Achmad Agun, Anak Yatim Piatu Kreatif di Bantaeng

Achmad Agun, anak yatim piatu di Bantaeng, kepahitan hidup membuatnya terpacu cepat mandiri, usia 19 tahun sudah bikin kedai minuman kekinian.
Achmad Agun meracik minuman untuk pelanggan, di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Senin, 8 Juni 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng, Sulawesi Selatan - Anak lelaki usia 19 tahun bernama Achmad Agun ini yatim piatu sejak kecil. Lima menit ia berada di dunia, ibunya yang melahirkannya mengalami pendarahan kemudian meninggal. Tiga tahun kemudian ayahnya meninggal. Ia diasuh nenek dan tante. Kepahitan hidup membuatnya cepat mandiri. Setelah jadi barista di sebuah kafe, ia membuat usaha sendiri diberi nama Kedai Terserah, dengan menu minuman kekinian. Ia melakukan ini dalam rangka mengumpulkan uang untuk kuliah.

Achmad Agun tinggal di Kampung Pasorongi, Kelurahan Lamalaka, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Tagar mengunjunginya, Senin siang, 8 Juni 2020. Di balik perawakannya yang kecil, tenang, ramah, pendiam, senyumnya memancarkan energi positif yang kuat.

Ia genap berusia 19 tahun pada 9 Juni 2020. Masih relatif muda, tapi cara berpikirnya dewasa. Ia menyulam kesedihan demi kesedihan menjadi kekuatan, berujung berkah, rasa bahagia dan bangga orang-orang di sekitarnya.

Saya kasih nama kopi Bucin karena rasanya yang manis tapi kalau sudah hampir habis akan mulai terasa pahit, sama kalau seseorang lagi ngebucin alias jadi budak cinta.

Yatim BantaengAchmad Agun memperlihatkan sebungkus Thai Tea dingin hasil racikannya yang siap diantarkan ke pelanggan, di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Senin, 8 Juni 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Agun, begitu ia disapa, 19 tahun silam, baru lima menit ia menghirup udara di dunia, ibunya mengalami pendarahan kemudian meninggal dunia. Kepedihan yang belum ia pahami berlanjut saat ia berusia tiga tahun. Ayahnya jatuh sakit dan juga menutup usia karena penyakitnya.

Ia kemudian dirawat dan tumbuh besar bersama nenek dan tante. Ia menyadari posisinya sebagai seorang anak yang membutuhkan kasih sayang orang tua. Namun, ia tidak menyalahkan keadaan, tidak menyalahkan siapa-siapa atas kenyataan hidup ini. 

"Saya bangga dengan keluarga yang telah berhasil membuat saya merasa lengkap dengan kekurangan saya. Dan juga teman-teman saya yang sudi ada saat saya membutuhkan, selalu ada di saat susah," tutur Agun.

Baginya kenyataan adalah suratan takdir yang harus dijalani dan disyukuri. Ia menjalani hidup dengan baik, tahapan-tahapa pendidikan dasar dan tingkat pertama ia ikuti prosesnya, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bantaeng hingga selesai. 

Lulus SMA, Agun menyadari keadaan nenek dan tante tidak bisa membiayai kuliahnya. Ia memutar otak, mencari jalan keluar. Ia pun mencari pekerjaan dengan tujuan mengurangi beban ekonomi nenek dan tante yang selama ini membesarkannya, juga untuk kuliah nantinya.

Agun akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai barista di sebuah kafe berlokasi di sentra kuliner Pantai Seruni, Bantaeng. Selama sembilan bulan lamanya ia membanting tulang dan menggali ilmu seputar bisnis warung kopi. Kemudian ia memutuskan berhenti. Upah yang ia terima selama bekerja, tak semuanya dihabiskan untuk keperluan sehari-hari, sebagian ia sisihkan untuk modal usaha kedai kopi yang ia beri nama Kedai Terserah.

Saya ingin membuktikan bahwasanya untuk membangun usaha tidak selalu tergantung dari berapa banyak modal, tapi seberapa serius kita menjalaninya.

Yatim BantaengAchmad Agun meracik minuman untuk pelanggan, di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Senin, 8 Juni 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Membuka Usaha Kedai Terserah

"Saya memulai usaha ini awal bulan Mei 2020. Saya mendapatkan ilmu pengetahuan tentang merintis usaha minuman sejak saya bekerja sebagai barista di kedai kopi Konijiwa," tutur Agun sambil menghidangkan segelas Thai Tea dingin yang baru saja diraciknya.

Kolong rumah panggung yang ia huni bersama nenek, tante, dan sepupu-sepupunya, ia sulap menjadi tempat nongkrong sederhana bernama Kedai Terserah. Dari luar memang tidak tampak tempat itu adalah sebuah kedai minuman lengkap dengan jaringan WiFi sebagaimana yang biasa ditemukan di warung kopi pada umumnya.

Memang sasaran pengunjungnya bukan kaum elit yang biasa nongkrong di tempat mentereng nan instagramable, melainkan anak-anak muda seusianya yang hobi bermain game online atau mengakses berbagai hal lewat daring.

