Untuk Indonesia

Denny Siregar: Audrey Yu dan Hoaks Secepat Cahaya

Saya gak kenal Audrey Yu sampai tiba-tiba WhatsApp saya dibanjiri dengan semua prestasinya. Tulisan opini Denny Siregar.
Audrey Yu. (Foto: Instagram/univseindonesia)

Oleh: Denny Siregar*

Saya gak kenal Audrey Yu sampai tiba-tiba WhatsApp saya dibanjiri dengan semua prestasinya.

Dan seperti biasa saat melihat sebuah berita yang entah dari mana datangnya mendadak viral, saya menahan diri untuk menuliskannya. Bukannya apa-apa, sekarang banyak cara untuk menjadi populer.

Dulu ada seorang anak SMA yang mendadak tulisannya sangat viral karena bicara keragaman beragama. Saking viralnya tulisan itu, ia sampai diundang Bupati, diwawancarai di stasiun televisi sampai diundang ke istana bertemu Jokowi.

Eh, tidak berapa lama sesudah dia disanjung-sanjung bak 72 bidadari, baru ketahuan ternyata tulisannya yang viral itu hasil jiplakan. Dan itu juga bukan pertama kali ia menjiplak. Alhasil, mereka yang tadinya kagum dan mengangkatnya setinggi langit, kemudian menghempaskannya remuk ke bumi.

Mereka yang membantingnya itu merasa tertipu karena terikut arus besar pemberitaan.

Dulu juga ada anak yang bernama Audrey yang mengaku alat kelaminnya dicolok teman-temannya supaya "tidak perawan". Sontak berita itu menggema ke mana-mana, sampai ke ujung dunia. Tagar "Justice for Audrey" merajai media sosial. Para artis sampai pejabat berlomba-lomba memberikan dukungan. Bukan itu saja. Mereka juga datang ke tempat si Audrey ini dirawat, sambil kasih "sekadar titipan".

Era media sosial ini memang membuat kecepatan jari kita secepat cahaya. Belum sempat berpikir, sudah ter-share ke mana-mana.

Tapi berita berbeda kemudian terdengar. Bahwa Audrey tidak separah yang diberitakan. Itupun hanya main-main antaranak muda yang dibumbui drama supaya orang terkesima dan - sudah pasti - mencari viral. Sesudah puja puji, situasi berbalik caci maki.

Munculnya berita viral tentang "si jenius" Audrey Yu Jia Hui, yang beredar di grup-grup WhatsApp, kemudian dikutip media online, membuat saya menahan diri sejenak untuk mencari berita sebenarnya.

Audrey ini di berita yang beredar adalah seorang anak super jenius, yang sempat ditarik oleh Badan Antariksa Amerika NASA, bergaji ratusan juta sebulan dan kemudian bertemu Jokowi di KTT Osaka. Ujung-ujungnya, promosi Audrey untuk jadi Menteri termuda di kabinet kerja.

Dan benar saja.

Klarifikasi kemudian berdatangan, karena kenyataan tidak sebombastis yang diberitakan. Apalagi sampai ketemu Jokowi segala. Audrey masih mengikuti pendidikan S1 di Amerika. Dan semua yang kemarin menyebarkan dengan rasa bangga, mendadak tersipu malu karena sudah menyebarkan berita yang tidak benar.

Era media sosial ini memang membuat kecepatan jari kita secepat cahaya. Belum sempat berpikir, sudah ter-share ke mana-mana. Kadang dibumbui pertanyaan naif, "Benarkah ini?" Kita tidak punya waktu sedikit saja untuk menunggu atau bahkan mencari info berita yang benar. Semakin cepat kita menyebarkan, semakin bangga kita. "Gua udah tahu lebih dulu dari kalian." Begitu pesan yang ingin disampaikan..

Pada intinya, kita butuh drama. Kalau Audrey Yu jenius saja, tidak menarik banyak perhatian. Tapi harus dikasih bumbu dengan aroma tajam seperti "NASA", "Gaji ratusan juta" sampai "Ketemu Jokowi" segala. Jadilah berita itu bagai sepiring rendang di atas meja, yang disantap dengan lahap sambil mendesuh desuh kepedasan tetapi nikmat.

Kelak akan ada berita viral seperti itu lagi dengan aktor berbeda. Mungkin tentang anak muda berkaki ayam, seorang nenek yang masih perawan atau cerita si botak berambut panjang.

Dan kita akan men-share lagi dengan kecepatan yang setara dengan ribuan cahaya. Tentu ditambah komen-komen yang menjadi penyedap rasa.

Dan ketika kita tahu bahwa kita salah, kita lalu sibuk mencari kampret hitamnya.

"Maksudnya kambing hitam?"

"Dulu namanya kambing, sesudah ambil jurusan penerbangan, berubah jadi kampret."

Dan kuseruput kopiku dengan tenang.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.