Ahok vs Anies Soal IMB Reklamasi, Siapa Benar?

Anies Baswedan yang menerbitkan izin IMB dipertanyakan sejumlah pihak, nama Ahok disangkut pautkan.
Usai menyegel 932 bangunan di Pulau D lahan Reklamasi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut akan menuntaskan dua Raperda soal Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantas Utara Jakarta, dan RZWP3K. (Foto: Antara)

Jakarta - Tindakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) dipertanyakan sejumlah pihak. Nama Gubernur DKI Jakarta periode sebelumnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) malah disangkut-pautkan.

Anies memberikan alasan kenapa ia menerbitkan IMB untuk  Pulau C, Pulau D, dan Pulau E hasil reklamasi kawasan strategis pantai utara Jakarta. Dan Ahok akhirnya memberikan komentar terhadap pernyataan itu.

Apa saja poin pernyataan Anies versus Ahok ketika membahas IMB pulau reklamasi?

Anies BaswedanGubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Foto: Ant/Reno Esnir)
1. Anies

"Jika tidak ada Pergub 206/2016 itu, maka tidak bisa ada kegiatan pembangunan apapun di sana, otomatis tidak ada urusan IMB dan lain-lain karena memang tidak punya dasar hukum untuk ada kegiatan membangun," ucap Anies, Rabu, 19 Juni 2019. 

Begitu ada Pergub, maka pengembang punya dasar hukum atas bangunan yang terjadi di sana.

"Saya juga punya pertanyaan yang sama. Lazimnya tata kota ya diatur dalam Perda bukan Pergub. Itulah kelaziman dan prosedur yang tertib ya begitu. Memang konsekuensinya, menunggu selesainya Perda itu perlu waktu lebih lama," ucapnya.

Basuki Tjahaja PurnamaEks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. (Foto: Instagram/ @basukibtp)

2. Ahok

"Aku udah malas komentarinya. Kalau pergub aku bisa terbitkan IMB reklamasi, udah lama aku terbitkan IMB. Kan aku pendukung reklamasi untuk dapatkan dana pembangunan DKI yang bisa capai di atas Rp 100-an triliun dengan kontribusi tambahan 15 persen NJOP setiap pengembang jual lahan hasil reklamasi. Anies kan anti-reklamasi dan gubernur paling hebat berani lawan putusan kasasi PTUN soal reklamasi," ucap Ahok.

Untuk pulau reklamasi saat itu tidak bisa terbitkan IMB karena belum ada dasar perda-nya. Kalau sekarang dengan Pergub saya 2016 bisa buat IMB pulau reklamasi? Artinya Pergub yang sama di tahun 2016 nggak bisa terbitkan IMB pulau reklamasi.

"Sekarang karena gubernurnya pintar ngomong, Pergub aku udah bisa untuk IMB reklamasi tanpa perlu perda lagi yang ada kewajiban 15 persen dari nilai NJOP dari pengembang untuk pembangunan DKI. Anies memang hebat bisa tidak mau 15 persen buat bangun DKI? Sama halnya dengan oknum DPRD yang menolak ketuk palu perda karena pasal 15 persen kontribusi tambahan?" kata dia.

Anies maupun Ahok menilai masing-masing tindakannya tidak salah terkait penerbitan IMB pulau reklamasi. Keduanya punya argumen untuk menjawab pertanyaan berbagai pihak, tapi siapakah yang sebenarnya melakukan tindakan yang tidak tepat terkait IMB antara Anies versus Ahok?

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengungkapkan sebenarnya tidak ada tindakan yang benar dari Anies maupun Ahok terkait pulau reklamasi. Keduanya tetap saja sama-sama tidak memperhatikan urutan IMB yang sesuai aturan.

Sebagai gubernur, Anies yang baru menerbitkan IMB di Pulau C, Pulau D, dan Pulau E hasil reklamasi, sudah selayaknya ia kini membatalkan izin itu.

"Gubernur Anies Baswedan harus membatalkan IMB yang sudah diterbitkan," ucap Nirwono kepada Tagar, Kamis, 29 Juni 2019.

