Denny Siregar: Puncak Kemarahan Jokowi

Ketika Rizieq Shihab pulang, aparat tidak mampu berbuat apa-apa, Jokowi berada di puncak kemarahan. Apa yang ia kemudian lakukan? Denny Siregar.
Jokowi. (Foto: Tagar/Facebook Presiden Joko Widodo)

Sejak awal Jokowi memimpin, banyak harapan dari kelompok minoritas agama di Indonesia bahwa Jokowi akan bisa menyelesaikan permasalahan diskriminasi agama di negeri ini. Bagi banyak orang, sila pertama dari butir di Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, seharusnya cukuplah menjadi pegangan bahwa siapa pun yang berketuhanan, bisa hidup dengan tenang dan bisa beribadah dengan nyaman dengan agamanya masing-masing.

Tapi yang banyak orang lupa, permasalahan seorang Presiden itu bukan hanya masalah intoleransi, banyak sekali. Mulai pendidikan, ekonomi sampai bagaimana bangsa ini bisa tegak berdaulat di dalam negeri. Ketika Jokowi fokus pada satu hal, muncul masalah lain di sebuah daerah. Dan karena banyak orang tidak percaya pada pimpinan daerahnya, mereka kembali mengadu ke Jokowi.

Masalah intoleransi ini bukan masalah yang mudah untuk diselesaikan. Dan tidak hanya di Indonesia, tapi juga terjadi di banyak negara maju lainnya. Jokowi harus berhadapan dengan kenyataan bahwa nilai-nilai toleransi di banyak daerah sudah rusak sejak awal masa reformasi. Pada masa itulah, benih-benih eksklusif mulai dikembangkan oleh beberapa kelompok yang ingin menjadikan Indonesia ini negara agama.

Salah satu virus dalam intoleransi agama adalah berkembangnya ormas-ormas agama dengan berbagai macam nama di daerah-daerah. Mereka ini yang suka memaksakan kehendaknya lewat tekanan massa dan berlindung di balik jubah agama. Salah satunya bernama Front Pembela Islam yang muncul dengan difasilitasi oleh aparat keamanan sejak masa reformasi awal. Dan sekarang mereka berkembang besar karena jasa mereka dibutuhkan oleh politikus dan pengusaha hitam yang ingin memaksakan kehendak mereka pada pemerintah.

Dan pada masa pemerintahan Jokowi, kelompok-kelompok ini seperti mencapai tahun-tahun emasnya. Ketika ada seseorang yang dianggap menghina agama, mereka kemudian dengan modal demo memaksa aparat untuk menangkap orang yang tidak mereka suka. Sialnya, banyak aparat di Indonesia gagap menyikapi gerakan ormas-ormas agama itu. 

Aparat akhirnya menyerah dan mengikuti apa kata mereka dengan menangkap orang yang dianggap menghina agama. Ini model cuci tangan aparat supaya tidak terjadi keributan dan diserahkan ke pengadilan untuk menangani kasusnya. Dan kelompok ormas agama ini kemudian menekan hakim dengan berbondong-bondong datang ke persidangan. Akhirnya terjadilah banyak ketidakadilan dalam memutuskan perkara kasus penghinaan agama di banyak daerah.

Itu baru kasus penistaan, belum lagi sulitnya membangun rumah ibadah, bahkan hanya untuk beribadah saja, di beberapa daerah yang perkembangan ormas agamanya semakin besar dan kuat.

Dan saya dengar, ketika Rizieq pulang dan aparat tidak mampu berbuat apa-apa, Jokowi ada di puncak kemarahannya dan mengumpulkan para petinggi militer dan kepolisian supaya sesegera mungkin menyelesaikan masalahnya.

Jokowi sendiri sebagai Presiden, sudah mencoba menyelesaikan masalah intoleransi ini. Salah satunya dengan menunjuk Menteri Agama dengan latar belakang tentara, bukan dari NU dan Muhammadiyah, untuk mengatasi situasi ini. Tapi ternyata belum berhasil juga, karena Menteri Agama masih terlihat berpihak dan belum berani menuntaskan masalah yang sangat sensitif di Indonesia ini.

