Alasan Prabowo Tak Mau Ketemu Jokowi

Mengenai wacana pertemuan Jokowi dan Prabowo untuk rekonsiliasi pasca Pilpres 2019, Prabowo tak mau ketemu Jokowi. Ini alasannya.
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto datang ke acara debat capres, 15 menit setelah mantan istrinya, Titiek Prabowo datang terlebih dulu di Hotel Shangri La Jakarta, Sabtu malam (30/3/2019). (Foto: Tagar/Suratno Wongsodimedjo)

Jakarta - Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif mengatakan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, tidak mau bertemu calon presiden nomor urut 01 Jokowi atau perwakilannya karena Prabowo mengikuti saran ulama.

"Ulama menyarankan jangan bertemu dulu, biarkan fokus dengan pekerjaannya masing-masing dan alhamdulillah beliau ikut saran itu demi kebaikan bersama," kata Slamet usai Rapat Pleno BPN Prabowo-Sandi di Jalan Kertanegara VI, Jakarta, Kamis 25 April 2019.

Slamet mengatakan agar Prabowo tetap fokus mengawal penghitungan suara C1 agar tidak terjadi kecurangan.

Ulama menyarankan jangan bertemu dulu, biarkan fokus dengan pekerjaannya masing-masing dan alhamdulillah beliau ikut saran itu demi kebaikan bersama.

Ia menambahkan kalau antar-anak bangsa dan warga negara bertemu dipersilakan saja namun saat ini sedang dalam proses pembuktian dugaan kecurangan Pemilu.

Karena itu, lanjutnya, para ulama menyarankan agar pertemuan Prabowo dan Jokowi dilakukan setelah ada keputusan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

"Karena kondisi saat ini masih sangat riskan di bawah karena pembuktian kecurangannya sangat tinggi untuk kita buktikan kecurangannya," ujarnya.

Karena itu dia menyarankan para pendukung dan relawan BPN Prabowo-Sandi fokus mengumpulkan C1 dan mengumpulkan bukti kecurangan.

Pemilihan presiden, data Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Kamis 25 April 2019 pukul 15.30 WIB berdasarkan hitungan suara masuk dari 276.249 TPS atau 33,96 % dari keseluruhan 813.350 TPS. 

Real count KPU menunjukkan kemenangan Jokowi-Ma'ruf 56,09 % (29.123.044 suara). Sedangkan Prabowo-Sandiaga 43,91 % (22.795.516 suara). 

Turunkan Tensi Politik

Dalam kesempatan berbeda, mantan aktivis Gerakan Bela Islam 212 Kapitra Ampera mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama menurunkan tensi politik serta menghormati proses rekapitulasi suara pemilu 2019 yang dilakukan KPU.

"Pemilu 2019 sudah dilakukan dengan aman, damai, dan kondusif, pada 17 April lalu. Sekarang, mari kita bersama-sama menunggu hasil rekapitulasi suara yang dilakukan KPU," kata Kapitra Ampera, di Media Center Cemara, Menteng, Jakarta dilansir Antara.

Menurut Kapitra, setelah para pemilih menggunakan hak pilih di tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia yang tersebar di 809.376 TPS, sejumlah lembaga survei melakukan hitung cepat atau quick count untuk pemilu presiden dan pemilu legislatif 2019.

Calon anggota legislatif (caleg) PDI Perjuangan untuk DPR RI dari daerah pemilihan Riau II ini, mengimbau agar masyarakat menghargai hasil quick count yang didasarkan pada sampel data C1 dan dihitung dengan metologi ilmiah, meskipun hanya menjadi indikasi.

"Quick count, meskipun bukan merupakan hasil hitungan resmi, tapi Insya Allah hasilnya relatif sama dengan hasil hitungan resmi dari KPU. Karena, quick count dihitung berdasarkan metodologi ilmiah," katanya.

Berdasarkan amanah undang-undang Pemilu, bahwa penghitungan resmi pemilu dilakukan secara manual oleh KPU. Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan KPU, hasil penghitungan suara secara manual akan diumumkan pada 22 Mei mendatang.

Pada kesempatan tersebut, Kapitra juga mengimbau masyarakat untuk bersama-sama dengan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin, membangun Indonesia ke depan menjadi lebih baik.

Menurut dia, kalau nanti KPU mengumumkan bahwa Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin terpilih sebagai pemenang pemilu presiden 2019, maka Joko Widodo adalah presiden pilihan rakyat Indonesia.

Kapitra menegaskan, bahwa Joko Widodo akan bersedia mendengar dan menampung aspirasi masyarakat, termasuk dari kelompok PA 212 maupun GNPF ulama. 

"Asalkan aspirasi tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945, Pancasila, serta tetap berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Kapitra Ampera. []

Baca juga:

Berita terkait