Nirwono JogaPengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga
Sementara Ahok yang mengaku mengeluarkan peraturan gubernur (pergub) untuk acuan panduan rancang kota pulau-pulau reklamasi dan tidak berniat menerbitkan IMB dengan pergub pun menurutnya punya kesalahan. Karena aturan soal pemberian IMB untuk pulau reklamasi semestinya dibahas dalam peraturan daerah (perda) bukan dalam peraturan gubernur (pergub).

"Harusnya semua di atas berdasarkan peraturan daerah (perda). Pergub itu hanya diskresi jika belum ada aturan di atasnya," kata dia.

Menerbitkan IMB seharusnya tidak dilakukan sembarangan, ada hal-hal yang harus diperhatikan sesuai dengan urutan undang-undang Penataan Ruang nomor 26 tahun 2017 (UU 26/2007). 

Pertama, rencana tata ruang wilayah (RTRW), kedua rencana tata ruang wilayah (RTRW), ketiga rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi (RDTR-PZ), keempat rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL), dan kelima panduan rancang kota (PRK).

Menurut Nirwono, ada hal lain juga yang semestinya diperhatikan ketika berniat menerbitkan IMB untuk pulau reklamasi. Pertama, pulau-pulau reklamasi harus dijelaskan dulu status hukumnya legal atau ilegal. Kemudian, ketika sudah menemukan kesepakatan bahwa pulau itu legal, baru dibuatkan raperda tata ruang zonasi wilayah dan per pulau.

Pulau ReklamasiPulau Reklamasi Pantai Utara Jakarta. (Foto: cekaja.com)
Kemudian pengembang memohon izin prinsip pengembangan kawasan per pulau yang diikuti dengan menyusun rencana induk kawasan dan rencana tapak. Pada rencana tapak akan terlihat pembangunan kawasan yang dibagi menjadi beberapa blok, di mana dibagi atas kavling-kavling bangunan.

"Barulah pengembang mengajukan IMB per kavling (biasanya borongan per blok/kawasan biar cepat dan murah), baru IMB dikeluarkan dan  pengembang baru bisa membangun bangunan," kata dia.

Sayangnya, sejak awal Ahok tidak menjalankan sesuai prosedur. Belum usai rancangan perda tentang tata ruang pulau-pulau reklamasi yang masih dibahas di DPRD, Ahok malah mengeluarkan pergub 206/2016. Disamping itu, pembangunan di pulau reklamasi pun sudah berlangsung mulai pada 2015.

Akhirnya, apa yang diputuskan sejak awal berimbas pada masa sekarang. "Karena proses reklamasi sejak awal melanggar tidak sesuai prosedur di atas maka ke bawahnya jadi ikutan melanggar juga, jadi terbolak balik semua," tuturnya.

Ia mengatakan publik akan mulai bertanya-tanya dari IMB. Apa niat pemerintah DKI Jakarta benar-benar untuk kepentingan rakyat atau mengakomodasi pengembang? Bagaimana bisa IMB dikeluarkan kalau rencana induk kawasannya saja tidak ada dan rencana induk kawasan juga tidak bisa dibuat, karena di atasnya belum ada rencana tata ruang kawasan atau pulaunya juga belum ada?

Menurutnya, kalau Pulau C, D, dan G dianggap sebagai daratan wilayah DKI terus bagaimana menghitung luas 35 persen dari luas pulau-pulau tersebut yang akan dikelola oleh pihak swasta?

Bagaimana tanah yang ber-IMB ini dianggap 5 persen dari 35 persen? Bagaimana menghitung luas kawasan?

"Kalau nanti dianggap sebagai daratan wilayah DKI, persoalannya adalah bagaimana menghitung luas kawasan 35 persen yang akan dikelola swasta dan menghitung biaya kompensasi yang harus dibayarkan pengembang kepada pemda DKI? Kalau dianggap sebagai daratan wilayah DKI berarti yang dianggap 100 persen adalah seluruh wilayah daratan DKI?" ucap dia. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.