Denny Siregar: PKS Tidak Setuju, Artinya Omnibus Law Sudah Benar

PKS adalah kompas paling akurat. Kalau mereka tidak setuju, artinya Omnibus Law sudah benar adanya. PKS membuat terang-benderang. Denny Siregar.
Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR meninggalkan ruang sidang (walk out) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja Omnibus Law pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Antara/Hafidz Mubarak A)

Pada masa awal pandemi, ada 33 perusahaan asing yang keluar dari China karena negara itu menutup dirinya. Dan Indonesia pun menyambut gembira karena merasa akan mendapat limpahan investasi asing besar-besaran dengan nilai ratusan triliun rupiah. Dan kalau puluhan perusahaan asing itu jadi dibangun di sini, maka ribuan tenaga kerja kita akan terserap ke sana.

Tapi sialnya, Indonesia kalah menarik dari Vietnam. Pemerintah Vietnam menyediakan banyak kemudahan yang membuat para perusahaan itu lebih baik membangun pabrik di sana. Padahal luas negara Vietnam cuma seluas Papua. Dan penduduk di sana jumlahnya hanya separuh dari penduduk di Jawa.

Lalu kenapa mereka lebih cantik dari kita? Ternyata kuncinya ada di kemudahan investasi dan perizinan. Pemerintah Vietnam mempermudah semua urusan supaya investasi asing tertarik untuk taruh duitnya di sana. Izin investasi Vietnam cukup satu pintu, sangat ringkas dan diberi banyak fasilitas.

Terus bagaimana kalau asing mau investasi di Indonesia? Pertama, minta izin dulu di pusat. Kemudian mengurus izin ke provinsi. Lalu, mampir ke meja kabupaten atau kota. Belum lagi minta surat lurah. RT dan RW juga jangan lupa. Belum nanti harus ada setoran ke akamsi atau anak kampung di sini, dan ormas-oramas mulai yang wajahnya preman sampai yang berjubah agama. Dan semua ujungnya adalah duit. Dari ujung ke ujung semuanya lapar.

Belum nanti kalau asing jadi membangun pabrik di sini dan dia butuh banyak pekerja. Belum ada hasilnya, para pekerja sudah sibuk cuti. Ada yang cuti hamil, cuti haid, saudara meninggal cuti lagi, keponakan sakit minta cuti, padahal waktu dia kerja targetnya tidak terpenuhi.

Ya, perusahaan pasti marahlah. Ohhh, marah? Okelah. Datang ke serikat pekerja, kemudian demo perusahaan, takut-takuti. Kalau perusahaan agak lembek sedikit, langsung tuntut kenaikan gaji, karena pengin bisa nyicil motor Kawasaki. Nanti bikin spanduk besar-besaran dengan tulisan "USIR CHINA".

Puyeng, kan? Lha kalian kalau punya duit, apa mau sih investasi di sini? Ya enggak lah, mending di Vietnam, urusannya cuma satu pintu, yaitu pemerintah. Urusan lain, biar pemerintah Vietnam yang urus. Enggak ada yang berani demo di Vietnam, demo sedikit hilang. Jadi buruh di Vietnam, lu lebih baik kerja aja, enggak usah sok protes segala. Pemerintah Vietnam yang mengurusi segala macam, yang penting lu bisa kecukupan.

PKS adalah kompas yang paling akurat. Kalau mereka tidak setuju, berarti Omnibus Law sudah benar adanya.

Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja untuk 7 Juta Penganggur

Kalau pengin hidup lebih, ya wirausaha, jangan jadi buruh pabrikan. Itu adalah pilihan. Itulah kenapa banyak perusahaan asing lebih suka bikin pabrik di Vietnam. Atau Singapura. Karena model kedua negara itu sama, tidak ada demokrasi yang kebablasan kayak di Indonesia.

Inilah yang membuat Jokowi geram. Kalau begini terus, kapan negara ini majunya? Sudah banyak perusahaan di sini yang kabur, eh dari luar enggak ada pula yang mau datang. Terus kapan kita bisa menekan pengangguran? Kalau pengangguran semakin besar, kita bisa menjadi negara miskin ke depannya.

Dan akhirnya, disusunlah Rencana Undang-Undang yang dirangkum dalam konsep Omnibus Law. Pengertian Omnibus Law adalah aturan yang memangkas aturan-aturan lain menjadi hanya satu aturan saja. Dengan begitu, semua perizinan investasi dan masalah tenaga kerja sekarang semua jadi urusan pusat, bukan lagi urusan daerah.

