Mentawai - Anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) Kepolisian Sektor Sioban, Mentaawai, Bripka Ade Nofianto, 38 tahun, menciptakan inovasi di luar tugas dengan membuat penangkap sinyal internet berkualitas 4G dari perkakas dapur.
Ade memiliki alasan membuat penangkap jaringan internet tersebut. Ia mengaku inovasinya dibuat karena harus mengirim laporan kegiatan ke media sosial.
Saya kasihan juga melihat istri saya harus mencari jaringan nirkabel untuk mempromosikan usahanya, ditambah dia juga seorang guru yang belajar secara daring.
"Tugas saya sebagai polisi, terutama Bhabinkamtibmas membuat saya harus rutin mengirimkan laporan kegiatan melalui aplikasi media sosial ke pimpinan. Namun, di sana jaringan internet susah," kata Ade kepada Tagar, Minggu, 15 November 2020.
Seiring berjalan waktu, perangkat yang ia gunakan itu juga dimanfaatkan oleh sang istri berprofesi sebagai guru dan berjualan dalam jaringan (daring) sebagai penambah biaya kebutuhan sehari-hari.
Baca juga:
- Industri Internet di Asia Tenggara Tembus Rp 1.473 Triliun
- Padang Sediakan Internet Gratis di Kantor Camat dan Lurah
- Kemendikbud Kembali Salurkan Kuota Internet dan Tambah Aplikasi-Situs yang Diakses
"Saya kasihan juga melihat istri saya harus mencari jaringan nirkabel untuk mempromosikan usahanya, ditambah dia juga seorang guru yang belajar secara daring. Selama pandemi Covid-19 ini, apapun kan serba daring, akhirnya jaringan menjadi lemot," katanya.
Mulanya, kata Ade, dirinya berusaha mencari ide agar sinyal 4G yang ada di Desa Nenemleleu dan Matobe di Pulau Sipora ini bisa didapatkan. Sementara di Desa Sioban tempat tinggalnya tidak ada sinyal 4G.
Di tempatnya hanya ada jaringan telepon, itu pun hanya provider Telkomsel. Sementara untuk jaringan internet tidak ada sama sekali. Untuk membuat penangkap sinyal itu, Ade menggunakan sejumlah perakatan seperti alat seperti, kuali aluminium, antena tv dan rangkaian gulungan tembaga yang dipasang di atas tiang, namun hasil itu gagal.
"Saya lihat cara membuat penangkap sinyal internet itu dari YouTube, saya coba, namun percobaan pertama saya gagal," katanya.
Tak patah arang, pria telah bertugas di Kepolisian Resor Kepulauan Mentawai sejak tahun 2015 tersebut disarankan oleh seseorang untuk membaca hukum frekuensi atau gelombang karya salah seorang ilmuwan Jerman, Heinrich Rudolf Hertz.
Dari sana, dia mendapatkan tutorial membuat antena penangkap sinyal digabungkan dengan kabel antena televisi. Kabel tersebut kemudian dimasukkan dalam kotak induksi agar gawai bisa menangkap sinyal kualitas 4G dan menjadi hotspot.
"Setelah membaca buku tersebut, saya kembali mencoba membuat antena tersebut. Waktu saya habis di gudang saja selama 40 hari itu, pulang kerja ke gudang, pulang kerja ke gudang, istri sempat kesal juga sih dan menyuruh saya tidur di gudang saja," kata dia.
Selain menggunakan metode lama tersebut, saat ini dia juga berinovasi dengan menggunakan tembaga yang dililitkan ke pipa pendingin ruangan (AC), meskipun dirinya tetap bergantung ke pemancar yang memiliki sinyal 4G.
"Untuk wilayah Sioban, ada dua pemancar yang bisa diambil frekuensinya, yaitu di Desa Matobe dan Desa Nemnemleleu. Agar bisa mengambil frekwensi gelombang sinyal, maka batas maksimum jarak pemancar dengan jarak ditarik lurus sejauh tiga kilometer," tuturnya.
Kini, berkat jerih payahnya siang malam, sebanyak 100 Kepala Keluarga (KK) di Desa Sioban sudah bisa memanfaatkan hasil karya ciptaaannya tersebut dan diberdayakan secara swadaya. []