Jakarta, (Tagar 8/3/2018) - Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan, Kharirah Ali mengatakan bahwa melarang maupun mewajibkan cadar bagi perempuan sama-sama bermasalah.
"Karena itu menyangkal otonomi dari perempuan terhadap tubuhnya," ujar Kharirah.
Menurut Kharirah, pelarangan atau pewajiban busana apa pun sama-sama melanggar hak perempuan.
Baca juga: Pro Kontra Larangan Mahasiswi Bercadar
Sebagai alumnus UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta, Kharirah menilai UIN merupakan kampus yang mencoba mengembangkan Islam moderat, mengambil spektrum di tengah, tidak ekstrem ke salah satu sudut.
Ia juga memahami kegelisahan UIN pada perkembangan kelompok radikal yang menentang ideologi Pancasila dan cenderung ingin mendirikan khilafah.
Namun, kata Kharirah, bila menyetujui pelarangan cadar demi menghalau paham ekstremisme, itu sama saja dengan mengidentikkan cadar dengan ekstremisme.
"Tidak semua orang yang bercadar itu memiliki ideologi radikal. Bahkan sejak film 'Ayat-ayat Cinta', cadar malah jadi tren fashion," kata dia.
Kharirah pernah menempuh studi Islam, dan menyimpulkan cadar bukan ajaran Islam, melainkan tradisi Timur Tengah.
Dari perspektif hak asasi manusia, menurutnya, tak ada satu pihak pun yang boleh melarang pemakaian busana. Perempuan punya hak menentukan pilihannya.
"Dari perspektif hak asasi manusia, tentu saja posisi kita sangat jelas. Negara, institusi pendidikan, atau institusi apa pun tidak boleh mendikte tubuh perempuan. Bercadar atau tidak bercadar, itu betul-betul pilihan pribadi dan hak otonom perempuan," tegasnya. (sa)