Denny Siregar: Jokowi, Indonesia Kini dan Negara Tetangga

Ada urusan apa anggota Parlemen Malaysia Charles Santiago ikut-ikutan memprotes Omnibus Law urusan dalam negeri Indonesia. Denny Siregar.
Jokowi Presiden Indonesia. (Foto: Tagar/Facebook Presiden Joko Widodo)

Tidak ada dalam sejarah Presiden Indonesia yang sering didemo, selain pada masa pemerintahan Joko Widodo. Sejak dia memimpin tahun 2014, gelombang penolakannya begitu kuat, terutama dari kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini diberikan fasilitas.

Di tangan Jokowi lah negeri ini mengalami perubahan besar-besaran. Mafia pangan disikat. Mafia migas dilibas. Ormas-ormas intoleran ditutup sumber bantuannya. Seperti kapal raksasa yang selama puluhan tahun ada di jalan yang salah, oleh Jokowi diubah rutenya.

Tentu menyakitkan untuk orang-orang yang selama ini mendapat keuntungan dari kesalahan rute itu. Dan tidak ada yang menyangka bahwa Jokowi akan melakukan perombakan besar-besaran terhadap Indonesia.

Sejak awal mereka meremehkan fisik Jokowi yang kurus dan bukan bagian dari priayi seperti mereka, juga mengejeknya sebagai pria kampung karena asal daerahnya di Solo. Tapi Si Kerempeng itu membuktikan bahwa dia adalah kekuatan yang tidak bisa diremehkan.

Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam. Juga jumlah penduduknya yang besar dengan lebih dari 250 juta orang, masuk sebagai negara ke-4 dengan penduduk terbanyak di dunia sesudah Amerika yang menjadikan negeri ini sangat potensial. Jumlah penduduk yang banyak memberi pondasi ekonomi kita kuat.

Misalnya ada keruntuhan ekonomi secara global seperti tahun 1998 dan 2008, Indonesia tetap selamat. Kenapa? Ya karena penduduknya yang banyak itu, sehingga untuk bertahan dari masalah ekonomi, kita bergantung pada jual beli antarkita sendiri.

Kekuatan Indonesia dengan jumlah penduduknya yang banyak ini, sejak lama jadi perhatian beberapa negara tetangga seperti Australia, Singapura, dan Malaysia. Bagi mereka, Indonesia adalah raksasa gemuk yang lamban. Meski negaranya kaya, orangnya banyak yang pemalas, mentalnya mental jajahan, dan pejabatnya korup semua.

Sesudah era Soekarno, Indonesia bukan lagi jadi ancaman negara tetangga. Pemerintahan Soeharto adalah pemerintahan yang kelihatannya kuat, tapi sesungguhnya rapuh di dalam. Dan negara tetangga tahu bahwa pejabat-pejabat di era Soeharto banyak sekali yang korup.

Itulah kenapa Prabowo Subianto mengingatkan demo Omnibus Law dibiayai asing.

Sifat korup dan serakah inilah yang menguntungkan negara tetangga, sehingga mereka bisa dengan mudah menyuap para pejabat, termasuk keluarga mereka, supaya tidak punya visi membangun Indonesia. 

Akhirnya ya begitu. Kekayaan laut kita dicuri, dibiarkan begitu saja. Kekayaan tambang kita dirampok, kita cuma mesam-mesem saja. Kekayaan migas kita diperkosa, kita cuma haha-hehe saja. Yang kaya cuma sebagian kecil orang, sedangkan mayoritas orang Indonesia banyak yang kelaparan. Enak menyuapi kelompok kecil nan rakus itu, daripada membuat ratusan juta orang Indonesia sejahtera.

Dan di masa orde baru kita mengenal ada daerah yang kekeringan, ada penduduk yang kelaparan, ada daerah miskin yang tidak berani bermimpi jadi kaya meski sedikit saja. Bahkan ada daerah kaya seperti Papua yang dirampok habis-habisan dan penduduknya dibiarkan bodoh terbelakang.

Itulah potret kita dulu yang diubah Jokowi sekarang ini. Munculnya Jokowi adalah kecelakaan. Negara tetangga seperti Singapura, Australia, dan Malaysia itu sama sekali tidak mengira Jokowi begitu galak dan gila. Mereka menganggap sama, "Ah paling ya Presiden Indonesia begitu-begitu saja. Kita suap saja nanti dia supaya diam, yang penting kaya. Yang penting, biarkan Indonesia tidur selamanya." 

Perhatikan saja pidato Perdana Menteri Singapura waktu berjumpa Jokowi di awal-awal jabatannya. Tapi pelan-pelan para negara tetangga kaget melihat sepak terjang Jokowi yang brutal. Dia mendadak muncul sebagai sosok lain yang sama sekali tidak dikira. Tiba-tiba Jokowi memberlakukan tax amnesty atau pengampunan pajak untuk orang Indonesia yang uangnya selama ini diparkir di luar negeri.

