Jakarta - Kasubdit (Kepala Sub Direktorat) Kementerian Sosial Cup Santo mengungkapkan dampak mengerikan keturunan dari pernikahan sedarah, diantaranya akan menghambat tumbuh kembang dan memicu kerusakan baik secara fisik maupun psikis keturunan tersebut.
Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber dalam acara diskusi publik Stop Pernikahan Sedarah dan Pernikahan Dini di Gedung Kementerian Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) di Jakarta Pusat, Jumat, 27 Juli 2019.
Pria berkacamata itu mengatakan jika melangsungkan pernikahan dini atau sedarah harus siap menerima akibatnya, baik secara fisik maupun psikis anak.
Sebagai anak yang lahir dari pernikahan sedarah, secara fisik akan merusak organ intim dan hilangnya orgasme perempuan yang melahirkan. Selain itu, bayi rentan lahir dalam kondisi cacat.
Sedangkan secara psikis bagi pelaku akan merasa trauma, emosi tidak normal yang menghambat proses tumbuh kembang orang tersebut, dan menimbulkan penyesalan yang mengakibatkan pelaku sekaligus korban akan menjadi pribadi yang tertutup.
Dampaknya tidak hanya dirasakan calon orang tua, tapi juga calon bayi, yakni dagu agak panjang, tidak normal, tengkorak yang tidak beraturan, si anak akan mengalami albino, anggota badan yang menyatu, hemofilia, bentuk badan yang asimetris hingga mengalami gangguan imunitas (kekebalan tubuh).
Merujuk Hasil penelitian dari fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Santo mengatakan tingkat pernikahan usia dini usia kurang dari 15 tahun di Indonesia sebanyak 46 persen. Angka itu lebih tinggi dibanding menikah sesuai batas umur.
Melihat angka yang cukup tinggi itu, pihak kementerian KPPA Rohika mengungkapkan soal rencana untuk merevisi undang-undang yang mengatur pernikahan, khusunya pernikahan sedarah yang sebelumnya dituangkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
Lima Tindakan Cegah Pernikahan Dini
Selain itu, KPPA juga tengah membidik lima hal untuk mencegah pernikahan dini yaitu, akan membuka forum bagi pelopor maupun pelapor dari perspektif teman sebaya, mulai dari tingkat desa hingga provinsi.
Selanjutnya, akan membidik keluarga sebagai pihak yang memberikan ijin pertama atas keberlangsungan pernikahan. Dalam hal ini yang menjadi sasaran adalah mengubah mindset orang tua dengan membuka layanan konsultasi anak.
. Yang terakhir adalah . []Kemudian, menciptakan sekolah ramah anak, yaitu sekolah yang membuka ruang bermain ramah anak diseluruh Indonesia dan mengurangi kontaminasi gadget. Yang terakhir adalah menciptakan pusat kreatifitas anak dengan jaringan media yang ramah anak dan informasi hang ramah anak. []
Baca juga: