Jakarta - Sebelum dan setelah Pemilu 2019, semburan dusta terus bertebaran. Kabar bohong bertebaran dengan pola yang terstruktur, diulang-ulang, dan mengaduk-aduk emosi serta kepercayaan seseorang. Namun, semburan dusta atau kebohongan tidak akan bisa mencapai kemenangan politik di Indonesia. Hal ini disampaikan Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia Budiman Sudjatmiko.
"Kami menganalisa karena masyarakat di Indonesia kita bisa mengalahkan semburan dusta, maka semburan dusta di Indonesia tidak bisa mencapai kemenangan politik," kata Budiman saat menghadiri Forum Inovator 4.0 Indonesia bertajuk "Kecerdasan Buatan dan Biopolitik; Membangun Masyarakat Kebal Semburan Dusta", mengutip Antara di Jakarta, Minggu, 16 Juni 2019.
Baca juga: Saat Pertama Masuk LP Cipinang
Dia mengatakan masyarakat Indonesia mampu mengalahkan semburan dusta atau firehose of falsehood sepanjang penyelenggaraan Pemilu 2019.
"Kebohongan jumlahnya tidak terhingga dan bisa disebarkan siapapun menggunakan berbagai saluran," ujarnya.
Ia menambahkan semburan dusta semakin subur saat masyarakat penerimanya menyukai kabar bohong asal menyenangkan. Padahal, kata dia, daya rusak semburan dusta begitu nyata, memengaruhi individu hingga bisa merusak tatanan sosial suatu bangsa.
"Semburan dusta ini tidak berhenti dan bikin kecanduan," ungkap Budiman.
Oleh karena itu, Budiman menyerukan Indonesia harus membangun sumber daya manusia yang kebal semburan dusta dengan membuat gerakan studi otak dan genetik manusia.
Dia mengajak inovator di dalam dan luar negeri untuk terlibat dalam gerakan studi otak dan genome tersebut.
Baca juga: PPI Pertemukan Budiman Sudjatmiko dan Rocky Gerung
"Kita pasti bisa. Dulu sejarah kebebasan, lalu awal 2000 kita masuk era keadilan, sekarang Indonesia harus masuk masanya kemajuan," ungkap Budiman.
Selain Budiman, hadir juga sebagai narasumber dalam forum itu yakni ahli neuro sains dari Tokyo University Hospital, DR Ryu Hasan; Kandidat Doktor dalam Rekayasa Genetik Universitas Oxford, Muhammad Hanifi; dan pendiri Bandung Fe Institute serta ahli kompleksitas, Hokky Situngkir. []