Pusat menjadi superpower dalam hal perizinan investasi dan ketenagakerjaan. Miriplah di Vietnam dan Singapura. Daerah menjadi pelaksana. Inilah yang diributkan banyak daerah. Daerah yang biasanya dapat banayk cuan dari masalah perizinan dan investasi, mendadak harus kehilangan rezekinya.

Semua diurusi oleh pusat. Banyak kepala daerah yang biasanya kaya dari masalah izin-izin itu, sekarang jadi manyun. Enggak dapat proyek lagi. Karena itulah, banyak dari kepala daerah yang menolak awalnya karena kewenangan mereka jadi terbatas. Tapi ya kalau enggak dibegitukan, kapan negara lain mau tertarik sama negara kita?

Belum lagi masalah pekerja. Ini yang lebih ramai lagi. Seperti biasa, banyak buruh yang merasa terancam dengan munculnya RUU Cipta Kerja. Mereka merasa banyak hal yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, mulai dari masalah gaji, masalah libur, masalah kontrak kerja, dan sistem PHK. Ruwetlah pokoknya. Namanya mau berubah, pasti ada yang setuju dan ada yang tidak.

Pemerintah Vietnam mempermudah semua urusan supaya investasi asing tertarik untuk taruh duitnya di sana. Izin investasi Vietnam cukup satu pintu, sangat ringkas dan diberi banyak fasilitas.

Baca juga: Keributan Tolak Omnibus Law di Media Sosial Panaskan Situasi

Yang tidak setuju ya seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI yang dipimpin Said Iqbal. Kalau ini sih, kayaknya memang demen saja demo, apa-apa didemo. Kali ini KSPI mengancam mogok nasional, dan mengklaim jutaan buruh akan ikut bersama mereka.

Benarkah begitu? Ah, enggak juga ternyata. Buktinya KSPN atau Konfederasi Serikat Pekerja Nasional enggak mau ikutan mogok. Mereka ikut pemerintah dan DPR. Aroma-aroma politisasi masalah RUU Cipta Kerja ini pun kental banget baunya. Mulai dari Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI yang jadi motornya KAMI, gerakan kurang jelas yang sibuk sendiri di tengah pandemi. Gatot mendukung mogok nasional, meski juga kurang jelas dukungan dalam bentuk apa. Wong, orang-orang KAMI itu kayaknya enggak ada yang buruh deh.

Begitu juga Demokrat dengan AHY yang sejak pandemi selalu berusaha tampil beda dengan Jokowi. Yah, memang itu jalan ninjanya Partai Demokrat, karena kalau enggak berbeda mereka juga enggak dapat simpati. Apalagi pemilihan legislatif kemarin mereka hanya dapat kursi tujuh persenan saja. Siapa tahu kalau berbeda, bisa dapat tambahan meski sedikit, supaya partainya selamat.

Yang terakhir yang membuat saya lega adalah Partai Keadilan Sejahtera atau PKS. PKS memang sudah memantapkan dirinya sebagai oposisi, meski katanya mereka kurang bahagia. PKS menolak RUU Cipta Kerja juga enggak jelas karena alasan apa, mungkin karena kurang bahagia itu tadi.

Jomblo memang banyakan pada kurang bahagia, yang lain gandeng-gandengan supaya bisa belai-belaian, PKS selama beberapa tahun harus rela membelai dirinya sendiri. Tapi PKS adalah kompas yang paling akurat. Kalau mereka tidak setuju, berarti Omnibus Law sudah benar adanya.

Kita ingat jargon sejak 2014, di mana PKS berpihak, maka pilihlah lawannya. Jadi, ketidaksetujuan PKS membuat semua hal menjadi terang-benderang. Kita berada di jalan yang benar, dan harus bersyukur kepada Tuhan bahwa akhirnya kita punya ukuran mana kebenaran dan mana kesalahan, dengan adanya PKS. Meski PKS juga belum tentu salah, tapi juga dia sering enggak benar.

Karena itu kita harus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada PKS, karena tanpa mereka kita akan selalu ragu mengambil keputusan. PKS lah penentu segala urusan.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
Ganjar Dukung Buruh Judicial Review Omnibus Law Cipta Kerja
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendukung jika buruh hendak gugat Omnibus Law UU Cipta Kerja. Cara tersebut lebih elegan.
Beredar Hoaks 13 Poin Omnibus Law, Peneliti LIPI Beri Penjelasan
Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati memberi penjelasan adanya hoaks menyoal Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Protes UU Omnibus Law, Massa Buruh Gagal Duduki Tol Bitung
Massa buruh yang melakukan protes pengesahan UU Omnibus Law gagal menduduki pintu Tol Bitung dihadang Kepolisian dan TNI.