Bisa Tidak Akurat, Ini Cara Kerja Rapid Test

Dalam mengatasi pandemi virus Corona, Indonesia menggunakan rapid test. Namun tak sedikit masyarakat mempertanyakan akurasi dari rapid test itu.
Ilustrasi Rapid Test. (Foto: Instagram/bckawaii)

Jakarta - Dalam mengatasi pandemi virus Corona atau Covid-19, Indonesia menggunakan alat tes diagnostik cepat (rapid diagnostic test). Namun, langkah tersebut menimbulkan kegelisahan baru bagi masyarakat lantaran tingkat akurasi hasil rapid test yang rendah. 

Pada orang yang memiliki gejala utama virus Corona pun ketika telah melakukan rapid test positif, namun nyatanya tidak terinfeksi atau sebaliknya. Hal ini yang menjadi membuat masyarakat mempertanyakan cara kerja alat tes tersebut. 

Dosen Epidemiologi dan Biostatistik, Departemen Kesehatan Masyarakat, Universitas Padjadjaran, Yulia Sofiatin, dan Dosen di Departemen Patologi Klinik, Universitas Padjadjaran, Agnes Rengga Indrati, seperti dimuat pada laman theconversation menjelaskan tes diagnosis cepat bisa tidak akurat dalam mendeteksi Covid-19 karena rapid test sendiri nyatanya memiliki dua jenis berbeda, ada tes yang berdasarkan antigen dan antibodi.

Lantas, apa perbedaan dari kedua jenis rapid test tersebut? Sebelum mengetahuinya, perlu memahami terlebih dahulu hubungan antigen dan antibodi.

Ketika ada antigen yang masuk ke dalam tubuh, dalam hal ini virus SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19, sistem pertahanan tubuh akan melawan.

Misalnya, jika tubuh disamakan dengan sistem pertahanan negara, tentara dalam tubuh bernama sel darah putih, sehingga saat serangan musuh semakin hebat, maka kian banyak pula sel darah putih yang dikerahkan.

Namun, tidak semua sel darah putih mampu menyerang, melainkan ada juga yang berfungsi sebagai mata-mata. Mereka bertugas untuk membuat produk musuh, dalam hal ini profil virus yang akan dilawan.

Pasca informasi profil virus terkumpul, nantinya akan ada tim khusus yang akan melawan virus tersebut. Nah, tim khusus inilah yang disebut sebagai antibodi yang bertugas untuk menempel pada antigen sehingga kemampuan virus memasuki sel dan memperbanyak diri bisa dicegah.

Dalam penjelasan tersebut, perlu dipahami rapid test antigen merupakan tes diagnosis cepat untuk mendeteksi antigen yaitu benda asing dalam tubuh. Pada kasus ini, antigen yang dimaksud yaitu virus SARS-CoV-2.

Di dalam alat tes berbasis antigen terdapat antibodi yang digunakan untuk mendeteksi antigen. Sampel pemeriksaan untuk tes cepat antigen biasanya diambil dari lendir di belakang tenggorok pasien, setelah diproses akan diteteskan pada alat tersebut.

Jika terdapat antigen dalam bahan pemeriksaan, maka akan terjadi penempelan dengan antibodi yang tersedia dalam alat tes. Hasil ini berarti menyatakan positif.

Sebaliknya, rapid test antibodi akan mendeteksi apakah ada antibodi dalam sampel darah yang diperiksa. Sampel untuk tes cepat antibodi menggunakan darah yang diambil dari ujung jari.

Dalam alat ini terdapat antigen untuk mendeteksi munculnya antibodi di tubuh pasien. Jika terinfeksi virus, nantinya akan terjadi pertemuan antara antibodi dalam darah pasien dengan antigen yang sudah ada dalam alat tes tersebut, jika memang ada atau pernah terpapar, maka hasilnya akan positif.

Alasan Tidak Akurat

Antigen biasanya ditemukan pada saat awal penyakit, setelah itu tubuh bereaksi dengan membentuk antibodi. Nantinya, keduanya akan membentuk pasangan yang tidak bisa lepas.

Jika antibodi sudah bergabung dengan antigen tertentu, maka antigen yang dicari tidak akan terdeteksi. Akibatnya hasil tes akan menunjukkan negatif palsu, artinya akan ada orang yang sebetulnya mengandung antigen SARS-CoV-2 tetapi dinyatakan negatif.

