum tahu. Ya, mudah-mudahan, baguslah.

Cuma, ini sedikit kekhawatiran saya, jangan sampai KPK memanfaatkan penangkapan ini untuk mengalihkan perhatian publik dari dana ratusan miliar rupiah yang sudah disetor Pemprov DKI untuk penyelenggaraan Formula E yang gagal dan duitnya tidak balik-balik sampai sekarang. Ini kasus yang sangat jelas di depan mata, dan tidak pernah disentuh KPK sampai sekarang.

Beranikah KPK menyelidiki dana Formula E itu? Kalau pembelian lahan saja mereka bisa mark up, ya potensi mark up untuk Formula E juga bisa sangat besar. Jangan tutup mata kalau memang itu benar. Apalagi publik mengkait-kaitkan ada 'rasa saudara' di antara pejabat KPK dan pejabat Pemprov DKI Jakarta. 

*Penulis buku 'Tuhan dalam Secangkir Kopi' dan 'Bukan Manusia Angka'

Berita terkait
Duri dalam Daging Anies Baswedan Itu Bernama PSI
PSI, duri dalam daging Anies Baswedan, akan menggunakan hak interpelasi, bertanya apa yang dilakukan Anies selama 3,5 tahun untuk atasi banjir.
Profil Giring Ganesha, Trending Kritik Menohok Anies Baswedan
Nama Giring Ganesha trending di media sosial Twitter setelah mengkritik Anies Baswedan terkait penanganan banjir.
Bela Anies Soal Banjir Jakarta, Pasha Ungu: Giring Kerdil dan Naif
Pasha Ungu menyebut Giring Ganesha, terlalu naif saat melontarkan kritik terkait banjir terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.