Boikot di Negara Muslim Dunia, Ekonomi Prancis Bisa Jeblok

Seruaan dan aksi boikot produk Prancis di negara muslim dinilai bisa mempengaruhi besar terhadap perekonomian Prancis kedepan.
Sebuah minimarket di Kota Makassar memasang pengumuman tentang boikot produk Prancis. (Foto: Tagar/Istimewa/Aan Febriansyah)

Jakarta - Peneliti senior Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menanggapi seruan boikot terhadap produk-produk Prancis. Ia menilai, seruan dan aksi boikot yang dilakukan di negara muslim dunia bisa berpengaruh besar terhadap perekonomian Prancis kedepan.

Seruan boikot produk Prancis di negara muslim, perekonomian atau pelaku usaha semakin kesulitan melakukan penetrasi pasar.

"Kalau untuk negara-negara muslim pasti sangat berpengaruh karena sikap boikot bukan dari individu, berbeda dengan Indonesia," kata Enny saat diwawancara Tagar TV, Senin, 2 November 2020.

Menurutnya, sikap boikot terhadap produk-produk Prancis  hanya action individu. Jadi kalau ada individu muslim yang ingin boikot ya tidak membeli, kalau tidak ya tetap membeli. Tapi kalau di negara-negara muslim dimana pemerintahnya sudah memutuskan untuk memboikot, maka barang-barang  itu tidak bisa diperdagangkan lagi, benar-benar diboikot, hilang dari peredaran," kata ekonom INDEF itu. 

Sehingga, kata Enny, sekali pun masyarakat di negara muslim itu tidak ingin memboikot dan tetap menyukai produk Prancis,  tidak bisa membelinya lagi. Terlebih, jika hal yang sama dilakukan di negara muslim lainnya tentu bisa berdampak sangat besar terhadap perekonomian Prancis.

Enny Sri HartatiEnny Sri Hartati (Foto: Istimewa)

"Nah, kalau hampir semua negara-negara muslim melakukan hal yang sama tentu efeknya sangat besar terhadap perekonomian Prancis, apalagi semua negara hari ini berlomba-lomba untuk mampu survival, karena tanpa boikot saja terjadi penurunan permintaan yang sangat signifikan," ucapnya.

Enny  menjelaskan, daya beli masyarakat yang turun tidak hanya di Indonesia melainkan seluruh masyarakat dunia karena pandemi. Dengan demikian, adanya seruan boikot produk Prancis di negara muslim, perekonomian atau pelaku usaha semakin kesulitan melakukan penetrasi pasar. 

"Apalagi kalau kita lihat di triwulan II kemarin kontraksi pertumbuhan ekonomi Prancis ini 19 persen lebih, dan sebelumnya di triwulan I pun juga sudah tumbuh negatif, ditambah dengan sikap presidennya seperti sekarang, memperburuk  front terhadap calon konsumen,"ujar Enny.

Dengan demikian, kata Enny, sebaiknya masalah tersebut segera diselesaikan. Menurutnya, Presiden Macron meminta maaf segera mungkin agar tidak berdampak besar terhadap perekonomian nasional nantinya.

"Menurut saya, ini mestinya segera diselesaikan. Presiden Macron tidak boleh mengulangi lagi, membersihkan semua pemikirannya tentang keburukan umat islam atau umat muslim di seluruh dunia," tuturnya. []

Berita terkait
Ada Minimarket di Makassar Boikot Produk Prancis
Minimarket di Makassar yang melakukan boikot produk Prancis di bawah jaringan Koperasi Syariah 212.
Seruan Boikot Sulit Perbaiki Defisit Perdagangan Prancis-RI
Momen seruan boikot produk Prancis dinilai sulit untuk bisa memperbaiki defisit antara kedua negara yang sudah terjadi sejak 2015.
Gegara Macron, Pemprov Aceh Tunda Kerja Sama Bareng Prancis
Pemerintah Aceh ikut menunda perjanjian kerjasama dengan Institut Francais d’Indonesie. sebagai bentuk kecaman terhadap Presiden Prancis.