Anda Gagal Ginjal? Jangan langsung Cuci Darah, Efeknya Lebih Berbahaya

Anda menderita gagal ginjal? Ingat jangan langsung cuci darah atau hemodialisis (HD), efeknya lebih berbahaya dari gagal ginjal itu sendiri. Penyakit komplikasi setelah cuci darah akan menyergap Anda seumur hidup. Bisa jadi, kematian tinggal menunggu hari. Jadi, Anda harus paham betul bahwa penderita gagal ginjal tidak serta merta harus cuci darah, ingat itu! Gejala umum orang yang gagal ginjal, diantaranya sering mual dan muntah-muntah. Tapi, tidak semua gejala itu merupakan tanda-tanda gagal ginjal. Anda harus tenang dan periksa ke dokter sedini mungkin.
Anda Gagal Ginjal? Jangan langsung Cuci Darah, Efeknya Lebih Berbahaya. (Foto: Ist)

Jakarta, (Tagar 21/8/2017) – Anda menderita gagal ginjal? Ingat jangan langsung cuci darah atau hemodialisis (HD), efeknya lebih berbahaya dari gagal ginjal itu sendiri. Penyakit komplikasi setelah cuci darah akan menyergap Anda seumur hidup. Bisa jadi, kematian tinggal menunggu hari. Jadi, Anda harus paham betul bahwa penderita gagal ginjal tidak serta merta harus cuci darah, ingat itu! Gejala umum orang yang gagal ginjal, diantaranya sering mual dan muntah-muntah. Tapi, tidak semua gejala itu merupakan tanda-tanda gagal ginjal. Anda harus tenang dan periksa ke dokter sedini mungkin.

Biasanya, setelah pasien divonis dokter menderita gagal ginjal, mereka langsung ambil tindakan cuci darah seminggu 2 kali. Ini tindakan yang kurang tepat. Lantas, apa yang terjadi? Ternyata cuci darah tidak mengobati, justru yang terjadi adalah pasien mengalami komplikasi penyakit, seperti struk ringan, jantung membengkak, cairan menumpuk di paru-paru, badan menjadi kurus kering, kelelahan, hilangnya fungsi ginjal, stress berkepanjangan, tekanan darah menjadi rendah, keracunan darah (Sepsis), sering pusing dan suhu badan tinggi mulai dari 38 drajat Celcius ke atas. Selain itu, masih ada akibat lainnya seperti sering kram otot, kulit gatal, susah tidur, tulang dan sendi nyeri, hilangnya libido (gairah seks), disfungsi ereksi dan mulut kering.

Hemodialisis atau lebih popular dengan sebutan cuci darah, berasal dari kata hemo artinya darah dan dialisis artinya pemisahan zat-zat terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari zat-zat sampah melalui proses penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis menggunakan ginjal buatan berupa mesin dialisis.

Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, Prof. DR. Dr. Endang Susalit, SpPD-KGH mengatakan, gagal ginjal merupakan penurunan fungsi ginjal secara perlahan dan tidak bisa kembai ke fungsi normal. Proses Gagal ginjal ini, katanya, terjadi secara perlahan-lahan dan hampir tidak ada gejala-gejala yang disadari. Penyebab utama dari gagal ginjal biasanya disebabkan oleh penyakit turunan seperti Diabetes (50 persen), Hypertensi (27 persen) dan Radang ginjal (23 persen).

“Kebanyakan pasien memilih jalan Hemodialisis atau cuci darah dibandingkan dengan transplantasi ginjal. Padahal, 1 kali hemodialisis memakan biaya Rp 850.000. Untuk pasien gagal ginjal stadium 5, mereka membutuhkan 8 kali Hemodialisis dalam sebulan dan menghabiskan dana Rp 6.800.000,” jelasnya.

Dr Endang Susalit, menambahkan, mengobati gagal ginjal dengan cara melakukan transplantasi ginjal dengan teknik Laparoskopi membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Tapi, efeknya, sangat berbeda jauh dengan cara hemodialisis. Setelah melakukan transplantasi ginjal, si penderita akan semakin sehat, berat badan kembali normal dan tiga bulan pascaoperasi sudah bisa melakukan aktivitas lagi.

Transplantasi ginjal memiliki manfaat dan keunggulan dibandingkan dengan cuci darah dalam segi prosedur, ketergantungan pada fasilitas medis dan peningkatan kuantitas dan perbaikan kualitas hidup. Transplantasi ginjal merupakan cara penanganan gagal ginjal yang paling ideal karena dapat mengatasi seluruh jenis penurunan fungsi ginjal, sedangkan cuci darah hanya mengatasi sebagian jenis penurunan fungsi ginjal.

Penderita gagal ginjal harus melakukan transplantasi, jika fungsi ginjal hanya tinggal lima sampai sepuluh persen dari kapasitas normalnya, maka kondisi ini disebut sebagai penyakit ginjal stadium akhir. Dalam kondisi Ini barulah si penderita melakukan pengobatan dengan cara transplantasi.

Mengingat gejala gagal ginjal tidak terdeteksi, maka tiap individu harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala minimal 1 tahun sekali dengan melakukan rangkaian tes urin, ureum dan kreatinin, gula darah dan kolesterol.

Jadi, kapan tepatnya seseorang memerlukan pengobatan gagal ginjal? Menurut para ahli dari Mayo Clinic hal itu berbeda-beda pada tiap pasien. Biasanya, dokter dalam menghadapi pasien gagal ginjal kronis sedapat mungkin melakukan pengobatan dengan cara-cara konservatif yaitu melalui pengaturan diet atau obat-obatan.

“Namun hal terpenting yang harus dilakukan masyarakat saat ini adalah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya gagal ginjal. Mereka yang paling berisiko adalah usia di atas 50 tahun, penderita diabetes, tekanan darah tinggi, obesitas, perokok dan orang yang memiliki riwayat penyakit ginjal di keluarga.” kata Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dr. Dharmeizar, SpPD-KGH. Saat ini, diperkirakan ada sekitar 300.000 penderita gagal ginjal di Indonesia.(wwn/DBS)

 

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.