Jakarta - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menilai fenomena anak usia sekolah ikut dalam demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja karena rasa bosan.
Menurut Jasra Putra, pelajar merasa bosan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang diterapkan sekolah sejak munculnya pandemi virus corona. Mereka kini dalam tahap jenuh belajar di rumah.
"Saya menghampiri anak perempuan, ia mengaku sekolah di SMK Jatinegara. Ia datang ke lokasi diajak teman temannya dan ia mengaku mulai bosan pembelajaran jarak jauh (PJJ)," kata Jasra belum lama ini.
Terlepas dari rasa bosan, latar belakang anak ikut demo lantaran kurang perlindungan keluarga, seperti karena putus sekolah, orangtua jarang pulang karena tempat kerja yang jauh, dan PJJ yang belakangan cenderung hanya aktivitas pengajaran penugasan pekerjaan rumah.
Anak menjadi kelompok rentan di dalam lautan massa.
Jasra mencontohkan, salah satu peserta demo adalah siswa SMP dari Tangerang yang datang ke Jakarta Pusat dengan naik kereta. Si anak ikut demo setelah diajak temannya di media sosial dan kondisi di rumah yang tidak nyaman.
Dari pengamatan Jasra di lapangan, anak yang ikut berunjuk rasa tampak bergerombol dan tidak memperhatikan orasi yang disampaikan dari mobil komando. Dengan kata lain, kedatangan mereka cenderung tak peduli terhadap tujuan utama aksi. Jika terjadi provokasi, mereka rentan terjebak dalam kerusuhan, bahkan terlibat.
Jasra mengatakan, kondisi di wilayah demonstrasi buruk untuk kesehatan anak, seperti banyak yang merokok, tidak ada yang mengingatkan menggunakan masker, dan lingkungan sekitar cenderung melakukan pembiaran. Padahal, Jakarta merupakan kawasan zona merah Covid-19 yang mewajibkan warganya menerapkan protokol kesehatan.
"Anak menjadi kelompok rentan di dalam lautan massa seperti ini, apalagi kondisi pembatasan selama pandemi, menambah ketertekanan anak. Dengan membanjirnya informasi menyebabkan anak anak mudah terlibat, akibat kondisi psikologis mereka," ujar Jasra.