Dengan modal Rp 500 ribu yang ia ambil dari tabungan, Agun mulai melengkapi bahan dan kebutuhan-kebutuhan dalam usaha kedai miliknya. Membeli bahan-bahan racikan minuman, kopi, thai tea, green tea, dan persiapan kemasan untuk pelanggan yang ingin take away atau diantar ke rumah.

Agun mempromosikan kedainya lewat daring di media sosial. Pada masa pandemi sekarang ini, orang-orang segan keluar dari rumah, dan memang tidak boleh keluar dari rumah kecuali sangat penting. Situasi ini membuat banyak orang memesan minuman kepada Agun. 

Yatim BantaengAchmad Agun menamakan tempat usahanya sebagai Kedai Terserah, ini satu di antaranya menunya, Thai Tea dingin dalam kemasan yang menarik, di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Senin, 8 Juni 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Agun baru mulai, belum punya karyawan, ia mengantar sendiri minuman pesanan. Ia bersyukur sepupu-sepupunya mau turut membantu secara sukarela.

"Saya promosikan juga di pasar online lewat grup dagang Facebook, alhamdulillah banyak peminat sering pesan antar, malah lebih banyak pemasukan lewat orderan online," kata Agun

Menu yang ia tawarkan bervariasi  dan harganya tidak membuat kantong bocor. Ada kopi Santuy, kopi Bucin, kopi v60, Vietnam drib, Thaitea, dan Green tea yang masing-masing porsi harganya Rp 10.000. 

"Kopi Santuy itu kopi susu, saya kasih beda namanya supaya unik, beda dari yang lain. Kalau kopi Bucin itu dalgona coffee yang lagi ngetren sekarang. Saya kasih nama kopi Bucin karena rasanya yang manis tapi kalau sudah hampir habis akan mulai terasa pahit, sama kalau seseorang lagi ngebucin alias jadi budak cinta," tutur Agun yang juga hobi olahraga ini.

Ia membuka kedai sejak pukul delapan pagi hingga pukul sebelas malam. Kedai sederhana dengan kursi plastik ini menyediakan jaringan WiFi, kebutuhan primer anak milenial zaman sekarang. Untuk jaringan itu, Agun membayar Rp 380.000 setiap bulan.

Sejak merintis usaha ini, Agun menghitung pendapatan sebulannya Rp 950.000.

Agun merencanakan kalau sudah terkumpul modal cukup, ia akan menyewa ruko untuk dijadikan warung kopi, agar pengunjung bisa nongkrong dengan kondisi lebih nyaman. Pemuda ini sangat ingin menjadi bagian yang mampu menciptakan lapangan kerja, membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran di kabupaten bertajuk Butta Toa ini.

Yatim BantaengAchmad Agun meracik minuman untuk pelanggan, di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Senin, 8 Juni 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Menabung untuk Kuliah

Agun bekerja keras bukan tanpa tujuan. Ia sejak duduk di bangku sekolah, mengidam-idamkan nantinya bisa berkuliah dengan biaya sendiri. Ia diam-diam menyiapkan sepetak demi sepetak langkah untuk menjemput kesuksesan di masa yang akan datang.

"Saya ingin memberikan contoh yang baik kepada teman-teman di sekitar, bahwasanya dengan keadaan saya yang tidak memiliki orang tua, masih berpotensi memiliki usaha sendiri dengan modal yang terbilang minim. Saya ingin membuktikan bahwasanya untuk membangun usaha tidak selalu tergantung dari berapa banyak modal, tapi seberapa serius kita menjalaninya," tuturnya.

Tabungan Agun sedikit demi sedikit jadi banyak, kumpulan dari gaji waktu bekerja dulu sampai kemudia ia mendapat keuntungan dari Kedai Terserah. Ia sudah percaya diri mendaftarkan diri ke perguruan tinggi.

"Saya mendaftar jurusan hukum tata negara, hukum ekonomi syariah, dan ilmu ekonomi di UIN, jurusan ilmu pemerintahan di Unhas, dan jurusan manajemen di UNM," ujar Agun.

UIN (Universitas Islam Negeri), Unhas (Universitas Hasanuddin), UNM (Universitas Negeri Makassar).

"Pengumuman masih lama, bulan Juli ikut tes dulu, semoga semua berjalan lancar," tuturnya dengan pandangan hangat penuh keyakinan. [] 

Baca cerita lain:

Berita terkait
Salat Jumat Gaya Baru di Bantaeng Sulawesi Selatan
Orang-orang memakai baju koko, berkopiah, bermasker, dan membawa sajadah. Mereka berjalan menuju Masjid Nurul Jihad di Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Letusan Gunung Tambora yang Mengubah Wajah Dunia
Letusan Gunung Tambora mengubah pola musim di Eropa, biasanya Mei-Agustus panas tiba-tiba tidak panas sama sekali, tertutup awan bak guguran salju.
Penambang Pasir di Kali Kuning Sleman Masa Pandemi
Mboten kuatir, kula kaliyan rencang penambang liyane kan jarake langkung sedoso meter. Kisah penambang pasir di Kali Kuning Sleman masa pandemi.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.