Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai penggunaan anggaran pemerintah pusat sebesar Rp 90,45 miliar untuk sewa jasa influencer tidak etis. Apalagi, dana tersebut dianggarkan di masa pandemi Covid-19.
"Dalam situasi seperti sekarang, di mana pemerintah juga mendorong adanya penghematan dan realokasi anggaran, dana Rp 90 miliar hanya untuk influencer itu memang tidak etis," kata Yusuf kepada Tagar, Jumat, 21 Agustus 2020.
Daripada menggunakan dana untuk influencer, menurutnya uang tersebut lebih baik dialokasikan untuk keperluan swab test Covid-19. Dengan asumsi biaya Rp 1,5 juta per orang maka sudah mencakup 60.000 penduduk Indonesia.
Kendati demikian, Yusuf tidak memungkiri penggunaan influencer memang lumah dalam aktivitas pemerintah. Jasa pemengaruh tersebut dapat memudahkan pemerintah untuk melakukan sosialisasi secara lebih masif.
"Karena umumnya influencer merupakan sosok yang banyak dikenal, apalagi di zaman seperti sekarang peranan media sosial juga penting dalam melakukan sosialisasi," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menyayangkan keputusan pemerintah menggelontorkan dana besar untuk menyewa jasa influencer. Menurutnya, dana tersebut akan jauh lebih bermanfaat apabila dialokasikan untuk kepentingan rakyat miskin
"Tidak dibutuhkan. Tidak diperlukan. Lebih baik uang Rp 90 miliar lebih itu untuk rakyat. Rakyat masih banyak yang miskin. Masih perlu uluran tangan pemerintah," kata Ujang.
Ujang menilai upaya menyewa jasa influencer justru menandakan ada suatu kesalahan dalam pemerintahan. "Rp 90 miliar lebih untuk influencer itu tandanya ada yang salah di pemerintahan. Pemerintah sepertinya tak percaya diri dan tak siap dalam menjalankan janji-janji kampanyenya," ujar Ujang.
Lembaga swadaya masyarakat Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan pemerintah pusat menggunakan dana Rp 90,45 miliar untuk menyewa jasa influencer dalam menyosialisasikan kebijakan pemerintah sepanjang 2014-2019.
Merujuk pada situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), ICW menyebut hampir seluruh kementerian telah menggunakan jasa influencer.
"Khusus untuk influencer ya, total anggaran belanja pemerintah pusat untuk aktivitas yang melibatkan influencer mencapai 90,45 miliar rupiah," ujar Peneliti ICW Egi Primayogha dalam diskusi daring, Kamis, 20 Agustus 2020. []