Jakarta- Kemunculan kerajaan fiktif belakangan ini seperti Keraton Djipang di Blora, Keraton Agung Sejagat di Purworejo, dan Sunda Empire di Jawa Barat menimbulkan kegelisahan di masyarakat. Publik pun bertanya-tanya sebenarnya eksistensi kerajaan masih diakui oleh pemerintah. Forum Silaturahmi Keraton Nusantara mencoba ikut turun rembuk tentang keberadaan kerajaandi Indonesia.
Forum Silaturahmi Keraton Nusantara mempertegas kembali ciri-ciri keraton atau kerajaan di Tanah Air. Penegasan itu untuk menjawab keraguan publik tentang keberadaan kerajaan atau keraton sebenarnya.
Menurut FSKN, masyarakat dapat mengenali keraton yang benar-benar sebagai warisan Nusantara setidaknya dengan empat ciri:
1. Sejarah
Keraton atau kerajaan berdiri sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Sebagai bentuk kekuasaan pada masa itu, tentunya perjalanan pemerintahan mereka terekam dalam sejarah.
Oleh karena itu, setiap kerajaan yang masih eksis saat ini seharusnya memiliki sejarah yang lebih tua dari Indonesia. "Jadi tidak asal saja," kata Ketua FSKN Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat di sebuah stasiun televisi, 18 Januari 2020.
2. Silsilah
Berbeda dengan presiden dalam sistem negara modern, penguasa dalam kerajaan dijabat secara turun menurun. Sri Sultan Hamengkubuwana X yang saat ini raja Kesultanan Yogyakarta juga merupakan anak dari raja sebelumnya, Sri Sultan Hamengkubuwana IX.
Sementara Sri Sultan Hamengkubuwana IX, jika ditelusuri dari catatan sejarah, merupakan keturunan Sultan Hamengku Buwono I yang mendirikan Keraton Yogyakarta pada tahun 1755 Masehi.
"Jadi ada silsilahnya, dari raja ini, (kemudian) raja ini," kata pria yang juga merupakan Sultan Kasepuhan Cirebon ini.
3. Pusaka
Pusaka atau harta benda peninggalan kerajaan terdahulu menjadi salah satu penanda keberadaan keraton. Harta benda ini dapat berupa istana, pakaian kebesaran, senjata, naskah dan sebagainya.
Istana Raja Ali, misalnya, berdiri pada tahun 1844 Masehi. Hingga sekarang, Istana itu masih dapat disaksikan di Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
"Setiap keraton itu, karena sudah lama, jadi mereka memiliki pusaka," katanya.
4. Adat dan Tradisi
Selain pusaka, kerajaan juga mewariskan adat dan tradisi. Apa yang menjadi tata kelakuan pada masa kerajaan itu memerintah umumnya dilestarikan oleh masyarakat setempat dari generasi ke generasi.
Di Maros, Sulawesi Selatan, tradisi Appalili masih dilestarikan oleh ahli waris Kerajaan Marusu. Tradisi ini berupa upacara menurunkan perlengkapan persawahan kerajaan menuju area pusaka Kerajaan Marusu.
Upacara ini dilakukan secara turun temurun sejak Abad XV atau pada masa pemerintahan Raja Marusu I Pake Daeng Masiga (Sultan Jamaludin).
"Mereka mempunyai adat dan tradisi atau yang biasa ritual dilaksanakan. Baik itu di Bali, Jawa, Kalimatan, Sumatera, Sulawesi, Sumbawa, mereka mempunyai ritual masing-masing," katanya.[]