Jakarta - Kebijakan pemerintah yang mendorong pemberian relaksasi kredit di masa pandemi Covid-19 membuat pelaku industri perbankan memilih langkah antisipatif. Pasalnya, pelaku industri harus menyiapkan modal yang lebih besar pada instrumen cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) guna menambal kredit bermasalah debitur.
Meskipun telah ada dispensasi dalam penerapan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang sebelumnya menghitung potensi kerugian menjadi hanya kredit macet, tetap saja perbankan memilih bermain aman dengan terus memupuk CKPN. Langkah ini pun membawa konsekuensi tersendiri, yakni sangat potensial untuk menggerus pembentukan laba karena harus membagi kosentrasi dana yang dimiliki perusahaan.
Potensi pengetatan likuiditas perbankan cukup terbuka di tengah kebijakan relaksasi kredit
Baca Juga: Imbas Covid-19, Relaksasi Kredit BRI Capai Rp 57 T
Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja mengatakan potensi pengetatan likuiditas perbankan cukup terbuka di tengah kebijakan relaksasi kredit. Untuk itu, pihaknya memprioritaskan ruang permodalan yang cukup guna terus mempertahankan kinerja perseraoan.
"Kondisi ini membuat kami terus mempersiapkan likuiditas dan permodalan secara lebih baik," ujarnya kepada Tagar beberapa waktu lalu.
Narasi Jahja tersebut merujuk pada kondisi pandemi yang belum bisa diprediksi kapan akan segera berakhir. Ini pula yang menjadi dasar bank dengan kode emiten BBCA itu terus berupaya dalam menjaga likuiditas perusahaan.
"Pandemi ini belum ada yang tahu akan berakhir sampai kapan, yang bisa kita lakukan adalah mempersiapkan," kata Jahja.
Senada, Presiden Direktur Bank OCBC NISP, Parwati Surjaudaja dalam keterangan resminya mengatakan pihakya berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dalam memberikan relaksasi kredit pasca serangan Covid-19.
"Kesehatan keuangan bank yang masih tetap terjaga pada kuartal I/2020, yang terlihat dari rasio kecukupan modal yang berada pada level 18,8 peraen dan juga rasio ketersediaan dana untuk memenuhi kewajiban yang mencapai 156,2 persen," tuturnya.
Berdasarkan data yang dirilis oleh OJK, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan bulan Maret 2020 tercatat meningkat 9,6 persen secara tahunan menjadi Rp 5.979,3 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang hanya 7,5 persen.
Simak Pula: Bank UOB Beri Relaksasi Kredit Debitur Covid-19
Di sisi lain, kredit perbankan pada Maret 2020 tumbuh 7,2 persen year-on-year menjadi Rp 5.703,4 triliun, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 5,5 persen.[]