Arist: Putuskan Mata Rantai Kekerasan Seksual Anak di Tobasa

Arist: putuskan mata rantai kekerasan seksual anak di Tobasa. "Sepanjang tahun 2018 kasus kejahatan ini sebarannya sudah sampai pada tingkat desa-desa seperti yang terjadi di salah satu Desa Amborgang dan Desa Narumonda Porsea,” kata Arist Merdeka Sirait.
Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak bersama Darwin Siagian Bupati Tobasa dan Wakapolres Tobasa Kompol Siagian memberikan keterangan pers atas kasus kejahatan seksual yang dilakukan ayah dan paman korban, Selasa 10 Juni 2018 di kantor Polres Tobasa. (Foto: Komnas Perlindungan Anak)

Jakarta, (Tagar 17/8/2018) - Belakangan ini betapa prihatinnya melihat masa muda anak-anak Indonesia direnggut oleh kebiadaban para pelaku yang tak bermoral.

Sekarang ini kejahatan seksual pada anak-anak tidak hanya terjadi di wilayah perkotaan saja. Tetapi di tingkat pedesaan pun kasus-kasus kejahatan ini sudah dalam keadaan darurat.

"Sepanjang tahun 2018 kasus kejahatan ini sebarannya  sudah sampai pada tingkat desa-desa seperti yang terjadi di salah satu Desa Amborgang dan Desa  Narumonda Porsea. Tidak henti-hentinya peristiwa kejahatan seksual ini dialami anak-anak di Tobasa," kata Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, Rabu (15/8), di kantornya di Jalan TB Simatupang No 33 Pasar Rebo Jakarta Timur.

Akhir-akhir ini di Kecamatan Silaen dan Balige, kejahatan seksual pada anak juga pernah menggemparkan dan menghebohkan masyarakat Tobasa. Pelakunya pun masih ada hubungan darah (kandung) terhadap korbannya.

"Akhir-akhir minggu ini telah mengingatkan masyarakat Tobasa terhadap kasus-kasus kejahatan seksual yang pernah terjadi dan menghebohkan masyarakat Batak di Tobasa yang dilakukan ayah kandung korban bersama-sama paman kandung korban di Kecamatan Silaen. Ada juga kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh orangtua kandungnya sendiri dalam bentuk persetubuhan sedarah (incest) di Balige terhadap dua putri kandung anak remajanya usia SMP," ucap Arist.

Arist juga miris melihat pelaku kejahatan seksual ini bukan hanya dari kalangan dewasa saja. Tetapi anak-anak yang baru berusia di bawah 12 tahun sudah melakukan perbuatan biadab tersebut.

"Kita diingatkan juga dengan peristiwa di luar akal sehat orang dewasa di mana dijumpai tujuh orang anak-anak berusia dibawah 12 tahun di Laguboti melakukan kejahatan seksual bersama-sama terhadap anak usia tiga tahun," ucap dia.

Meningkatnya kejadian kekerasan seksual pada anak di Tobasa, menyisakan pertanyaan, apa sebabnya dan bagaimana kasus kekerasan seksual tersebut menyebarluas dengan cepat di kalangan masyarakat Batak saat ini.

Mungkin penyebabnya pun membuat Arist ikut penasaran, Apakah kasus ini hanya sekadar karena merajalelanya tayangan dan tontonan pornografi dan porno aksi yang mudah diakses masyarakat dari media sosial dan internet? Atau hal ini juga dipicu dengan maraknya minuman keras (miras) oplosan.

Sampai sekarang ini, banyak pertanyaan-pertanyaan yang timbul melihat kasus kejahatan seksual yang terjadi di Tobasa saat ini. Apakah itu berhubungan dengan terkikisnya moralitas, keteladanan dalam keluarga Batak, kepercayaan terhadap budaya, adat dan kekerabatan Batak, atau tak ada lagi rasa takut akan Tuhan.

Inilah pertanyaaan-pertanyaan yang timbul yang seharusnya segera dicarikan solusinya. "Sudah saatnyalah para pemangku kepentingan seperti gereja, pemerintah, pegiat perlindungan anak, media, tokoh adat serta "stakeholders" perlindungan anak bergerak bersama membangun komitmen Tobasa bebas dari kekerasan," ujar dia.

"Inilah sebuah tantangan hati nurani kebersamaan masyarakat Tobasa agar kasus-kasus kejahatan seksual yang terjadi di Tobasa bisa kita hentikan secara bersama-sama," imbuhnya.

Dengan kebersamaan masyarakat Tobasa dalam memutus mata rantai kekerasan seksual pada anak, kata Arist, anak-anak bangsa Indonesia dapat merdeka dari belenggu kejahatan tersebut.

"Kita harus memerdekakan anak kita, anak Indonesia dari belenggu dan mata rantai kekerasan terhadap anak di Tobasa," tutur lagi.

Sementara dalam memutus mata rantai kejahatan seksual terhadap anak di Tobasa, Arist bersama Tim Investigasi Cepat (TIC) di Tobasa akan menemui korban dan keluarga korban, serta mengadakan pertemuan dengan Bupati Tobasa,  Kapolres Tobasa,  Kadis PPPA Tobasa, Kadis Sosial, dan Ketua PKK Kabupaten Tobasa pada 21 Agustus 2018 mendatang.

"Kita akan duduk bersama mencari formulasi yang tepat dan strategis dalam kerangka memutus mata rantai kasus kasus kejahatan seksual terhadap anak khususnya di Tobasa," tambah Arist.

Sebagai lembaga independen, Komnas Perlindungan Anak sudah diberikan mandat untuk melakukan tugas dan fungsinya dalam memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia.

Dalam hal itu juga Komnas Perlindungan Anak terus berupaya dan berkomitmen membantu pemerintah Tobasa, aparatur penegak hukum, gereja dan institusi keagamaan yang ada di Tobasa, serta masyarakat Tobasa untuk memberikan yang terbaik bagi anak dan bukan sekadar mencari siapa yang salah.

"Kesalahan itu ada pada diri kita sebagai keluarga dan orang dewasa bukan kepada orang lain. Dua bulan yang lalu atas inisiasi bapak Bupati Darwin Siagian yang telah memberikan perhatian yang sangat serius dan telah  mengumpulkan para kepala desa, camat, guru guru PAUD, tokoh adat, para giat perlindungan anak, tokoh-tokoh gereja lintas denominasi, untuk berdiskusi bersama dalam lokakarya yang dilakukan di Pendopo Kantor Bupati," ungkap dia

"Inilah yang perlu dijawab oleh masyarakat Tobasa untuk dijadikan pemikiran untuk mencari formulasi memutus mata rantai kejahatan terhadap anak di Tobasa," tandasnya. []

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.