Jakarta – Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengungkapkan pemerintah seharusnya melibatkan kalangan akademisi dalam rencana amandemen Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Salah satu hal yang dia soroti adalah soal pengembalian fungsi pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada Bank Indonesia
“Lebih baik disusun dulu kajian akademis tentang pengembalian fungsi pengaturan dan pengawasan OJK selama ini,” katanya kepada Tagar, Jumat 18 September 2020.
Menurut Paul, sejumlah perguruan tinggi di dalam negeri mempunyai kompetensi yang mumpuni dalam melakukan kajian keuangan dan sektor ekonomi. Untuk itu, dia mendorong pemerintah dapat bersifat terbuka dalam menerima hasil koreksi demi kebaikan sektor jasa keuangan.
“Di Indonesia banyak kampus-kampus yang bagus, yang bisa diajak diskusi untuk kebijakan ini. Sebab sekali lagi, ini Undang-Undang ini bersifat mengikat dan bisa merubah tatanan keuangan secara makro, jadi harus hati-hati,” tuturnya.
Apabila mencermati kondisi seperti saat ini, kata Paul, pemerintah seharusnya tidak melakukan perubahan yang bersifat fundamental. Pasalnya, perubahan regulasi yang cenderung ekstrim dikhawatirkan malah menjadi boomerang bagi tata kelola keuangan di masa yang akan datang.
“Kini bukan saat yang tepat untuk mengubah total fungsi OJK. Saya tidak melihat tidak ada urgensinya,” tegas dia.
Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, pemerintah bersama DPR berniat untuk melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Melalui pembaharuan ini, independensi bank sentral ditengarai bakal disunat dengan masuknya pengaruh pemerintah dalam kebijakan moneter
Sebagai contoh, Bank Indonesia diberikan akses untuk memasuki pasar keuangan primer dengan tujuan membantu mengatasi masalah keuangan negara dalam kondisi darurat pandemi seperti saat ini. Walaupun sebenarnya hal tersebut bukan termasuk tugas pokok dan fungsi BI, namun pemerintah menyediakan payung regulasi melalui UU No.2/2020 terkait penanganan pandemi Covid-19.
Hal lain yang dirasa akan semakin mempersempit ruang BI adalah soal rencana pembentukan Dewan Moneter yang kemudian berganti nama menjadi Dewan Kebijakan Ekonomi Makro (DKEM). Nantinya, setiap kebijakan strategis moneter yang akan dirilis oleh Bank Indonesia diperkirakan harus mendapat persetujuan dari dewan tersebut.
Adapun, anggota dewan ini akan diisi oleh Menteri Keuangan (sebagai koordinator), Gubernur Bank Indonesia, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, satu menteri bidang perekonomian, dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK).