Alasan Teroris Pilih Telegram untuk Berkomunikasi

Telegram dianggap aman, lantaran obrolan penggunanya tidak bisa disadap. Yang menjadi alasan kenapa banyak teroris menggunakan platform ini
Ilustrasi logo media sosial Telegram (Ilustrasi: Tagar/Regita Putri)

Jakarta - Aplikasi pesan singkat Telegram kerap diafiliasikan sebagai sarana komunikasi paling favorit digunakan sejumlah kelompok teroris, lantaran obrolan penggunanya tidak bisa disadap dan dianggap lebih aman.

Mengutip dari laman TechCrunch Disrupt, pendiri sekaligus CEO layanan pesan instan Telegram, Pavel Durov pernah menanggapi pertanyaan soal teroris gemar memakai Telegram untuk berkomunikasi dan mengkordinir aksi teror lewat aplikasi tersebut.

"Telegram dipandang aman, lantaran obrolan para penggunanya tidak bisa disadap. Ketika itu sudah tahu bahwa ada aktivitas grup teroris negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Telegram," kata Durov.

Dalam kurun waktu satu bulan setelah Telegram dirilis pada Oktober 2015 lalu, kata Durov, jumlah followers channel Telegram yang dioperasikan ISIS tercatat naik dua kali lipat menjadi 9.000 pengguna.

Telegram dipandang aman.

Layanan chatting ini kemudian berulang kali dipakai sebagai medium komunikasi dan koordinasi para pelaku terorisme dalam melancarkan aksinya di berbagai belahan dunia.

Telegram terbukti digunakan oleh pelaku serangan di Paris tahun 2015, serangan malam tahun baru 2017 di Turki, dan serangan di St. Petersburg pada April 2017.

Tidak hanya teroris luar negeri, di Indonesia juga pada Desember 2016 silam, sejumlah tersangka teroris yang ditangkap mengaku belajar membuat bom dengan mengikuti arahan lewat Telegram.

TelegramIlustrasi teroris kirim pesan lewat Telegram. (Foto: Istimewa)

Sejak awal kehadirannya, Telegram selalu mengedepankan diri sebagai platform messaging yang aman dari intipan pihak lain. Fiturnya dalam hal ini termasuk enkripsi end-to-end yang mencegah pesan dicegat dan dibaca, kecuali oleh pengirim dan penerima.

Selain itu, kata peneliti senior dari grup riset TAPSTRI yang berfokus pada penggunaan internet oleh teroris, Jade Parker, enkripsi penjamin kerahasiaan bukanlah satu-satunya faktor yang menarik teroris ke platform Telegram.

Tetapi juga menyediakan fasilitas lain untuk memudahkan komunikasi, baik yang bersifat rahasia ataupun terbuka, dari individu ke individu ataupun menarget kalangan yang lebih luas misalnya, bersifat terbuka untuk publik dan bebas diikuti oleh pengguna lain (follower).

Selain itu, channels ini juga sering digunakan oleh teroris sebagai sarana untuk menyebar propaganda, dengan cara broadcast konten, ada juga group, private message, dan secret chat.

Fitur yang disebut secret chat terbilang istimewa karena menerapkan enkripsi client-to-client.

Semua pesan yang terkirim dienkripsi dengan protokol MTProto. Berbeda dari pesan biasa di Telegram yang bisa diakses dari berbagai perangkat karena berbasis cloud.

Pesan secret chat hanya bisa diakses melalui dua perangkat, yakni perangkat pengirim yang menginisiasi percakapan dan perangkat penerima.

Isi percakapan pun bisa dihapus kapan pun, atau diatur agar terhapus secara otomatis. Kombinasi beberapa fasilitas berbeda ini, menurut Parker, memudahkan grup teroris seperti ISIS dalam memakai Telegram sebagai “pusat komando dan kendali”.

Seorang teroris, misalnya, bisa memperoleh video sebuah serangan teror lewat secret chat, lalu menyebarkannya ke followers di channel sebagai propaganda.

“Mereka berkumpul di Telegram, lalu pergi ke platform lain yang berbeda-beda. Informasinya dimulai di Telegram, lalu menyebar ke Twitter dan Facebook,” ujar Parker dikutip dari Vox.

Sementara menurut Pakar kontra terorisme, Ahmet S. Yayla dari George Mason University, teroris biasanya memakai satu nomor telepon untuk aktivasi, tapi justru memakai nomor lain ketika menggunakan Telegram.

"Kartu SIM yang Anda pakai untuk membuka akun Telegram tak harus sama dengan kartu SIM yang Anda pakai di telepon untuk mengakses aplikasi,” ujar Yayla.

Meski menerapkan keamanan ketat dalam hal privasi, bergabung dengan Telegram relatif mudah. Pengguna cukup menyediakan nomor ponsel untuk menerima kode akses, yang kemudian dipakai untuk membuka akun.

Dengan demikian, bukan hanya teroris jadi lebih sulit dilacak oleh pihak kepolisian, tetapi mereka juga bisa dengan mudah membuat akun baru, begitu yang lama terendus pihak berwajib.

Selain gampang sekali untuk masuk, teroris pun sulit dikeluarkan dari Telegram. []

Berita terkait
Instagram Hilangkan Fitur Like ke Pengguna Indonesia
Instagram resmi memberlakukan perluasan uji coba menghilangkan like pada foto dan video yang diunggah pengguna Instagram di Indonesia.
Aplikasi Telegram dan Modus Baru Teroris Bom Medan
Pengamat terorisme dari jurnal Intelijen, Stanislaus Riyanta menilai pelaku pengeboman Medan, menggunakan celah kelonggaran aplikasi Telegram.
Aplikasi Allstars Hadirkan Layanan Jasa Influencer
Media sosial digegerkan kehadiran paltform Allstars, hadir dengan fitur yang memudah pemilik usaha untuk promosikan merek lewat influencer.
0
Presiden Biden Tiba di Eropa untuk KTT G7 Bahas Ukraina dan Ekonomi
KTT negara-negara G-7 dengan para pemimpin negara-negara sekutu AS bahas sikap mereka terhadap Rusia dan ekonomi dunia yang melemah