Manila – Para analis mengatakan, keputusan Pemerintah Filipina untuk memulihkan Pakta Pertahanan dengan militer Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa China belum memberi cukup banyak kepada negara Asia Tenggara itu untuk mempertahankan persahabatan atau mengambil hati rakyat Filipina.
Sebelumnya, Pemerintah Filipina selama 18 bulan mengancam akan membatalkan pakta tersebut.
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengumumkan pada 29 Juli 2021 dalam kunjungan Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, ke Manila, bahwa ia akan melanjutkan pakta yang berusia 22 tahun, secara umum dikenal sebagai Visiting Force Agreement (VFA).
Penjaga pantai Filipina melaporkan keberadaan kapal China di Whitsun Reef, Laut China Selatan pada 7 Maret 2021 (Foto: dw.com/id)Duterte mengatakan sejak Februari 2020 bahwa dia berencana untuk keluar dari pakta itu.
Para pakar mengatakan, Duterte yang menjabat sejak tahun 2016, menyadari bahwa China tidak akan memenuhi janji memberi bantuan dan investasi senilai 33 miliar dolar AS kepada negara kepulauan di Asia Tenggara yang tumbuh cepat dan haus infrastruktur itu.
Pada Maret dan April 2021 Filipina terkejut dengan 220 kapal China yang ditambatkan di karang yang disengketakan oleh kedua negara. Para analis mengatakan tindakan itu semakin membuat marah para pejabat di Manila, mengingatkan mereka akan sengketa kedaulatan maritim yang lebih luas dengan Beijing (ps/ft)/voaindonesia.com. []
