Denny Siregar: Hati-hati Hoaks Uighur di Indonesia

Seperti yang sudah-sudah model menggunakan isu agama masih menjadi tren global. Hati-hati hoaks Uighur di Indonesia. Tulisan Denny Siregar.
Pengunjuk rasa dari berbagai organisasi Islam menggelar aksi solidaritas terhadap muslim Uighur di depan Kedubes China, Jakarta, Jumat, 21 Desember 2018. (Foto: Antara/Putra Haryo Kurniawan)

Seperti yang sudah-sudah model menggunakan isu agama masih menjadi tren global. Sesudah perang Suriah, Amerika masih merasa butuh narasi agama sebagai bagian dari perangnya. Terutama sekarang menghadapi musuh besarnya China, saingan ekonominya dalam perang dagang.

Isu penindasan etnis Uighur dipropagandakan Amerika ke seluruh dunia. Media-media besar mereka menggunakan kata "muslim" untuk etnis Uighur supaya tekanan terhadap narasi agama semakin kuat. Persis seperti "muslim" Cechnya waktu Amerika ingin menekan Rusia.

Baca juga: Tiara Destafia, Penolong Adian Napitupulu di Pesawat

Gambar hoax bertebaran di mana-mana, persis seperti di Suriah. Kelompok radikal garis keras yang di Indonesia populer dengan julukan "kadal gurun", memang mangsa utama gambar hoax. Mereka kaum sumbu pendek yang mudah dibakar demi kepentingan.

Indonesia sebentar lagi bisa mengalami situasi yang sama..

Sekarang ini, Indonesia sedang menghadapi "perang" dengan Uni Eropa. Sebelumnya, Uni Eropa sudah melarang ekspor biofuel dari Indonesia dan Malaysia dengan alasan lingkungan hidup.

Dan isu agama ini masih efektif untuk dipakai di Indonesia. Di sini banyak kelompok radikal berbaju agama yang bisa di-remote dari jauh.

Indonesia berang. Negeri ini pengekspor minyak sawit terbesar di dunia. Dan larangan dari Uni Eropa itu mempengaruhi ekonomi Indonesia.

Jokowi sendiri langsung membalas dengan melarang ekspor biji nikel ke Eropa. Perintah Jokowi ini membuat Uni Eropa panik. Pabrik-pabrik baja mereka yang butuh biji nikel sebagai bahan dasar, bisa bangkrut dan ekonomi mereka runtuh.

Amerika dan Uni Eropa mempunyai persekutuan bersama dalam menghadapi ancaman global. Persekutuan yang sangat jelas, terlihat saat mereka bersama-sama mengorganisasi kelompok teror bernama ISIS di Suriah.

Tujuannya adalah merebut jalur pipa minyak dan gas yang sudah dikerjasamakan antara Suriah dan Rusia. Mereka memakai isu agama dengan menciptakan ISIS sebagai boneka. Dari perang Suriah, Amerika juga mendapat keuntungan dari penjualan senjata kepada kelompok teroris.

Dan isu agama ini masih efektif untuk dipakai di Indonesia. Di sini banyak kelompok radikal berbaju agama yang bisa di-remote dari jauh.

Uni Eropa bisa berbuat hal yang sama dengan bantuan Amerika untuk menguasai Indonesia. Apa yang mereka lakukan terhadap China dengan isu Uighur bisa dijadikan sebuah contoh, jika mereka ingin melakukan hal yang sama.

Caranya?

Buat isu yang berkaitan dengan agama. Kemudian bangun demo besar-besaran. Lalu muncul korban jiwa. Dan kemudian propagandakan ke seluruh dunia, bahwa rezim Indonesia menindas "muslim" di Indonesia.

Pola yang sama waktu Pilgub 2017 dan pasca-Pilpres 2019. Masih efektif, karena kelompok garis keras itu masih ada yang memelihara.

Karena itu, lawan hoax isu Uighur. Jangan biarkan berkembang di sini seolah-olah itu kebenaran. Karena jika kita diam saja, satu waktu, isu itu akan dipakai di Indonesia.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Tulisan ini sebelumnya sudah dipublikasi di laman Facebook Denny Siregar

Baca opini lain:

Berita terkait
Uighur Ternyata Tak Selalu Muslim
'Saya Uighur, lahir dan besar di sini, tapi saya bukan muslim. Kedua orangtua dan kakek-nenek saya juga bukan muslim.'
Dua Hari Bersama Warga Muslim Uighur di China
Raut wajah mereka tidak memancarkan kegundahan dalam penindasan, seperti ramai dibicarakan orang-orang di luar dinding sana.
Tiga Kunci Dalam 'Melihat' Uighur
Sekali melihat sendiri lebih baik daripada seratus kali mendengar dari orang lain. Ini tiga kunci untuk 'melihat' Uighur
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.