Cara Unik Menjual Televisi Bekas di Yogyakarta

Seorang pedagang televisi bekas di Yogyakarta memajang dan menyetel televisi jualannya di trotoar dekat lampu pengatur lalulintas.
Sejumlah televisi bekas disetel di trotoar Jl Taman Siswa untuk menarik pembeli, Rabu, 30 September 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta – Belasan televisi berjejer di trotoar, di sekitar lampu pengatur lalu lintas perempatan Tungkak, tepat di ujung Jl Taman Siswa Yogyakarta. Beberapa di antaranya tampak menyala dan memutar siaran dari beberapa stasiun televisi.

Seorang pria terlihat sibuk di tempat itu. Dia mengangkat televisi dari dalam rumah kecil yang terletak di sudut Jl Taman Siswa, kemudian mengaturnya berdekatan dengan beberapa televisi lain yang sedang memutar siaran.

Tangannya lincah menancapkan colokan kabel televisi ke dalam stop kontak yang sudah disiapkan. Tak lama kemudian dia mengubah letak antenna berbentuk bulat yang terhubung dengan bagian belakang pesawat televisi, mencoba mencari posisi terbaik untuk menghasilkan gambar terjernih.

Setelah gambar siaran televise itu dirasa cukup jernih dan jelas, pria itu, Koko, kembali masuk ke dalam rumah di sudut, lalu kembali keluar dengan membawa pesawat televisi lain.

Malam itu, Rabu, 30 September 2020, beberapa calon pembeli televisi tampak mengantre, menunggu Koko merampungkan pekerjaannya mengatur dan menyetel televisi-televisi itu di trotoar jalan.

Mereka terlihat saling tawar menawar, hingga akhirnya harga salah satu unit televisi disepakati. Kedua pria pembelinya bergegas pergi sambil membawa televisi yang telah dibelinya.

Saat Koko terus mengeluarkan televisi-televisi lain dari dalam rumah, seorang pengamen cilik tampak serius menonton acara yang diputar di salah satu televisi itu. Gitar kecilnya didekapnya di dada, lalu dia berjongkok di depan televisi berukuran kecil itu.

Cerita Penjual Televisi di Yogyakarta (2)

Seorang bocah pengamen terlihat serius menonton siaran televisi yang diputar oleh Koko, penjual televisi bekas di perempatan Taman Siswa, Yogyakarta, Rabu, 30 September 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana).

Deru knalpot kendaraan yang melintas beberapa meter di samping kirinya tak dihiraukan. Koko sibuk dengan pekerjaannya, sementara si pengamen kecil asyik menonton.

Cara Unik Menggaet Pembeli

Beberapa pengguna jalan yang berhenti saat lampu pengatur lalulintas sedang menyala merah memanfaatkan waktu yang hanya sejenak itu denga menonton siaran televisi di tempat itu. Kemudian bergegas tancap gas saat lampu menyala hijau.

Koko mengaku sudah cukup lama berjualan di lokasi itu, sekaligus memajang televisi-televisi jualannya di trotoar, sambil berharap ada calon pembeli yang singgah.

“Jualan tivi di perapatan Tamansiswa sejak 2014. Sejak dulu jualannya di pinggir jalan gini. Dulu malah masih banyak rumah-rumah (di samping jualannya),” kata Koko setelah menyelesaikan pekerjaannya mengatur dan menyetel televisi-televisi itu.

Lakunya ya Alhamdulillah, iso nggo (bisa untuk) memenuhi kebutuhan keluargalah, istri dan anak.

Koko menceritakan, seluruh televisi yang dijualnya merupakan televisi model lama, yakni menggunakan tabung kaca sebagai layarnya. Salah satu alasan memilih televisi tabung sebagai bahan jualan adalah lebih awet jika dibandingkan dengan televisi model baru yang menggunakan LCD.

“Aman, ora gampang rusak (tidak gampang rusak). Bandel. Kita rung lahir wis ono tivi ngene iki (Kita belum lahir televisi seperti ini sudah ada),” ucap Koko yang mengaku rezekinya cukup lancar karena tak jarang bersedekah ini.

Koko mematok harga yang cukup terjangkau untuk televisi-televisi bekas yang dijualnya, yakni mulai harga Rp 250 ribu untuk televisi ukuran 14 Inchi.

Harga itu sudah termasuk remote televisi baru, satu antena kecil baru, dan garansi pemakaian selama satu bulan sejak tanggal pembelian.

“Saya kasih remote baru, antena baru, plus garansi, kalau rusak saya ganti selevel merk tivinya. Garansinya satu bulan full. Selebihnya kalau ada apa-apa ya minta tolong ke sini juga bisa. Koyo iki mau wis ono setahun lebih terus rusak (Seperti ini tadi, sudah dibeli setahun kemudian rusak),” ucapnya lagi.

Untuk televisi yang sudah lewat dari waktu garansi yang diberikan, Koko bersedia memperbaiki dengan tambahan biaya yang cukup terjangkau.