Saya paham bahwa Jokowi ingin menyelesaikan masalah intoleransi ini dari akarnya, yaitu pendidikan dan ekonomi. Pendidikan akan ia baguskan supaya banyak orang berilmu. Dan ekonomi ingin dia sejahterakan supaya orang kenyang dan lebih sibuk dengan kompetisi global. Tapi apa yang dilakukan Jokowi waktunya panjang dan mungkin tongkat estafet itu baru bisa berguna 10 sampai 50 tahun ke depan. Sedangkan masalah intoleransi terus-menerus terjadi setiap tahun seakan tidak pernah habis.

Dan karena apa yang Jokowi lakukan terlihat lambat di mata mereka yang mengaku sebagai minoritas, mereka kemudian menganggap Jokowi tidak tegas. Semua permasalahan intoleransi disalahkan ke Jokowi sebagai Presiden, tanpa sedikitpun berusaha menekan pemerintah daerah yang punya tanggung jawab mengawal daerahnya masing-masing padahal ini era otonomi daerah. Kenapa begitu? Ya karena sudah saya jelaskan sejak awal tadi, banyak orang yang berharap pada Jokowi sebagai sosok untuk membenahi banyak ketidakadilan di negeri ini.

Tapi di tahun 2020 ini berbeda. Puncak ketakutan banyak orang adalah ketika Rizieq Shihab pulang sesudah 3,5 tahun kabur ke negeri orang. Rizieq seperti menantang negara dengan mengumpulkan banyak massa pada saat negara sedang sibuk menghadapi corona. Dan orang semakin mencemooh Jokowi karena dianggap gamang menghadapi situasi ini.

Dan pada titik yang berbeda, orang terkejut ketika ternyata pemerintah, kalau mau galak, ternyata tidak ada ampun. FPI dihajar habis-habisan sampai tidak mampu bernapas lagi. Baliho-baliho diturunkan paksa. Simbol-simbol kebanggaan mereka dihancurkan. Rizieq Shibab masuk penjara. Dan saya dengar, ketika Rizieq pulang dan aparat tidak mampu berbuat apa-apa, Jokowi ada di puncak kemarahannya dan mengumpulkan para petinggi militer dan kepolisian supaya sesegera mungkin menyelesaikan masalahnya.

Penangkapan Rizieq Shihab dan keberanian aparat menuntaskan masalah baru-baru ini, bisa jadi adalah hadiah Natal untuk umat Kristen, bahkan untuk kita semua. Hadiah Natal itu tidak harus berupa benda, tapi bisa juga berupa pesan, bahwa tidak boleh ada seorangpun di dunia ini berdiri lebih besar dari negara itu sendiri.

Belum tuntas masalahnya memang, tapi setidak-tidaknya ini bisa jadi permulaan. Karena tidak ada akhir jika tidak dimulai dari awal. Apa yang dilakukan Presiden Jokowi, Pangdam Jaya, Kapolda Metro, dan pihak-pihak yang terlibat dalam masalah ini, bisa jadi adalah benih-benih baik dari sebuah keberanian yang seharusnya sejak lama kita punyai. Bukan kita harus hidup dalam ketakutan karena sebuah organisasi bisa mengumpulkan massa dari orang-orang bodoh yang kerjaannya selalu mengancam.

Untuk saudaraku yang Kristen, selamat mempersiapkan hari besar kalian. Tetaplah pada ajaran kasih karena hanya kasih itulah yang menyelamatkan negeri ini dari kepunahan.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi


Berita terkait
Jokowi Pastikan Akan Menerima Vaksin Corona Pertama
Jokowi menegaskan dirinya akan menjadi penerima pertama vaksinasi Covid-19.
Presiden Jokowi Tegaskan Vaksin Covid-19 Untuk Masyarakat Gratis
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa pemerintah menggratiskan semua vaksin Covid-19.
Jokowi Gratiskan Vaksin, Bara JP: Keselamatan Rakyat di Atas Segalanya
Bara JP mengapresiasi dan mendukung penuh langkah Presiden Jokowi yang menggratiskan vaksin untuk seluruh rakyat Indonesia.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.