Buka Transportasi, Kebijakan Bagai Buah Simalakama?

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah menilai Pemerintah tidak konsisten dalam program pemutusan mata rantai Covid-19 di Indonesia.
Industri transportasi di Amerika Serikat, termasuk maskapai penerbangan hampir runtuh akibat imbas pandemi Covid-19. (Foto: Getty Images|BBC News).

Pematangsiantar - Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah, menilai pemerintah tidak konsisten dalam program pemutusan mata rantai penularan Covid-19 di Indonesia. Pasalnya, Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, membuka kembali moda transportasi di tengah pandemi wabah ini.

Kebijakan pemerintah itu dinilai seperti 'buah simalakama' karena pertimbangan untuk membuka akses itu semata-mata hanya untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia. Namun, Trubus mengatakan keselamatan masyarakat pun harus dipertimbangkan.

"Pertimbangannya memang ekonomi, karena ekonomi ini korbannya memang jauh lebih mengerikan daripada memutus mata rantai Covid-19. Semuanya bertolak-belakang, kan jadi bingung kita. semua ini serba kontradiksi, serba ironis. Seperti buah Simalakama," katanya dihubungi Tagar, Sabtu, 9 Mei 2020.

Dia menjelaskan, kebijakan dalam situasi pandemi ini sesungguhnya tidak ada yang ideal. Paling tidak, kata dia, dampak sosial ekonomi, serta kesehatan juga harus menjadi pertimbangan bagi Pemerintah.

Menurut Trubus, pemerintah terlihat tidak konsisten dalam hal penanganan Covid-19. Karena, sesuai Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 sudah dinyatakan melarang aktivitas mudik atau pulang ke kampung halaman.

"Menurut saya ada inkonsistensi kebijakan. Karena di Permenhub 25 memang sudah ditetapkan bahwa mudik itu dilarang. Kalau kemudian sekarang ada diskresi-diskresi dan pengecualian-pengecualian lagi, maka tentu kemudian ini menjadi aktivitas atau mobilitas masyarakat jadi semakin bertambah lagi," ujarnya.

Dia menegaskan, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seyogiyanya sudah tepat untuk membatasi aktivitas masyarakat. Melihat persoalan ini, lantas dia mengatakan bahwa misi pemerintah dalam memutus penyebaran Covid-19 mustahil akan terjadi.

"Karena kan konsteksnya sebenarnya kita PSBB. Jadi PSBB itukan membatasi orang untuk beraktivitas, dengan adanya Permenhub 25 yang di revisi maka otomatis kemudian kita dalam rangka untuk mencegah penyebaran Covid-19 itu harapannya seperti 'mission impossible' jadinya," kata dia.

Harapan masyarakat terhindar dari Covid-19, kata dia, semakin jauh dari keinginan selama ini. "Makin jauh harapan kita, karena makin banyak diskresi dan pengecualian yang diberikan kepada masyarakat untuk bisa mudik akan menjadi kesulitan sendiri ketika mudik itu sampai di kampung halamannya. Kemudian ini akan menularkan Covid-19 ke keluarga dan lingkungannya," ucap Trubus.

Trubus juga membantah pernyataan Budi Karya membuka moda transportasi hanya ingin menyelamatkan ekonomi negara. PSBB katanya, sudah tepat untuk hal itu. "Tidak tepat menurut saya. Karena pertimbangannya ekonomi, menurut saya PSBB pun sudah merupakan pertimbangan ekonomi. Tapi kalau banyak yang dikasih kelonggaran atau banyak yang di rileksasi, itu akhirnya menjadikan kebingungan di masyarakat sendiri," ujarnya.

Kemudian, hal itu juga akan menunjukkan ketidakadilan bagi masyarakat. Apalagi yang sudah terlanjur mudik, kemudian ditengah jalan harus putar balik dan kembali ke kota asal. "Kemudian yang menjadi masalah, bagaimana orang-orang yang terlanjur mudik tetapi kemudian disuruh putar balik. Ini secara tidak langsung ada ketidakadilan, merasa diperlakukan tidak sama rata. Karena yang naik pesawat enggak mungkin disuruh putar balik," katanya.

Ketidakadilan itu, kata Trubus, karena adanya pengecualian bagi orang-orang yang hendak mudik, yakni melalui penerbangan. Kendati demikian, mobilitas masyarakat pun semakin bertambah.

"Adanya pengecualian, salah satunya adalah lewat jalur udara, artinya masyarakat masih bermobilitas. Dengan itu artinya penyebaran Covid-19 jadi makin bertambah banyak. Masalahnya sekarang jalurnya semakin banyak. Covid-19 ini hanya dengan satu orang saja, yang tertular bisa banyak. Ketakutan masyarakat ini kan itu," ucap Trubus. []

Berita terkait
PSBB Surabaya Raya Diperpanjang Sampai 25 Mei
Perpanjangan PSBB di Surabaya Raya berdasarkan telaah dari pakar epidemologi menyebutkan PSBB 14 hari tidak cukup menghentikan pandemi Covid-19.
Jabar Akan Terapkan PSBB Tingkat Provinsi 6 Mei 2020
Pemprov Jabar akan terapkan PSBB tingkat provinsi mulai Rabu 6 Mei 2020, didasari oleh kebutuhan mendesak pengajuan kepada pemerintah pusat
PSBB Surabaya Raya Diperpanjang Sampai 25 Mei
Perpanjangan PSBB di Surabaya Raya berdasarkan telaah dari pakar epidemologi menyebutkan PSBB 14 hari tidak cukup menghentikan pandemi Covid-19.