Amerika Larang Impor Barang Hasil Kerja Paksa Warga Uighur

UU larang AS impor barang-barang yang diproduksi oleh tenaga kerja perbudakan Uighur, salah satu kelompok minoritas (Muslim) di Xinjiang, China
Warga etnis Uigur menyerukan pemboikotan Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing dalam aksi di distrik Hollywood, Los Angeles, California, AS, 10 Desember 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta - Gedung Putih mengatakan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, hari Kamis, 23 Desember 2021, telah menandatangani sebuah rancangan undang-undang untuk menjadi undang-undang yang melarang impor barang-barang yang diproduksi oleh tenaga kerja perbudakan Uighur, salah satu kelompok minoritas (Muslim) di Xinjiang, China.

UU Pencegahan Kerja Paksa Uighur, yang disetujui Kongres akhir minggu lalu setelah perundingan selama satu tahun, melarang semua impor dari wilayah Xinjiang-China ke Amerika kecuali perusahaan dapat menunjukkan “bukti yang jelas dan meyakinkan” bahwa rantai pasokan mereka tidak menggunakan tenaga kerja etnis Muslim-Uighur yang diperbudak di kamp-kamp China.

China menggambarkan kamp-kamp itu sebagai fasilitas “pendidikan kembali” untuk memberantas terorisme.

demo uighur di londomAksi protes etnik Uighur di London, Inggris, atas dugaan genosida oleh pemerintah China (Foto: bbc.com/indonesia – PA MEDIA)

Dorongan baru untuk mendesak pertanggungjawaban China terhadap pelanggaran hak asasi manusia itu muncul menjelang Olimpiade Musim Dingin di Beijing, Februari 2022 mendatang.

Awal tahun ini Amerika menyebut tindakan China terhadap kelompok minoritas Muslim-Uighur sebagai genosida, dan pekan lalu mengumumkan boikot diplomatik terhadap Olimpiade Musim Dingin di Beijing.

kamp uighurBendera-bendera China tampak di sepanjang jalan menuju kamp "reedukasi" di pinggiran Hotan, Xinjiang (Foto: Dok/AFP)

Awal bulan ini sebuah pengadilan independen mendapati bahwa kepemimpinan senior China “bertanggung jawab penuh” atas tindakan genosida terhadap Uighur.

China telah mengecam keras RUU itu dan menggambarkan Amerika sebagai munafik karena tidak mengurusi kerja paksa yang terjadi di wilayahnya sendiri.

jubir kemlu chinaJuru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian (Foto: Dok/voaindonesia.com/AP)

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, dalam konferensi pers pekan lalu mengatakan, “China dengan tegas menentang campur tangan Kongres Amerika terhadap urusan internal China dengan dalih masalah terkait Xinjiang. Dengan mengarang kebohongan dan membuat masalah pada isu-isu seperti itu, sejumlah politisi Amerika berupaya menekan China dan menahan kemajuan China lewat manipulasi politik dan intimidasi ekonomi atas nama HAM.”

Kelompok-kelompok HAM telah memuji undang-undang tersebut dan mengatakan hal itu menandai titik awal yang penting bagi negara-negara di dunia untuk menjawab perlakuan China terhadap Uighur. “Ini adalah sinyal ke seluruh dunia bahwa Amerika benar-benar akan mengambil tindakan atas hal itu,” ujar Peter Irwin, pejabat senior program advokasi dan komunikasi di Uyghur Human Rights Project pada VOA.

Ditambahkannya, “Hal ini juga dapat menjadi pola bagi pemerintah lain untuk mengambil tindakan serupa, dan mengatakan kami akan meloloskan undang-undang kerja paksa kami sendiri, misalnya ketika Amerika berhenti mengijinkan masuknya barang-barang hasil kerja paksa, lalu pemimpin China mengalihkan ekspor mereka ke Eropa atau Kanada. Jadi UU baru ini menjadi kerangka bagi pemerintah lain untuk mengambil dan meloloskan RUU semacam ini, yang akan membantu Amerika. Ini serupa dengan boikot diplomatik. Amerika adalah yang pertama, dan akan diikuti negara-negara lain.” (em/jm)/voaindonesia.com. []

Pemain NBA Enes Kanter Pimpin Demonstrasi Soal Kerja Paksa Uighur

UU Larangan Impor Produk Xinjiang Disahkan Parlemen Amerika

PBB Minta Izin China Selidiki Situasi Uighur di Xinjiang

Keprihatinan Atas Perlakuan China Terhadap Muslim Uighur

Berita terkait
Abaikan Uighur Perusahaan dan Entitas China Kena Sanksi AS
AS berikan sanksi-sanksi baru terhadap beberapa perusahaan bioteknologi, teknologi pemindaian dan entitas pemerintah China terkait pelanggaran HAM