Carter, Mantan Presiden Amerika Serikat Penyintas Kanker

Jimmy Carter, mantan presiden Amerika Serikat ke-39, merupakan mantan presiden yang pertama kali mencapai tonggak usia itu
Mantan Presiden AS, Jimmy Carter, dalam acara tahunan Carter Town Hall di Universitas Emory, Atlanta, 18 September 2019 (Foto: voaindonesia.com/AP).

Washington DC - Ketika VOA melakukan wawancara eksklusif dengannya September tahun lalu, menjelang ulang tahun yang ke-95, Jimmy Carter, mantan presiden Amerika Serikat ke-39 (20 Januari 1977 - 20 Januari 1981) menunjukkan Carter merupakan mantan presiden yang pertama kali mencapai tonggak usia itu. Ketika itu dia mengisyaratkan bahwa kondisi fisiknya semakin renta seiring bertambahnya usia.

“Beberapa bulan lalu saya jatuh dan pinggul kiri saya patah,” ujar Carter, yang sejak 2015 dikenal sebagai penyintas kanker. “Saya belajar bagaimana jalan kembali, jadi kini langkah saya sedikit demi sedikit dibatasi. Namun, secara mental saya masih aktif dan terlibat dalam urusan-urusan di Carter Center ketika saya diperlukan.”

Beberapa hari setelah wawancara itu Carter jatuh lagi di rumahnya di Plains, Georgia. Cedera akibat jatuh itu tampak jelas ketika ia datang dalam acara tahunan “Habitat for Humanity Jimmy and Rosalynn Carter Work Project” di Nasville, Tennessee.

“Kemarin saya jatuh dan kening saya cedera, mata saya memar, tetapi saya baik-baik saja,” ujarnya dalam konferensi pers di sela-sela kegiatan pembangunan rumah itu. “Saya merasa cukup baik untuk ikut membangun rumah ini.”

Pemeriksaan kesehatan lebih jauh menunjukkan cedera yang dideritanya membuat terjadinya penumpukan darah di otak, yang mengharuskannya menjalani pembedahan dan pemulihan dalam waktu lama.

“Ia [Carter-red] harus berjuang untuk memulihkan bicara dan mobilitasnya,” ujar penulis biografinya, Jonathan Alter, dalam wawancara dengan VOA lewat Skype. Alter mengatakan saat merayakan ulang tahunnya yang ke-96 pada 1 Oktober ini, kesehatan Carter tidak lagi prima. Pembatasan fisik di tengah pandemi menimbulkan dampak pada jadwalnya yang sibuk.

“Covid membuatnya frustrasi,” ujar Alter. “Ia tidak suka beribadah lewat Zoom. Ia suka pergi ke Maranatha Baptist Church. Ia tidak lagi bisa mengajar kelas Minggu, suatu hal yang sangat penting baginya,” tambahnya.

Alter, yang sejak 2015 beberapa kali mewawancarai Carter untuk biografi baru mantan presiden itu, mengatakan bahwa Carter masih terlibat di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Carter Center yang memimpin upaya memberantas penyakit cacing Guinea dan penyakit Robles atau “river blindness” – suatu penyakit kebutaan akibat infeksi cacing, dengan gejala gatal-gatal parah dan benjolan di bawah kulit. Ini merupakan upaya utama LSM itu selain inisiatif kesehatan dan perdamaian lainnya.

“Bahkan saat ini ketika sedang berbicara, ia sedang menelpon para donor,” ujar Alter, yang menambahkan bahwa Jimmy dan Rosalynn Carter juga mengamati dengan seksama kampanye pemilu presiden 2020 dan menjamu beberapa kandidat calon presiden yang ingin meraih nominasi Partai Demokrat sebagai calon presiden, di kediamannya di Georgia.

Diwawancarai VOA melalui Skype dari kediamannya di Minnesota, mantan wakil presiden Walter Mondale yang bekerja sama dengan Carter pada 1977-1981 untuk menormalisasi hubungan dengan China dan perundingan antara Mesir-Israel yang tertuang dalam Camp David Accords, mengatakan “Carter selalu jujur, cerdas dan mempelajari isu-isu yang menjadi pertanyaan utama.”

Dia menambahkan, bahwa ia selalu meminta nasehat Carter, yang tiga tahun lebih tua padanya, tentang panduan menjalani hari tua.

“Saya akan mencari tahu dan mendapatkan nasehat tentang hal itu,” ujar Mondale. Ditambahkannya, “ini luar biasa, pada usia 96 tahun ia masih kuat, ingin menjadi bagian dari banyak hal, mempelajari seluruh isu, dan masih menjadi memikirkan isu-isu di negara kita.”

Isu-isu ini mencakup peran baru Carter Center, yang berencana untuk memusatkan perhatian pada pemilu presiden Amerika November ini, yang pertama bagi organisasi yang selama ini memonitor lebih dari 100 pemilu presiden yang bermasalah di luar negeri (voaindonesia.com/em/pp).

Berita terkait
Berjuang Lawan Kanker, Hakim Agung AS, Ruth Bader Meninggal
Hakim Agung AS, Ruth Bader Ginsburg akhirnya meninggal dunia setelah bertahun-tahun berjuang untuk menyembuhkan kanke.
Pentingnya Lapor Efek Samping Obat Bagi Pasien Kanker
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Dokter Aru menilai pentingnya pasien kanker melaporkan efek samping obat yang dikonsumsi.