Banyak Anak Sampang Putus Sekolah, Memilih Bekerja

Angka siswa putus sekolah di Kabupaten Sampang masih tinggi. Setiap tahun banyak siswa yang tidak tamat sekolah dan tidak melanjutkan pendidikan.
Anak sekolah dasar di Kabupaten Sampang, Jawa Timur. (Foto: Tagar/Nurus Solehen)

Sampang - Angka siswa putus sekolah di Kabupaten Sampang masih tinggi. Setiap tahun banyak siswa yang tidak tamat sekolah dan tidak melanjutkan pendidikan. Baik di tingkat SD, SMP/MTs, SMA dan MA.

Penyebabnya sangat kompleks. Akan tetapi yang lebih dominan karena faktor ekonomi dan kesadaran orang tua. Sehingga mereka lebih memilih bekerja di usia yang masih muda.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sampang menunjukkan pada 2016 sampai 2017 terdapat sebanyak 550 anak putus sekolah. Rinciannya, siswa SD/MI sebanyak 250 anak, sedang siswa SMP/MTs berjumlah 300 anak. Faktornya didominasi oleh sebab kemiskinan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan.

Pemerhati pendidikan di Kabupaten Sampang, Syamsul Arifin, mengatakan siswa putus sekolah di Kota Bahari disebabkan banyak faktor. Penyebabnya akibat dukungan keluarga minim. Kesadaran para orang tua mendorong putra-putrinya menempuh pendidikan masih kurang. Terutama di wilayah pedesaan.

"Faktor ekonomi juga menjadi penyebab angka siswa putus sekolah di Sampang tinggi," kata Syamsul Arifin disampaikan kepada Tagar, Minggu, 1 September 2019.

Padahal, kata Syamsul, Pemerintah Kabupaten Sampang telah berupaya mendekatkan lembaga pendidikan kepada masyarakat. Hal itu bisa dilihat dari jumlah sekolah di masing-masing kecamatan. Mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD), SD, SMP/MTs, hingga SMA dan MA.

"Jumlah lembaga pendidikan di Sampang banyak baik negeri dan swasta. Apalagi untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan MTs," ujarnya.

Penyebab lain, sambung dia, siswa putus sekolah adalah faktor ekonomi keluarga. Menurutnya, jika ekonomi keluarga tercukupi kemungkinan angka putus sekolah berkurang.

Faktor ekonomi juga menjadi penyebab angka siswa putus sekolah di Sampang tinggi.

"Siswa tamatan SMP yang tidak melanjutkan pendidikan ke SMA karena memilih bekerja. Mereka mengikuti orang tuanya bekerja. Karena mereka menganggap bahwa pendidikan di SMP itu sudah cukup," ucapnya.

Syamsul menyarankan Pemerintah Kabupaten Sampang dalam hal ini Dinas Pendidikan (Disdik) perlu menjalankan program yang bisa menekan angka siswa putus sekolah. Selain itu, semua elemen masyarakat harus mendukung. Khususnya para orang tua atau wali murid.

"Kalau hanya Pemkab yang menjalankan tidak akan bisa dan sulit. Karena itu perlu dukungan semua pihak," tuturnya.

Kepala Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan Sampang Achmad Mawardi menyatakan, tingginya angka siswa putus sekolah masih sulit ditekan. Setiap tahun selalu ada siswa putus sekolah baik yang berhenti maupun yang sudah lulus tapi tidak melanjutkan pendidikan.

Padahal selama ini pemerintah sudah berupaya menangani hal itu. Salah satunya, dengan memberikan bantuan untuk siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Bantuan diberikan agar siswa bisa tetap mengenyam pendidikan dan mengejar cita-cita.

"Tapi upaya itu belum berhasil menekan angka siswa putus sekolah. Utamanya di pelosok. Padahal lembaga pendidikan di situ sudah ada," ujarnya.

Banyak anak di Kota Bahari yang putus sekolah karena mengikuti orang tuanya merantau. Bahkan, tidak sedikit anak yang dinikahkan pada usia dini. Padahal, kata Wawang, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer dan memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak.

Ke depan, Mawardi berharap tidak ada siswa yang tidak sekolah karena faktor ekonomi keluarga. Semua anak harus mengenyam pendidikan hingga tuntas dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Pemerintah memiliki program bantuan siswa miskin (BSM), dan kartu Indonesia pintar (KIP). Ini yang perlu dipahami masyarakat.

"Orang tua memiliki peranan fundamental dan strategis dalam rangka mendorong putra-putrinya untuk sekolah. Persoalan anak putus sekolah bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah. Tapi, juga menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat," ujarnya. []

Berita terkait
SKB, Cara Pemkot Surabaya Atasi Anak Putus Sekolah
SKB merupakan sekolah non-formal setara dengan SMA/SMK/MA yang diberikan untuk anak putus sekolah di Surabaya.
Foto: Jembatan Putus, Pelajar Bertaruh Nyawa Untuk Pergi Sekolah
Foto: Jembatan penghubung antara jorong Lubuk Gobing dengan jorong Silayang terputus sehingga warga menggunakan 'getek' untuk menyeberang.
SMP di Gowa Larang Siswi Pakai Jilbab Syar'i ke Sekolah
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Pallangga, Kabupaten Gowa melarang siswinya untuk tidak menggunakan jilbab syar'i ke sekolah
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)