Denny Siregar: Ngamuknya M Nasir ke Dirut Inalum

Saya yakin Dirut Inalum dan banyak pemain pasar modal pada ketawa ngakak melihat si M Nasir dari Demokrat itu ngamuk. Denny Siregar.
Politikus Demokrat Muhammad Nasir dari Komisi VII DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat, Selasa, 30 Juni 2020. Ia mengusir Direktur Utama Inalum Orias Petrus Moedak. (Foto: Cokro TV)

Saya lucu melihat anggota DPR bernama Muhammad Nasir waktu dengar pendapat dengan Direktur Utama Inalum. M Nasir ini anggota DPR dari Partai Demokrat. Dia ada di komisi VII yang membidangi sektor energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, juga lingkungan hidup. Dan seharusnya anggota DPR yang ada di situ itu yang pintar-pintar, paham bagaimana mengawasi pengelolaan negara termasuk perusahaan di sektor yang bersangkutan. Tapi ternyata enggak.

Video saat M. Nasir berantem dengan Orias Petrus Moedak, Direktur Utama Inalum, bikin saya ketawa ngakak. Apa pasalnya? Ya, kualitas berpikir DPR kita ternyata jauh lebih rendah bahkan dari saya yang rakyat biasa.

Coba bayangkan, bagaimana bisa seorang anggota DPR membandingkan utang perusahaan besar seperti Inalum dengan dia utang usaha di bank? Jelas beda. Ini bisa diartikan si M. Nasir itu enggak paham dunia ekonomi bahkan pada tingkat pelajaran yang paling dasar.

Memang bagi orang biasa, atau pengusaha biasa, mungkin seperti M. Nasir, mereka biasanya utang di bank untuk mendapatkan kredit usaha. Dan utang di bank harus mengikuti prosedur bank, seperti menjaminkan sertifikat rumah atau barang berharga.

Bagaimana kalau tiba-tiba si M. Nasir enggak bisa bayar utang? Ya, sertifikatnya pasti disita bank, karena sudah dijaminkan sebagai pelunasan utang. Tapi beda dengan perusahaan-perusahaan besar seperti Inalum yang punya aset Rp 162 triliun itu. Inalum sudah enggak mungkin utang ke bank seperti si M. Nasir biasa utang.

Bahkan dengan aset sebesar itu, Inalum bisa saja membeli banknya. Perusahaan sebesar Inalum itu selalu berutang ke pasar modal, pasar yang jauh lebih luas dan besar daripada sebuah bank.

Di pasar modal banyak sekali perusahaan Capital atau bahkan perseorangan yang mencoba memutarkan dananya lewat skema-skema investasi. Banyak pilihan investasi di pasar modal, mulai dari yang moderat sampai yang risikonya tinggi tetapi hasilnya juga tinggi.

Inalum dengan modal aset Rp 162 triliun itu dan pekerjaan yang sedang dan akan dikerjakan mereka dengan nilai yang juga ratusan triliun rupiah itu, mencari utangnya ya ke pasar modal.

Untuk apa sih sebenarnya utang itu? Pertama, untuk membayar utang lama yang jatuh tempo yang terbit saat dulu sebelum masa pemerintahan Jokowi sudah salah kelola. Yang kedua, untuk memperbesar aset dengan mengambil alih atau mengakuisisi perusahaan besar lainnya, seperti Freeport. Ya, utang memang jadi lebih besar dengan proses akuisisi itu, tapi juga potensi pendapatan menjadi berlipat-lipat.

Saya yakin, itu Direktur Utama Inalum dan banyak pemain pasar modal lainnya, pada ketawa ngakak melihat si M. Nasir dari Demokrat itu ngamuk dan membuka ketidaktahuannya dengan telanjang.

Baca juga: Dirut Inalum Diusir Demokrat dari Rapat DPR

Orias Petrus MoedakDirektur Utama Inalum Orias Petrus Moedak mengikuti Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa, 30 Juni 2020. (Foto: Cokro TV)

Untuk mendapatkan uang dari pasar modal itu, Inalum kemudian menerbitkan surat utang yang dikenal namanya dengan bond. Mengeluarkan surat utang itu juga enggak main-main, karena melibatkan perusahaan-perusahaan internasional sebagai underwriter, atau penjamin. Tugas perusahaan yang menjadi underwriter itu adalah melakukan evaluasi terhadap Inalum, apakah dia punya kemungkinan bayar utang atau tidak.

