Barack Obama Sebut Tuduhan Kecurangan Lemahkan Demokrasi

Mantan Presiden AS, Barack Obama, tuding para politisi senior Partai Republik lemahkan demokrasi dengan ikut-ikutan dukung klaim Trump
Mantan Presiden AS, Barack Obama (Foto: id.wikipedia.org)

Jakarta - Mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, menuding para politisi senior Partai Republik melemahkan demokrasi dengan ikut-ikutan mendukung klaim Presiden Donald Trump bahwa ada kecurangan pemilu, padahal tanpa memberi bukti.

Dalam wawancara dengan CBS News yang bakal tayang Minggu, 15 November 2020, Obama menegaskan Presiden terpilih Joe Biden "jelas menang" pada pilpres tahun ini.. Kemenangan Biden diproyeksikan media-media AS pekan lalu, namun perhitungan suara di beberapa negara bagian masih berlangsung.

Presiden Trump tidak terima dengan proyeksi kemenangan Biden. Dia melayangkan gugatan hukum di beberapa negara bagian dengan tuduhan terdapat campur tangan pada kertas suara.

Akan tetapi, tim kampanye Trump belum kunjung menyediakan bukti untuk mendukung tuduhan tersebut.

Obama mengatakan tuduhan-tuduhan tersebut didorong oleh fakta bahwa "sang presiden tidak suka kalah". "Saya lebih dongkol pada kenyataan bahwa beberapa petinggi Partai Republik, yang jelas lebih tahu, ikut-ikutan dengan [tuduhan] ini," kata Obama.

"[Sikap] itu selangkah lebih dekat menuju pendelegitimasian, tidak hanya pada pemerintahan Biden nanti, tapi juga demokrasi secara umum. Dan itu adalah jalur yang berbahaya."

Pernyataan Obama dikemukakan menjelang rilis buku memoar terbarunya, A Promised Land, yang mengisahkan perjalanannya dari Senat AS ke Gedung Putih. Buku yang akan diluncurkan pada 17 November 2020 mendatang tersebut adalah buku pertama dari rencana dua buku yang menceritakan pengalamannya di Gedung Putih.

Dalam buku tersebut, yang cuplikannya dirilis CNN, Obama menulis bahwa Trump menjadi presiden dengan menakut-nakuti masyarakat AS mengenai kepemimpinan seorang kulit hitam di AS. "Seolah-olah keberadaan saya di Gedung Putih telah memicu kepanikan mendalam, seakan-akan saya mengganggu proses alam."

"Bagi jutaan orang Amerika yang takut, dengan keberadaan seorang kulit putih di Gedung Putih, (Trump) menjanjikan obat mujarab untuk kerisauan mereka soal ras."

biden memalukanJoe Biden menyebut sikap Trump yang menolak mengakui kekalahan "memalukan" (Foto: bbc.com/indonesia – Reuters).

Sebelumnya, Joe Biden menyebut penolakan Presiden Donald Trump untuk mengakui kekalahan dalam pemilihan presiden pekan lalu sebagai hal yang "memalukan".

Namun sang presiden AS terpilih -yang telah berbicara dengan sejumlah pemimpin negara asing- bersikeras bahwa tidak ada yang akan menghentikan perpindahan kekuasaan.

Sementara itu, Trump menyatakan dalam serangkaian twit bahwa ia pada akhirnya akan memenangkan pemilihan meski ia telah diproyeksikan bakal kalah. Sebagaimana yang terjadi setiap empat tahun, media AS memproyeksikan pemenang pemilihan presiden.

Belum satu pun hasil di negara bagian yang disertifikasi, penghitungan suara di beberapa tempat masih berlangsung, dan hasil pemilu hanya akan diketahui secara pasti setelah Electoral College AS bertemu pada 14 Desember.

1. Apa Kata Biden?

Sang presiden-terpilih ditanyai oleh seorang reporter pada hari Selasa, tentang pandangannya terhadap penolakan Trump untuk mengakui kekalahan. "Saya pikir ini hal yang memalukan, jujur saja," kata Biden, seorang politikus Demokrat, di Wilmington, Delaware.

"Satu-satunya, bagaimana saya bisa mengatakan ini dengan hati-hati, saya pikir ini tidak akan membantu warisan sang presiden."

"Ujung-ujungnya, Anda tahu, semua hasilnya akan terlihat pada 20 Januari," imbuhnya, mengacu pada hari pelantikan.

Biden telah bercakap-cakap lewat telepon dengan beberapa pemimpin negara asing sembari bersiap untuk menjabat.

