Sorong - Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Papua Barat, Chandry Suripatti menyayangkan sikap kontraktor yang menghalang-halangi sejumlah wartawan yang hendak meliput progress perkembangan pembagunan Pasar Moderen Rufei.
Chandry mengatakan dirinya beserta delapan awak media lainnya mencoba menghubungi perusahaan PT. Panca Duta Karya Abadi (PDKA) kontraktor pelaksaana pembagunan pasar tersebut melalui Irfan, pengawas proyek perkerja, namun mereka arahkan untuk berkoordinasi dengan pemerintah kota (Pemkot) Sorong.
Sudah jelas tertuang dalam UU 40. Jadi ini ada apa kok pihak perusahaan atau kontraktor begitu ngotot untuk melarang wartawan.
“Bagaimana kami mau berkonfirmasi untuk liputan ke Pasar Modern Rufei kalau Kadis PU Kota Sorong selaku penanggung jawab saja susah kami hubungi dan kami temui,” ujar wartawan MNC Grup ini, Sabtu 22 Februari 2020.
Selain diminta menghubungi pihak Pemkot untuk peliputan di Pasar yang meghabiskan dana APBD itu, tambah Chardry, pihak PT, PDKA melalui konsultanya tetap mengharuskan ada izin atau ada pendampingan dari pihak Pemkot.
“Mereka kasih nomornya konsultan PDKA, tapi jawabanya sama. Nah ini ruang publik, fasilitas umum milik masyarakat yang sedang dibangun kenapa izinnya berbelit-belit untuk kami bisa mendapat akses ke dalam pasar," sesalnya
Saat hendak masuk kedalam pasar yang di jaga ketat oleh karyawan dan anggota Marinir ini, Mereka katakan hanya menjalankan perintah dari perusahaan. Dengan adanya penghalang-halangan dari pihak perusahaan, Chandry tegaskan kerja-kerja jurnalistik dilindungi Undang-Undang 40 tentang pers.
Seperti tertuang di pasal 1 UU Pers yang menyatakan, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dalam Pasal 4, poin 1, 2, dan 3, kata Chandry sudah jelas mengatakan kerja-kerja jurnalis di jamin hak asasi warga negara, tidak di kenakan penyensoran, pembredelan atau penyiaran ulang dan menjamin kemerdekaan pers yang mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
“Sudah jelas tertuang dalam UU 40. Jadi ini ada apa kok pihak perusahaan atau kontraktor begitu ngotot untuk melarang wartawan masuk meliput di lokasi proyek, padahal itu adalah sarana umum yg perlu diketahui publik sejauh mana progres pembangunannya, apalagi pasar itu utukk warga Papua,” tegasnya
Terkait polemik adanya asupan dana sebesar Rp 50 Miliar dari presiden ke Pemkot Sorong untuk pembangunan pasar seperti desas desus yang berkembang di media sosial, Chandry tegasakan sebagai media pers sudah mendapatkan konfirmasi atau klarifikasi langsung dari Wali Kota terkait bantuan dari Presiden Jokowi
“Kami bukan jurnalis desas desus yang mencari informasi untuk membuat gaduh, justru kehadiran media melalui pemberitaan yang utuh dan publik dapat menilai kondisi pasar saat ini,” katanya
Dengan kejadian ini, Chandry dan beberapa wartawan sesalkan sikap PT. PDKA dan Kepala Dinas PU Kota Sorong yang terkesan menghindar dan menutup-nutupi informasi terkait progress pembangunan pasar yang di rencanakan di resmikan tahun 2016 lalu.
“Wali Kota Sorong harus copot Kadis PU Kota Sorong yang belakangan ini kerap menghindar dari kejaran wartawan. Karena dia ada OPD teknis yang punya kewajiban menjawab polemik soal pasar ini. Namun kerap menghindar,” tegasnya.
Diketahui, Wakil Menteri PUPR, Jhon Wempi Wetipo ketika berkunjung di Kota Sorong menyempatkan meninjau pembangunan Pasar Moderen Rufei yang di duga terbengkalai.
Namun di media sosial berkembang isu pembagunan pasar ini di bantu oleh presiden dengan mengucurkan dana sebesar Rp 50 Miliar ke Pemkot namun hal tersebut di bantah Wali Kota Sorong, Lambert Jitmau telah menerima bantuan tersebut. []