Sebagai contoh, waktu Inalum mengakuisisi Freeport sebesar Rp 55 triliun, perusahaan underwriter-nya mulai dari Citibank, BNP Paribas, CIMB Malaysia sampai Standar Chartered. Nama-nama internasional semua, bukan kaleng-kaleng.

Lalu kenapa si M. Nasir ngamuk-ngamuk? Karena dia enggak paham, enggak pernah mau belajar tapi sudah duduk di komisi yang sangat penting di DPR RI.

Kalau begitu, apa jaminan dari Inalum kepada para pemberi pinjaman yang pegang surat utang atau bond mereka? Ya, kepercayaan. Para pemberi pinjaman percaya kepada Inalum berdasarkan bukti-bukti nilai aset dan pekerjaan mereka yang dikeluarkan perusahaan-perusahaan internasional itu. Nilai kepercayaan ini sangat besar dibantu dengan bukti-bukti kemampuan bayar. Nama Inalum dan nama perusahaan-perusahaan penjamin dengan brand internasional itu sebagai jaminan.

Lalu bagaimana kalau misalnya Inalum tiba-tiba tidak mampu bayar lagi? Apakah asetnya disita? Haha ya tentu tidak. Karena surat utang itu jaminannya bukan aset, tetapi kepercayaan, jadi tidak ada yang akan disita.

Palingan nama Inalum dan perusahaan underwiter itu akan jatuh dan ini berbahaya karena berpengaruh pada nilai saham. Para pemberi pinjaman tentu juga tidak ingin Inalum jatuh, maka mereka akan kembali memberikan utangan. Jaminannya apa? Ya, kepercayaan lagi.

Begitulah hukum di dunia pasar modal. Si peminjam mendapatkan uang untuk bekerja, dan si pemberi pinjaman mendapatkan keuntungan dari hasil kerja si peminjam. Jaminannya ya surat utang atau bond itu. Dan itu biasa saja, sudah berlaku puluhan tahun lamanya.

Lalu kenapa si M. Nasir ngamuk-ngamuk? Karena dia enggak paham, enggak pernah mau belajar tapi sudah duduk di komisi yang sangat penting di DPR RI. Saya yakin, itu Direktur Utama Inalum dan banyak pemain pasar modal lainnya, pada ketawa ngakak melihat si M. Nasir dari Demokrat itu ngamuk dan membuka ketidaktahuannya dengan telanjang.

Sebagai tambahan informasi, M. Nasir ini kakak kandung M. Nazaruddin, mantan Bendahara Demokrat yang pernah dipenjara karena kasus korupsi Wisma Atlet. Enggak penting juga sih, cuma supaya kita tahu saja.

Pesan moralnya, untuk para partai terutama Partai Demokrat, tolong lah bro, cari anggota DPR yang mumpuni untuk duduk di bidang yang bergengsi seperti Komisi VII itu. Jangan orang enggak tahu apa-apa, malah didudukkan di sana. Akhirnya ya begitu, pakai emosi untuk menutupi ketidaktahuannya selama ini. Ketika akal tidak bekerja, otot yang bicara.

Gua juga enggak pintar-pintar amat masalah obligasi ini, tapi gua mau belajar supaya mengerti. Bukan kemudian sudah goblok, tapi sok tahu, dan tudiang sana tuding sini. Jadinya bukan kelihatan pintar, tapi makin memperlihatkan kebodohan yang hakiki.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
Inalum Akuisisi Saham Vale, Pengamat: Strategi Bagus
Langkah holding BUMN tambang Inalum atau Mining Industry Indonesia (MIND ID) mengakuisisi 20% saham divestasi Vale dinilai sebagai strategi bagus.
PT Inalum Tak Bayar Pajak Rp 2,5 T ke Pemprov Sumut
PT Inalum tak membayar utang pajak Air Permukaan Umum (APU) sekitar Rp 2,5 triliun kepada Pemprov Sumatera Utara.
INALUM Punya Direktur Transformasi Bisnis-Komut Baru
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir resmi menetapkan Suryo Eko Hadianto ebagai Direktur Transformasi Bisnis INALUM.