Sementara, untuk televisi berukuran besar, yakni 21 Inchi, dia mematok harga mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu, tergantung merk dan kualitasnya.

“Yang paling tinggi yang perakitan model terakhir pabrik, modele flat slim, kalau percepatan ya Rp 700 ribu. Itu rakitan untuk tabung terakhir. Kalau yang kecil, percepatan Rp 225 ribu ya nggak apa-apa, asal ambil 10 biji. Percepatan lho ya. Bisnis namanya. Aku yo mung melu-melu bakul, percepatan, tak pikir-pikir yo masuk akal (Saya Cuma ikut-ikutan para penjual, percepatan saya pikir masuk akal juga).”

Yang dimaksud percepatan oleh Koko adalah pembelian dalam jumlah cukup banyak, agar modalnya lebih cepat terputar.

Cerita Penjual Televisi di Yogyakarta (3)

Koko sedang mengatur letak antena kecil pada pesawat televisi bekas yang dijualnya, agar gambar yang ditampilkan menjadi lebih jernih, Rabu, 30 September 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Tapi Koko mengaku tidak bisa memastikan jumlah televisi bekas yang terjual setiap malam. Yang jelas, kata dia, setiap malam pasti ada yang laku. “Rezeki dari keluarga, anak istri, udah gitu aja. Asal kita punya istri yo kudu sregep nyambut gawe sekeahliane (rajin bekerja sesuai keahlian), asal ra (tidak) melanggar hukum dan halal”.

Saat ini dirinya menggandeng seorang teknisi televisi untuk memperbaiki kerusakan pada televisi yang baru dibelinya atau yang telah dibeli oleh pelanggan, termasuk dalam menerima perbaikan televisi.

“Kalau servis ada teknisi saya. Kalau saya di sini mata pencahariannya cuma jualan. Jual beli. Kalau servis ada pak dokter tivinya sendiri,” ucapnya lagi.

Koko berpendapat dengan adanya pelayanan garansi dan servis tersebut, pelanggan menjadi lebih percaya. Tapi hal itu sekaligus menjadi tanggung jawab berat untuknya. “Kalau disuruh servis ya mau, malah besok langsung jadi. Dengan catatan mesinnya belum diobok-obok bengkel. Malam ditinggal, besok sudah jadi,” ucapnya melanjutkan.

80 Persen Pembeli Mahasiswa

Koko melanjutkan ceritanya. Menurutnya selama ini dirinya buka, dalam artian menyetel televisi di trotoar dan memajang barang-barang jualannya sejak sehabis Magrib hingga larut malam.

Cerita Penjual Televisi di Yogyakarta (4)Koko membawa satu unit televisi dari dalam rumahnya untuk disetel di trotoar sebagai salah satu cara menarik calon pembeli, Rabu, 30 September 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Meski demikian jika ada pelanggan yang datang pagi atau siang hari, dirinya tetap melayani. Tapi memang omzetnya lebih banyak di malam hari.

“Tapi pasarnya memang habis Magrib, penjualan yang laris memang malam, karena masyarakat, pembeli, tahunya bukanya malam. Siang buka tapi omzetnya lebih ramai malam,” kata bapak dengan empat orang anak ini.

Dia mengaku pintu rezekinya mulai terbuka setelah menikah dan memiliki anak. Saat masih bujangan, lanjutnya, untuk membeli barang-barang pun cukup sulit. Tetapi sejak menjual televisi bekas dan memiliki anak, rezekinya mengalir cukup lancar.

“Anak itu bawa rezeki. Dulu masih bujangan ya nggak bisa beli apa-apa. Keahliannya yo mung bakul (ya Cuma menjual). Garisnya Allah memang harus seperti ini, yo wis jalani wae (ya sudah dijalani saja). Awalnya ya harus babat alas (membuka lahan).”

Hal yang dikhawatirkan oleh Koko dalam menjual televisi bekas adalah saat musim hujan tiba. Saat hujan turun, otomatis dia harus mematikan seluruh televisi yang dipajangnya dan kembali membawa masuk ke dalam rumah.

“Kalau hujan wis wassalam, ya udah langsung kita masukin. Tapi ya nggak apa-apa, kersane (kemauannya) Gusti Allah. Tetap ada pembeli,” kata dia lagi.

“Pembeli kebanyakan 80 persen anak mahasiswa, 20 persen orang lokal. Kita beruntung Jogja kota pelajar, banyak mahasiswanya.” []

Berita terkait
Fungsi dan Filosofi Alun - Alun Keraton Yogyakarta
Ada sejumlah filosofi dalam pembangunan alun-alun Keraton Yogyakarta, baik Alun-alun Selatan maupun Alun-alun Utara.
Menunggu Pagi di Kebun Tembakau Posong Temanggung
Kawasan perkebunan tembakau di Posong, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, memiliki pemandangan yang eksotis, khususnya saat matahari terbit.
Cerita Keluarga Pelaut yang Pulang Tinggal Jenazah
Beberapa pelaut tidak pernah pulang kembali pada keluarganya akibat kecelakaan atau sakit selama berada di laut dalam.