Ada Relaksasi Kredit, Bank Pilih Pupuk Pencadangan

Kebijakan pemerintah yang mendorong pemberian relaksasi kredit di masa pandemi Covid-19 membuat perbankan memilih langkah antisipatif.
Pengunjung mencoba produk perbankan digital yang ada di BCA Expoversary 2020 di Indonesia Convention Exebation, Tangerang, Banten, Jumat, 21 Februari 2020. (Foto: Antara/Muhammad Iqbal/foc)

Jakarta - Kebijakan pemerintah yang mendorong pemberian relaksasi kredit di masa pandemi Covid-19 membuat pelaku industri perbankan memilih langkah antisipatif. Pasalnya, pelaku industri harus menyiapkan modal yang lebih besar pada instrumen cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) guna menambal kredit bermasalah debitur.

Meskipun telah ada dispensasi dalam penerapan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang sebelumnya menghitung potensi kerugian menjadi hanya kredit macet, tetap saja perbankan memilih bermain aman dengan terus memupuk CKPN. Langkah ini pun membawa konsekuensi tersendiri, yakni sangat potensial untuk menggerus pembentukan laba karena harus membagi kosentrasi dana yang dimiliki perusahaan.

Potensi pengetatan likuiditas perbankan cukup terbuka di tengah kebijakan relaksasi kredit

Baca Juga: Imbas Covid-19, Relaksasi Kredit BRI Capai Rp 57 T 

Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja mengatakan potensi pengetatan likuiditas perbankan cukup terbuka di tengah kebijakan relaksasi kredit. Untuk itu, pihaknya memprioritaskan ruang permodalan yang cukup guna terus mempertahankan kinerja perseraoan.

"Kondisi ini membuat kami terus mempersiapkan likuiditas dan permodalan secara lebih baik," ujarnya kepada Tagar beberapa waktu lalu.

Narasi Jahja tersebut merujuk pada kondisi pandemi yang belum bisa diprediksi kapan akan segera berakhir. Ini pula yang menjadi dasar bank dengan kode emiten BBCA itu terus berupaya dalam menjaga likuiditas perusahaan.

"Pandemi ini belum ada yang tahu akan berakhir sampai kapan, yang bisa kita lakukan adalah mempersiapkan," kata Jahja.

Senada, Presiden Direktur Bank OCBC NISP, Parwati Surjaudaja dalam keterangan resminya mengatakan pihakya berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dalam memberikan relaksasi kredit pasca serangan Covid-19.

"Kesehatan keuangan bank yang masih tetap terjaga pada kuartal I/2020, yang terlihat dari rasio kecukupan modal yang berada pada level 18,8 peraen dan juga rasio ketersediaan dana untuk memenuhi kewajiban yang mencapai 156,2 persen," tuturnya.

Berdasarkan data yang dirilis oleh OJK, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan bulan Maret 2020 tercatat meningkat 9,6 persen secara tahunan menjadi Rp 5.979,3 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang hanya 7,5 persen.

Simak PulaBank UOB Beri Relaksasi Kredit Debitur Covid-19

Di sisi lain, kredit perbankan pada Maret 2020 tumbuh 7,2 persen year-on-year menjadi Rp 5.703,4 triliun, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 5,5 persen.[]

Berita terkait
Relaksasi Kredit, Bank di Daerah Masih Saja Menagih
Presiden Jokowi membuat kebijakan relaksasi kredit saat pandemi Covid-19, praktiknya petugas bank milik negara masih ada yang menagih bunga kredit.
Hanya 117 Debitur di Jatim Dapat Relaksasi Kredit
OJK mencatat ada 117 debitur yang disetujui mendapatkan keringanan membayar kredit dengan total anggaran mencapai Rp 34,7 M.
OJK Diminta Intensifkan Edukasi Relaksasi Kredit
OJK diminta lebih gencar melakuan edukasi terkait kebijakan keringanan (relaksasi) kredit akibat imbas virus corona Covid-19.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.