Bupati Bantul Batalkan IMB Gereja yang Ditolak Warga

Bupati Bantul Suharsono membatalkan IMB Gereja Pantekosta di Indonesia di Kampung Gunung Bulu.
Bupati Bantul, Suharsono (kanan) didampingi Bambang Guritno selaku Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Bantul (kiri) saat memberikan keterangan kepada pers di kompleks Kantor Bupati Bantul, Senin, 29 Juli 2019. (Foto: Tagar/Sutriyati)

Bantul - Bupati Bantul Suharsono membatalkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Kampung Gunung Bulu, Dusun Bandut Lor, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Bantul, DIY yang sebelumnya ditolak warga setempat.

Bupati menyatakan, pada dasarnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul mempermudah agama apapun yang diakui legalitasnya di Indonesia untuk mengurus izin pendirian rumah ibadat.

Hanya saja, ada empat persyaratan yang harus dipenuhi, sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Empat persyaratan yang dimaksud dalam Pasal 28, pada intinya adalah bangunan didirikan sebelum tahun 2006; bangunan digunakan sebagai tempat ibadah secara terus-menerus atau permanen, bercirikan tempat ibadah, dan memiliki nilai sejarah. Sedangkan dalam kasus GPdI, menurutnya, ada dua persyaratan yang tak terpenuhi.

"Sebenarnya pihak gereja juga sudah mengakui, gereja itu tidak dipakai secara terus-menerus, hanya sebulan itu dua hingga tiga kali. Itu jelas-jelas pelanggaran yang kasat mata," kata bupati saat ditemui di kompleks kantor Bupati Bantul, Senin 29 Juli 2019.

Pelanggaran ke dua, lanjut Suharsono, gereja dan rumah tinggal menjadi satu. Padahal seharusnya, bisa terpisah antara tempat ibadah dengan tempat tinggal, meskipun berada dalam satu kompleks.

"Bukan berarti saya cabut terus saya blacklist, tidak. Silakan diajukan unsur-unsur apa yang masih kekurangan dari persyaratan itu. Silakan mengajukan lagi," ucap Suharsono.

Jangan sampai konsep yang sudah bagus ini menjadi ternoda karena satu masalah ini, sesuatu yang tak memenuhi kriteria

Pembatalan penetapan GPdI Sedayu sebagai rumah ibadat yang sebelumnya mendapat fasilitas penerbitan IMB itu tertuang dalam Keputusan Bupati Bantul Nomor: 345 Tahun 2019, dengan nomor register: 0116/DMPT/212/1/2019.

Sementara ditanya terkait alasan bisa terbitnya IMB pendirian Rumah Ibadat untuk GPdI Sedayu sebelum akhirnya dicabut, Bambang Guritno selaku Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Bantul berdalih, ketika itu, pengajuan IMB dilakukan secara massal.

Mengingat, dalam waktu yang hampir bersamaan dengan permohonan itu, ada 726 musala/masjid, 24 gereja Protestan dan sekitar 15 gereja Katolik.

Bambang menduga, ada ketidakcermatan dari tim terpadu saat melakukan verifikasi terkait dengan kriteria pendirian rumah ibadat.

Oleh karenanya Bambang berharap, permasalahan tersebut tak dianggap sebagai bentuk tidak toleran. Terlebih sebelumnya Bupati Bantul pernah mendapatkan penghargaan tingkat Nasional dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena dianggap mampu memunculkan kebhinnekaan, toleransi, harmonisasi, saling pengertian, dengan terbitnya Perbup No. 98 Tahun 2016.

"Jangan sampai konsep yang sudah bagus ini menjadi ternoda karena satu masalah ini, sesuatu yang tak memenuhi kriteria," katanya.

Sebelumnya pada 10 Juli 2019, saat ditemui Tagar, pendiri GPdI Sedayu, Pendeta Tigor Yunus Sitorus mengaku, sejak Januari 2019, pihaknya telah mengantongi IMB sebagai gereja, sehingga mulai April 2019, tempatnya dijadikan rumah ibadat tetap. []

Baca juga:

Berita terkait