Akhirnya, Ada Mesin Peringatan Dini Tsunami di Selat Sunda

Ketika digunakan, mesin itu dapat dipantau dari kantor BMKG.
Foto udara kerusakan akibat tsunami Selat Sunda di wilayah pesisir Pandeglang, Banten, Minggu (23/12/2018). Data BNPB per 24 Desember 2018 menyatakan korban akibat tsunami Selat Sunda bertambah, 281 orang tewas, 1.016, luka-luka, 57 hilang dan 11.687 orang mengungsi. (Foto: Antara/Susi Air)

Lampung, (Tagar 2/1/2019) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akhirnya memasang sensor water level dan sensor curah untuk mengantisipasi dini dampak erupsi Gunung Anak Krakatau terhadap tinggi gelombang laut.

Alat tersebut dipasang di Pulau Sebesi di Selat Sunda. Ketika digunakan, sensor itu dapat live ke server Automatic Weather Station (AWS) Rekayasa di kantor BMKG.

Dalam penjelasan dari BMKG, diterima Antara disitat Tagar News Rabu (2/1), menyatakan kita perlu memahami penyebab tidak muncul peringatan saat terjadi tsunami di Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam lalu, pasti masih ada yang bertanya, lalu apa yang dilakukan BMKG untuk memantau potensi tsunami senyap yang masih bisa terjadi akibat longsoran Gunung Anak Krakatau.

Pascabencana 22 Desember tersebut, BMKG kemudian merintis sistem peringatan dini tsunami akibat longsoran lereng Gunung Anak Krakatau yang dinamai Indonesia Seismic Information System (InaSEIS). Sistem ini beroperasi di Selat Sunda berbasis pemantauan intensitas gempa skala lokal.

BMKG menegaskan, hingga saat ini di dunia belum ada sistem peringatan dini tsunami akibat longsoran lereng vulkanik. Namun, BMKG merancang permodelan mandiri, kata Daryono, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG.

BMKG berharap sistem yang dirintis ini dapat memberikan manfaat pada peringatan dini tsunami di Selat Sunda.

KrakatauFoto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 WIB dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut). (Foto : Antara/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat)

BMKG kembali menegaskan, hingga saat ini terkait gempa bumi terlebih tsunami belum bisa diprediksi, jadi jika banyak beredar terkait prediksi gempa dan tsunami abaikan saja berita tersebut.

BMKG dan Badan Geologi juga terus memantau perkembangan Gunung Anak Krakatau. Jadi pastikan untuk memantau perkembangan beritanya hanya dari aplikasi InfoBMKG dan aplikasi bernama Magma Indonesia. 

Sudah mulai banyak beredar mengenai rekaman audio pendek sekitar 1 menit 34 detik yang isinya memberitahukan bahwa menurut BMKG akan terjadi letusan Gunung Anak Krakatau yang menghasilkan gempa dengan skala 8 SR di wilayah Lampung dalam waktu dekat atau dalam beberapa hari atau dalam beberapa minggu ke depan.

BMKG menegaskan, tidak pernah memberikan pernyataan tersebut dan diimbau kepada masyarakat jika mendapat broadcast terkait audio tersebut untuk tidak menyebarluaskannya dan langsung saja dihapus agar tidak kembali membuat resah masyarakat.

Gunung Anak Krakatau, salah satu gunung api di dalam laut yang paling aktif di dunia itu, dilaporkan setelah erupsi pada Sabtu (22/12), kini ketinggiannya tinggal 110 meter dari permukaan laut (mdpl), dari sebelumnya setinggi 338 mdpl. Sebagian material tubuhnya dipastikan telah luruh ke laut di sekitarnya, sehingga kemudian diduga menjadi pemicu terjadi tsunami Selat Sunda pada kawasan pesisir di Lampung dan Banten.

Berita terkait
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)