Berapa Jumlah Pesangon WTS Sunan Kuning dan Gambilangu?

Pertanyaan berapa jumlah pesangon yang akan diterima wanita tuna susila (WTS), bergulir jelang penutupan Sunan Kuning dan Gambilangu.
Ilustrasi (Cel Gulapa)

Semarang – Pertanyaan soal berapa jumlah dana pesangon yang akan diterima wanita tuna susila (WTS), bergulir jelang penutupan aktivitas prostitusi di dua lokalisasi di Semarang, Jawa Tengah, yakni Sunan Kuning dan Gambilangu.

Diketahui, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menergatkan bisa menutup dua lokalisasi itu sebelum HUT Kemerdekaan RI, maksimal pada 15 Agustus 2019. Namun sekitar dua pekan sebelum hari H target penutupan, belum ada gambaran jelas siapa saja yang akan menerima dan berapa besaran nominal uang pesangon yang akan diberikan kepada WTS.

dari APBD bisa meng-cover semua WTS.

Kendati begitu, Pemkot Semarang lewat Dinas Sosial (Dinsos) mengklaim telah menyiapkan uang tali asih untuk para WTS di dua lokalisasi yang dikenal dengan sebutan SK dan GBL itu.

"Dari Pemkot sudah disiapkan anggaran untuk para WPS, jumlahnya miliaran," kata Kasi Tuna Sosial dan Perdagangan Orang Dinsos Kota Semarang, Anggie Ardhitya kepada Tagar, Minggu 4 Agustus 2019.

Selain dari APBD Kota Semarang, Anggie menyebut pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial (Kemensos) juga telah mengalokasikan sejumlah dana tambahan untuk para WPS keluar dari SK dan GBL.

Hanya saja, Anggie mengaku belum bisa menyebut detil jumlah uang yang disiapkan APBD maupun APBN.

"Yang jelas, dari APBD bisa meng-cover semua WTS. Yang dari Kemensos, dari direkturnya kementerian belum bisa memberikan keterangan yang fix," kata dia.

Anggie juga mengklaim pihaknya telah mengantongi data WTS calon penerima dana tali asih dari Pemkot Semarang maupun Kemensos. Proses verifikasi faktual telah dilakukan Dinsos guna memastikan penyaluran dana tidak salah sasaran.

Namun ia mengaku belum bisa mengumumkan terkait jumlah WPS calon penerima tali asih. Alasannya, jika dibuka ke publik, akan menimbulkan polemik di kalangan WTS mengingat proses penutupan aktivitas prostitusi kian dekat.

"Kalau untuk jumlah WPS di kami sudah ada. Cuma jumlah itu nggak bisa kami sampaikan karena pasti akan ada perbedaan dengan jumlah dengan yang sekarang ada," ujarnya.

"Karena jumlah mereka sekarang kan berubah, ada yang keluar dan masuk. Misalkan di data sudah ada, tahu-tahu keluar dua, tapi tahu-tahu ada lima masuk baru," kata dia.

Lokalisasi Sunan KuningSuasana lengang di salah satu gang di kawasan Lokalisasi Sunan Kuning, Semarang, Jawa Tengah, belum lama ini. (Foto : Tagar/Agus Joko Mulyono)

Soal jumlah uang, Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah sebelumnya menyebut Kemensos menyiapkan anggaran Rp 5,5 juta per WPS. Jumlah itu belum termasuk tali asih dari Pemkot Semarang.

Kepala Satpol PP Kota Semarang Fajar Purwoto menyatakan jumlah uang saku dan jumlah WPS calon penerima bukan ranah pihaknya untuk mengkalkulasi.

"Dari kami mengawal proses penutupan prostitusi dan pemberian uang tali asih. Yang jelas jika dana itu belum diberikan kami tidak bisa melakukan penutupan," katanya.

Dibahas di APBD Perubahan

Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang Laser Narindro, mengatakan belum mendapat informasi apapun dari Dinas Sosial terkait penyiapan anggaran APBD untuk tali asih WPS SK dan GBL.

"Kalau untuk anggaran aku kurang tau, karena dari Dinsos kemarin saya tanya belum ada yang menjawab," kata dia.

Politisi Partai Demokrat ini mengungkapkan dana untuk para WPS SK dan GBL belum dibahas di APBD 2019. Pasalnya belum ada kesiapan dari sisi kajian terkait keberlangsungan kegiatan ekonomi masyarakat ketika dua lokalisasi itu ditutup.

"Soalnya pas mau pembahasan di murni masih dalam kajian, jadi belum ketemu angkanya," katanya.

Lantaran itu, dana tali asih baru akan dibahas di APBD Perubahan, mulai Senin 4 Agustus 2019. "Masuk di Perubahan, baru akan dibahas besok. Kalau dari APBN setahuku hanya sebagai pendamping," ujar Laser.

Dia berharap, proses penutupan aktivitas prostitusi di SK dan GBL bisa berjalan tanpa gejolak. Salah satu strateginya adalah dengan tetap membuka peluang usaha bagi warga setempat.

"Jadi bukan ditutup tempatnya, tapi tempatnya dialihfungsikan, entah itu jadi kawasan wisata kuliner, religi atau lainnya. Jadi tidak mematikan UMKM masyarakat. Dan yang perlu dipikirkan setelah ditutup adalah bagaimana mengontrol HIV/AIDS agar tidak menyebar, kata dia menegaskan.

Baca juga:

Berita terkait