Bayi di Pengungsian Gempa Lombok

Bayi itu lahir di pengungsian gempa Lombok tepat di hari kemerdekaan, Jumat 17 Agustus 2018.
Bayi di Pengungsian Gempa Lombok | Seorang ibu dan anak balitanya di lokasi pengungsian di Gunungsari, Lombok Barat. (Foto: Tagar/Harianto Nukman)

Mataram, (Tagar 3/9/2018) - Setiap ibu ingin proses persalinannya berjalan normal dan dalam situasi aman, tenang, kondusif. Namun keinginan tinggal keinginan, pada akhirnya manusia hanya mampu mengangankannya. Terutama akibat gempa yang beruntun terjadi Agustus lalu, jadilah persalinan menjadi proses yang seadanya.

Demikian yang terjadi pada Fitriani (23). Ia harus menjalani persalinan dengan dibayangi kekhawatiran guncangan bumi yang terus-menerus terjadi.

Dibantu Bidan Sifa'iyyah, Fitriani melahirkan anak keduanya di tenda darurat milik Puskesmas Penimbung. Puskesmas ini berada di wilayah Kecamatan Gunungsari yang membawahi enam desa di bagian timur laut kecamatan paling terdampak di wilayah Lombok Barat ini.

Dengan diantarkan suaminya, Ari Susanto (34), Fitriani melahirkan pukul 03.30 waktu setempat tepat di hari kemerdekaan, Jumat, 17 Agustus 2018 lalu.

Ia melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 3 kilogram dan panjang 50 sentimeter. Bayi itu adalah anak kedua dari pasangan Ari-Fitri yang oleh keduanya diberi nama Cantika. Bayi itu cantik secantik namanya.

Kini bayi itu harus hidup di bawah buaian sang ibu di pengungsian. Bersama ayah, abang, dan para tetangga lainnya, Cantika kecil harus mendiami tenda terpal ukuran 2,5 x 6 meter

Saat ditemui di Pos Pengungsian Desa Gelangsar, bayi itu sedang menangis kedinginan. Suara lengkingan kerasnya memaksa sang ibu untuk membaluti tubuh mungilnya dengan kain sarung seadanya.

Gempa Lombok(Foto: Tagar/Harianto Nukman)

Menurut Kepala Desa Gelangsar, Abdurrahman, setidaknya ada lima bayi yang lahir di tenda dan saat ini terpaksa hidup seadanya di pengungsian.

"Rumah mereka sudah hancur. Awalnya cuma rusak ringan, tapi gempa yang terakhir terjadi pada Minggu (19/8) lalu membuat rumah mereka hancur," tutur Abdurrahman.

Di Desa Gelangsar, paling sedikit 821 rumah rusak akibat gempa. Rumah-rumah tersebut sudah tidak mungkin mereka perbaiki seadanya lagi karena rusak berat. Sisanya kurang dari seribu rumah masih bisa diperbaiki karena hanya rusak ringan atau sedang.

Hal tersebut terkuak saat Bupati Lobar, Fauzan Khalid mengunjungi pos pengungsian di bawah bukit itu. Ia hadir sambil membawa beberapa buah tangan yang dibutuhkan para pengungsi.

Cantika dengan empat bayi lainnya di Desa Gelangsar tidak sendirian. Ada 6.119 bayi lainnya saat ini terpaksa mendiami tenda-tenda terpal yang dibangun orangtuanya dengan seadanya. Angka tersebut menjadi lebih besar lagi bila diakumulasi dengan jumlah balita yang sebanyak 25.290 balita.

Angka tersebut akan semakin bertambah karena saat ini menurut data Dinas Kesehatan Lombok Barat, ada 3.510 ibu hamil yang sedang mengungsi.

Kondisi tersebut membuat Bupati Lombok Barat sangat prihatin.

"Ini salah satu alasan kenapa kita butuh huntara (hunian sementara)," ujar Fauzan sambil mengeluhkan respons Pemerintah terhadap usulannya tentang huntara yang belum diterima.

"Bayi-bayi ini yang paling rentan terhadap cuaca," pungkas Fauzan. []

Berita terkait