PM Inggris Boris Johnson, PM Irlandia Micheál Martin, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Kanselir Jerman Angela Merkel termasuk di antara mereka yang berbicara dengannya pada hari Selasa.

Mengenai percakapan tersebut, Biden berkata: "Saya memberi tahu mereka bahwa Amerika telah kembali. Kita kembali bermain."

Ia beserta Wakil Presiden terpilih Kamala Harris terus melakukan proses transisi. Namun satu lembaga pemerintah pimpinan pejabat yang ditunjuk Trump menghalang-halangi proses tersebut.

Badan Administrasi Umum mengkoordinasikan pendanaan dan akses kepada departemen federal untuk pemerintahan yang akan datang. Namun, ia sejauh ini menolak untuk secara formal mengakui Biden sebagai presiden-terpilih.

Meski demikian, sang presiden-terpilih berkata: "Kami tidak melihat ada yang memperlambat kami, sejujurnya."

2. Apa Kata Trump dan Para Sekutunya?

Pada Selasa, 10 November 2020, Trump mengirim beberapa twit dalam huruf kapital tentang "kecurangan masif dalam penghitungan surat suara," sambil menegaskan: "Kita akan menang!"

Twit-twitnya diberi label yang menyatakan klaim tersebut "diperdebatkan" (disputed) oleh Twitter.

Sang presiden telah membuat klaim tak berdasar bahwa Biden hanya bisa memenangkan pemilu melalui kecurangan, namun sejauh ini belum ada bukti yang mendukung tuduhan itu.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, seorang loyalis Trump, berkata kepada konferensi pers di Departemen Luar Negeri pada hari Selasa bahwa setelah setiap suara "legal" dihitung, "periode kedua pemerintahan Trump" akan dimulai.

Sebagian besar rekan Trump di partai Republik telah menahan diri untuk mengakui proyeksi kemenangan Biden.

Ketika ditanyai mengapa ia belum mengucapkan selamat kepada sang politikus Demokrat, Senator Ron Johnson dari Wisconsin berkata pada hari Selasa: "Tidak ada alasan untuk mengucapkan selamat."

Senator Missouri Roy Blunt berkata Trump "bisa jadi belum dikalahkan sama sekali".

Pemimpin fraksi Republik di Senat, Mitch McConnell berkata bahwa Trump punya hak untuk mengajukan gugatan hukum terkait hasil di beberapa negara bagian kunci seperti Pennsylvania.

3. Apa yang Terjadi dengan Pemilihan Senat?

Pada hari Selasa, 10 November 2020, partai Republik mendapat dorongan dalam upaya mereka untuk mempertahankan mayoritas di majelis tinggi Kongres setelah seorang penantang dari Demokrat mengakui kekalahan dalam pemilihan di Carolina Utara.

Petahana Partai Republik Thom Tillis terpilih kembali setelah lawannya dari Partai Demokrat, Cal Cunningham, dilanda skandal perselingkuhan.

Dengan hasil yang pasti di North Carolina, semua mata sekarang akan tertuju ke Georgia, tempat dua kursi senat yang saat ini dipegang oleh Partai Republik akan diputuskan dalam pemilihan putaran kedua pada Januari mendatang.

Jika Demokrat memenangkan kedua kursi itu - yang tidak akan mudah - mereka masih bisa menguasai Senat. Itu karena, jika terjadi perolehan kursi yang seri 50-50, wakil presiden akan menentukan hasilnya, dan Kamala Harris akan menjabat pada Januari.

Pekan lalu, Partai Republik juga berhasil merebut kembali kursi Senat Alabama yang dimenangkan oleh Demokrat pada 2018, meskipun mereka kehilangan kursi di Colorado dan Arizona. Kandidat Partai Republik saat ini memimpin dalam pemilihan di Alaska, tempat suara masih dihitung (bbc.com/indonesia). []

Berita terkait
Barack Obama Kampanye untuk Biden di Pennsylvania
Mantan Presiden AS, Barack Obama, melakukan kampanye untuk mendukung calon Demokrat Joe Biden
Barack Obama Sampaikan Ucapan Selamat pada Joe Biden-Harris
Mantan Presiden AS, Barack Obama, menyampaikan ucapan selama kepada Joe Biden dan Kamala Harris yang terpilih sebagai Presiden AS
Joe Biden: Memalukan, Donald Trump Tolak Akui Kekalahan
Presiden Donald Trump menolak mengakui kekalahan Pilpres 3 November 2020 oleh Joe Biden disebut sebagai hal yang memalukan
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.