Analisis Pun Sebatas Spekulasi Pesawat Sriwijaya Air SJ 182

Berita dan ulasan tentang penyebab kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 yang hilang kontak tanggal 9 Januari 2021 sejauh ini hanya spekulasi
Para penyelam TNI Angkatan Laut menarik bagian dari puing pesawat Sriwijaya Air dari perairan di sekitar Kepulauan Seribu, Minggu, 10 Januari 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Sejak semua orang bisa jadi ‘wartawan’ dan ‘pakar’ di era media sosial muncullah berita dan laporan serta ulasan tentang kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang hilang kontak tanggal 9 Januari 2021. Pesawat lepas landas dari Bandara Soetta pukul 14.36 WIB dan hilang kontak pukul 14.40 WIB atau 4 menit setelah lepas landas.

Seperti biasa kecelakaan kapal terbang selalu jadi pusat perhatian yang jadi ‘makanan’ bagi media massa, media online dan tentu saja media sosial.

Media massa, terutama stasiun TV, memanfaatkan pakar dan pengamat penerbangan melalui wawancara langsung (live) membahas penyebab kecelakaan. Wartawan pun nimbrung juga sebagai pengamat dan setengah pakar dengan ulasan dari berbagai aspek. Sedangkan netizen (warganet) ada yang membumbui fakta penerbangan dengan pendapat pribadi sehingga informasi tidak lagi faktual.

boeing sriwijayaPesawat Sriwijaya Air di Bandara Internasional Denpassar di Bali pada 23 Maret 2017 (Foto: voaindonesia.com - REUTERS/Thomas White)

Ada juga yang mengaitkan kecelakaan dengan usia pesawat yang sudah berumur 25 tahun. Padahal, pesawat yang baru pun bisa saja celaka. Memang, ada kaitan usia pesawat sebagai pemicu kecelakaan tapi harus ada fakta, misalnya karatan atau kelelahan logam.

1. Pilot dan Copilot sebagai Korban Spekulasi

Ada lagi yang mengaitkan kecelakaan dengan manajemen karena selama pandemi virus corona perusahaan kekurangan dana sehingga berdampak ke perawatan. Sebelum terbang ada SOP (Standard Operating Procedure – Prosedur Operasi Standar) yang harus dijalankan sehingga laik terbang.

Dalam jurnalistik narasumber yang layak diwawancarai untuk sebuah berita adalah orang-orang yang berkompeten. Dalam kaitan kecelakaan pesawat tentulah yang diwawancarai pakar terkait dengan teknologi penerbangan yang sudah barang tentu berbeda dengan pengamat penerbangan.

Bahkan, ada pakar penerbangan yang kata dia memakai data sekunder, tapi lagi-lagi ujung-ujungnya menohok pilot dan copilot karena dikesankan tidak bisa menguasai kendali pesawat ketika terjadi masalah. Ada lagi yang mengatakan pesawat menukik menghunjam laut tapi tanpa data sehingga hal itu menjadikan pilot dan copilot sebagai korban karena dianggap tidak mampu mengendalikan (hidung) pesawat. Padahal, bisa saja hal itu terjadi karena faktor di luar jangkauan pilot dan copilot.

Untuk menerbitkan sebuah berita seorang wartawan yang berlanjut ke redaktur didasari kode etik jurnalistik dengan self censorship berupa penilaian apakah berita itu layak diterbitkan agar tidak membuat gaduh, merugikan satu pihak, dan lain-lain. Ini merupakan bagian dari freedom of the press (kebesan pers). Hal inilah yang tidak ada pada warganet karena mulai dari awal sampai akhir (dipublikasi) tidak ada aturan yang mengikat sehingga bebas yang bernuansa free press (pers bebas).

Itu artinya yang dihadapi masyarakat di hari-hari pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hanya sebatas spekulasi, informasi yang tidak akurat dan hoaks.

ilus opini1Penyelidik Badan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika melakukan penilaian pertama di lokasi terhadap puing-puing pesawat Asiana Airlines Boeing 777 Penerbangan 214, di Bandara Internasional San Francisco, AS, 2013 (Foto: abcnews.go.com).

Badan semacam Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di banyak negara melakukan investigasi yang komprehensif untuk membuka tabir penyebab kecelakaan pesawat terbang. Hal ini bisa disaksikan di acara TV “Air Crash InvestigationNational Geographic.