Sementara itu, antibodi baru muncul beberapa hari pasca tubuh berperang melawan kuman. Ini karena proses memata-matai musuh butuh waktu, sehingga antibodi baru muncul belakangan.

Jadi rapid test antibodi baru akan positif ketika sudah terbentuk. Jika pemeriksaan dilakukan sebelum terbentuknya antibodi, maka hasil tes bisa negatif palsu, berarti akan ada orang yang sesungguhnya mempunyai virus tapi karena belum menghasilkan antibodi hasil tes akan tampak negatif.

Inilah penyebab jika hasil negatif, maka pemeriksaan harus diulang 7 hingga 10 hari kemudian dengan harapan antibodi sudah terbentuk dan bisa dites. Sedangkan, rapid test antigen tidak bisa diulang karena antigen yang dicari sudah terikat pada antibodi buatan tubuh.

Kelemahan lain dari rapid test yaitu kurang peka dalam mengidentifikasi keberadaan SARS-CoV-2. Ini karena virus tersebut serupa dengan virus lain, sehingga seringkali tes diagnosis cepat salah dalam mengidentifikasi dan menghasilkan hasil tes positif palsu yang berarti ada orang yang tidak terinfeksi namun terdeteksi positif.

Rapid test antigen dipercaya lebih akurat dibandingkan rapid test antibodi. Tes yang melibatkan antigen itu artinya tes yang dilakukan untuk mendeteksi virus bukan respons tubuh terhadap virus (antibodi).

Teknik pengambilan sampel untuk rapid test antigen juga lebih rumit dibandingkan rapid test antibodi. Petugas kesehatan bisa mengambil darah dari ujung jari atau lipat siku seperti pengambilan darah biasa, tidak perlu menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk tes antibodi. Sedangkan untuk pemeriksaan antigen, petugas harus memakai alat pelindung diri (APD) lengkap karena ada kemungkinan virus akan berpindah dari pasien kepada petugas.

Kelebihan Rapid Test

Meskipun memiliki kelemahan, tak sedikit yang masih menggunakan rapid test karena lebih mudah. Sebab, penggunaannya tidak memerlukan fasilitas laboratorium yang canggih dan hasilnya bisa cepat didapat untuk mengetahui apakah seseorang kemungkinan terinfeksi atau tidak Covid-19.

Dalam kurun waktu kurang dari satu jam biasanya hasil rapid test sudah didapatkan, lebih cepat dibandingkan dengan pemeriksaan yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu PCR yang membutuhkan waktu hingga berhari-hari. Sebab, PCR perlu mengidentifikasi urutan nukleotida (asam-ribonukleotida) pada virus yang menyebabkan Covid-19.

Selain itu, harga rapid test juga lebih murah dibandingkan PCR lantaran teknologinya yang sederhana. Di gerai online, alat rapid test dijual sekitar Rp 300.000 per unit, sehingga penjualannya secara online dilarang, berbeda dengan PCR mencapai jutaan.

Perlu dipahami jika hasil positif rapid test tidak menjadikan seseorang bisa dikatakan menderita Covid-19. Hasil positif tersebut juga perlu dikonfirmasi dengan tes PCR untuk memastikan apakah terdeteksi benar-benar berkaitan dengan Covid-19.

Begitu juga sebaliknya ketika hasilnya negatif. Hasil tersebut pada pasien yang terinfeksi Covid-19 harus diikuti dengan isolasi dan pemeriksaan ulang rapid test antibodi 7-10 hari kemudian, jika negatif artinya virus tidak terdeteksi. []

Baca juga:

Berita terkait
Tutup Jalan, Warga Dusun di Kediri Tolak Rapid Test
Kapolres Kediri Kota AKBP Miko Indrayana mengatakan ada miskomunikasi dengan warga terkait rencana rapid test yang akan dilakukan.
New Normal, Karyawan Hotel di Simalungun Rapid Test
Sejumlah karyawan hotel di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, mengikuti rapid test untuk persiapan menuju era New Normal.
Rapid Test, Seorang Polisi di Aceh Reaktif Corona
Salah seorang anggota Kepolisian Resor (Polres) Aceh Utara, Aceh dinyatakan reaktif virus corona atau Covid-19.