Singapura jelas panik, karena banyak sekali orang Indonesia yang menyimpan duit mereka di bank-bank Singapura yang membuat bank mereka kaya-raya. Kalau kebijakan tax amnesty diberlakukan, maka triliunan rupiah dana yang diparkir di negara mereka bisa pulang ke Indonesia, dan itu bisa mengganggu sistem ekonomi di Singapura. Meskipun tidak akan membuat Singapura bangkrut karena mereka sudah terlalu kuat, tapi cukuplah membuat Singapura meriang, dan berpikir ulang bahwa Jokowi bukan orang sembarangan.

Belum selesai tax amnesty, Jokowi kemudian membangun pelabuhan-pelabuhan internasional di beberapa tempat, satu di antaranya adalah pelabuhan Kijing di Kalimantan Barat dan di Batam. Ini lebih membuat Singapura meriang lagi. Kenapa? Karena selama ini ekonomi Singapura sangat bergantung pada sektor jasa dan pelabuhan internasional adalah salah satu kekuatan ekonomi mereka.

Si Kerempeng itu membuktikan bahwa dia adalah kekuatan yang tidak bisa diremehkan.

Singapura bukan negara yang kaya sumber daya alam, bahkan di sana air saja dimasukkan dalam sumber daya khusus. Karena itu, ketika Indonesia negara yang kaya sumber daya alam, tiba-tiba pengin merebut sektor jasa yang selama ini jadi kekuatan Singapura, tentu mereka ribut. Selama puluhan tahun, Singapura berhasil menekan pejabat Indonesia supaya tidak membangun pelabuhan internasional di sini karena itu bisnis utama mereka.

Belum lagi dengan adanya Thailand yang juga sedang membangun Kanal Kra, yang akan memotong jalur perdagangan internasional. Singapura pun makin tercekik jadinya. Jepang dan Vietnam yang selama ini kaya-raya dari hasil curi-curi ikan di lautan Indonesia juga mendadak susah karena Indonesia sekarang menutup lautnya dari nelayan asing. "Ah, beda kali pemerintahan Jokowi kali ini. Enggak kayak presiden sebelum dia." Begitu mungkin apa yang ada dalam pikiran mereka.

Sekarang, dengan adanya Omnibus Law, Malaysia lah yang kebakaran jenggot. Malaysia yang sekarang ini saja negaranya sudah terjepit di Vietnam dan Thailand dalam hal mendatangkan investasi luar, harus pusing dengan munculnya Omnibus Law di masa Jokowi ini.

Jelas banyak investasi asing yang tertarik untuk membangun pabrik di Indonesia. Selain tenaga kerjanya bisa jadi lebih rendah, kemudahan pun akan banyak didapatkan investor supaya mereka mau buka di sini. Dan ingat, satu lagi kelebihan Indonesia. Kita punya penduduk yang banyak yang jadi pembeli produk yang dibuat di negara kita.

Itulah kenapa salah satu anggota Parlemen Malaysia, Charles Santiago, ikut-ikutan protes munculnya Omnibus Law. Urusan dia apa coba selain hanya ingin membuat kericuhan di negeri orang?

Dan dari penjelasan tadi, kita akhirnya paham bahwa musuh kita bukan hanya para pengkhianat di dalam negeri, tapi juga negara-negara tetangga yang takut negeri ini jadi besar dan akan merebut periuk nasi mereka selama ini. Indonesia buat mereka tidak boleh besar, karena itu ancaman buat ekonomi dan kebanggaan diri mereka.

Dan dari situlah mereka banyak mengeluarkan dana supaya gelombang demi gelombang demo menghantam Indonesia lewat peran orang-orang yang senang menjual kesengsaraan demi perut pribadi.

Itulah kenapa Prabowo Subianto mengingatkan demo Omnibus Law dibiayai asing. Ya mereka itu, negara-negara yang selama ini mengambil keuntungan dari tidurnya Indonesia dan sekarang terancam dengan bangkitnya Singa dari Asia. 

Mari kita seruput kopi demi bangkitnya nama negeri ini di mata dunia.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
Bawa Molotov, 169 Orang Ditangkap Demo Omnibus Law Surabaya
Sebelum demo omnibus law, polisi terlebih menyisir di sekitar Gedung Grahadi Surabaya untuk mencari provokator yang akan membuat kericuhan.
Demo Omnibus Law di Malang, Massa: Aksi Kita Damai
Sejumlah massa aksi tergabung dalam Aliansi Malang Melawan menggelar aksi tolak UU Omnibus Law di Alun-alun Tugu Kota Malang.
Khawatir Ricuh, BEM Malang Raya Tidak Ikut Demo Omnibus Law
BEM Malang Raya tidak ikut demonstrasi tolak omnibus law hari ini berdasarkan kesepakatan. Apalagi demo sebelumnya berakhir ricuh.
0
Setahun Bekerja Satgas BLBI Sita Aset Senilai Rp 22 Triliun
Mahfud MD, mengatakan Satgas BLBI telah menyita tanah seluas 22,3 juta hektar atau senilai Rp 22 triliun setelah setahun bekerja