Buruh di Jatim Tolak Impor Tenaga Kerja Asing

Ratusan buruh menggelar aksi di depan kantor Gubernur Jatim. Minta pemerintah batalkan revisi UU Ketenagakerjaan.
Buruh menggelar aksi di depan kantor Gubernur Jatim. (Foto: Tagar/Adi Suprayitno)

Surabaya - Ratusan buruh dari Sidoarjo dan Gresik menggelar aksi di depan kantor Gubernur Jawa Timur. Mereka meminta pemerintah membatalkan rencana revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketua Konsulat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sidoarjo Khoirul Anam menilai revisi undang-undang itu sangat merugikan buruh. Buruh merasa tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan revisi undang-undang yang sudah masuk dalam prolegnas.

Dia mendapat bocoran bahwa dalam revisi tersebut Tenaga Kerja Asing (TKA) diberi kebebasan. "Artinya impor TKA tidak lagi dibatasi dengan beberapa syarat sebelum bekerja di Indonesia," ujar Anam, Kamis 18 Juli 2019.

Selain itu, jumlah pesangon buruh dikurangi. Di mana aturan sebelumnya pengusaha wajib membayar pesangon sembilan kali gaji menjadi lima kali gaji. "Pasal-pasal atau poin terkait revisi ini sebagian besar berpihak kepada pengusaha," tegasnya.

Kami berpendapat pemerintah saat ini pelayanan kapitalis, dan memiskinkan pekerja

Ironisnya posisi tertentu yang seharusnya hak pekerja lokal diberikan kepada pasar. Namun di tengah sistem tenaga kerja jauh layak, dan pengawas ketenagakerjaan yang belum maksimal, akan mengacaukan sistem perburuhan di Tanah Air. 

"Kami berpendapat pemerintah saat ini pelayanan kapitalis, dan memiskinkan pekerja," tuturnya.

Selain itu, para buruh yang terdiri dari 24 serikat ini juga menagih hasil kesepakatan antara serikat buruh dengan Pemprov Jawa Timur saat May Day lalu. "Terkait hasil May Day 2019 yang sampai saat ini belum ada progres. Kami berharap segera ada progres," tuturnya.

Sembilan poin itu diantaranya:

1. Menolak Permenkes 51 tentang urun biaya dan selisih biaya.

2. Revisi Permenaket Nomor 12 Tahun 2013 tentang item komponen hidup layak (KHL). Harapannya 60 item menjadi 80 item, karena dari amanat PP 78 di tahun 2020 harus ada revisi terkait item KHL tersebut.

3. Segera revisi surat edaran Makamah Agung No 3 Tahun 2015 dan Nomor 8 Tahun 2018 tentang upah proses. Karena itu bertentangan dengan keputusan Makamah Konstitusi No 12/PUU Tahun 2011 yang mana upah proses itu harus ada keputusan incracht.

4. Tentang pemeretaan UMSK tidak hanya di ring satu. Tapi juga beberapa daerah yang ada perusahaan besar, seperti Paiton, Tuban, dan Semen Gresik.

5. Terkait Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Saat ini keberadaan perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP) di Jatim ini cukup meresahkan.

Karena banyak pekerja yang berada di PPJP ini tidak terlindungi jaminan haknya baik secara upah dan jaminan sosial. Kemudian magang tidak berada di Jatim. Karena magang yang ditetapkan disalahgunakan.

Banyak yang justru dimanfaatkan seperti pekerja. Tidak lagi 60 persen teori, 40 persen praktik. Tapi 100 persen praktik. Begitu pun dengan penerimaan TKA harapannya yang mencari pekerjaan di Jatim minimal harus berbahasa Indonesia.

6. Badan pengawas rumah sakit (BPRS) segera dibentuk. Di Jatim ada delapan daerah yang belum membentuk bentuk BPRS.

7. Berharap gubernur segera menerbitkan surat edaran kepala daerah dan organisasi perangkat daerah untuk menekan, atau imbau perusahaan yang belum ikutkan perusahaannya BPJS segera mendaftarkannya.

8. Perbaikan tenaga pengawas.

9. Segera menjadikan jaminan pesangon dalan peraturan daerah (perda). Agar pekerja menjadi tenang. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.