2. Black Box Tidak Semerta Menggambarkan Penyebab Kecelakaan

Dalam acara ini bisa dilihat langkah untuk mencari penyebab kecelakaan kapal terbang tidak semudah yg diumbar penyiar stasiun-stasiun TV swasta nasional melalui Breaking News kecelakaan Sriwijaya Air 182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, 9 Januari 2021. Disebutkan dalam berita bahwa penyebab kecelakaan akan diketahui melalui black box.

Penyelidikan tidak hanya tergantung pada black box yang berisi rekaman data penerbangan pesawat (flight data recorder - FDR) dan percakapan di cockpit (cockpit voice recorder - CVR) karena tidak semerta menggambarkan penyebab kecelakaan.

Maka, penyelidikan pun dilakukan terhadap fisik pesawat terbang, saksi mata, petugas menara pengawas, data teknis dan perawatan pesawat terbang. Selain itu juga cargo dan penempatannya di bagasi. Jika belum ketemu, maka pilot-pilot lain di perusahaan diwawancarai, dan terakhir latar belakang kehidupan dan aktivitas kerja pilot dan copilot pun dicari.

Penyebab kecelakaan hanya bisa diketahui setelah menganalisis data berdasarkan CVR, FDR, saksi mata, analisis fisik serpihan pesawat, dan lain-lain.

ilus3 opiniUS Airways Flight 1549 pesawat Airbus A320-214 mendarat di Hudson River, Manhattan, New York City, 15 Januari 2009, karena mati mesin setelah menabak burung. Pilot Chesley Sullenberger dan copilot Jeffrey Skiles yang kemudian dikenal luas sebagai pilot Sully setelah diangkat ke layar lebar tahun 2016 (Foto: en.wikipedia.org)

Sebuah kecelakaan Air Midwest jenis turboprop Beechcraft 1900D dengan nomor penerbangan 5481 yang melayani penerbangan berjadwal di Amerika Serikat dari Charlotte Douglas International Airport, North Carolina ke Greenville-Spartanburg International Airport, South Carolina, 8 Januari 2003 ternyata karena kelebihan berat. Kecelakaan ini menewaskan 21 penumpang, pilot dan copilot.

3. Kenaikan Rata-rata Berat Badan

Penyelidikan National Transportation Safety Board/NTSB (KNKT-nya Amerika Serikat) menemukan fakta bahwa ada kelebihan berat penumpang dan bagasi seberat 264 kg. Ini terjadi karena perusahaan itu memakai ukuran berat badan rata-rata orang Amerika tahun 1936 yaitu 70-an kg.

Berdasarkan penyelidikan dengan bertanya ke dokter pribadi penumpang tentang barat badan pada kunjungan terakhir, ternyata berat badan rata-rata orang Amerika 90,7 kg dan barang tentengan ke kabin lebih dari 9 kg yang seharusnya hanya 5 kg.

Di awal-awal penerbangan murah, tahun 2000-an, calon penumpang pesawat terbang di Bandara Polonia, Medan, Sumut, berebut naik. Padahal, ada nomor kursi. Rupanya, mereka mencari tempat barang tentengan di tempat bagasi di atas tempat duduk. Ada penumpang yang bawa rensel, tas gantung di leher, tentangan di tangan kiri dan Kanan. Tentu saja ini sebenarnya sudah lebih 5 kg.

Bertolak dari berat badan dan barang tentengan beberapa maskapai penerbangan menimbang berat badan calon penumpang, seperti yang dilakukan maskapai penerbangan Finlandia, Finnair. Menimbang berat badan dan barang tentengan merupakan bagian dari pengecekan jumlah berat penumpang, bagasi dan bahan bakar untuk keselamatan penerbangan.

Kecelakaan Adam Air 574 di perairan Sulsel (1 Januari 2007), kecelakaan Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak (9 Mei 2012), dan kecelakaan Air Asia QZ8501 di Laut Jawa (28 Desember 2014) yang diulas di acara “Air Crash Investigation” di National Geographic memberikan gambaran yang sangat akurat tentang penyebab kecelakaan tersebut. []

Berita terkait
4 Kecelakaan Boeing 737-500 Sejenis Sriwijaya Air di Dunia
Pesawat Boeing 737-500, seperti yang dioperasikan Sriwijaya Air, pernah alami empat kecelakaan di Rusia, Tunisia dan Mesir
Serpihan Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang Hilang Kontak
Temuan serpihan pesawat dan barang di perairan Teluk Jakarta yang diduga dari pesawat Sriwijaya Air yang hilang kontak
Media Asing Menyoroti Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ182
Sorotan media asing terkait dengan pesawat Sriwijaya Air SJ182 jurusan Jakarta-Pontianak yang hilang kontak tanggal 9 Januari 2021
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.