Wajib Seragam Muslim SD Gunung Kidul Tak Kuat Hukum

Ombudsman Yogya menilai surat edaran wajib seragam muslim yang dikeluarkan Kepsek SD Gunung Kidul, tidak berkekuatan hukum.
Ombudsman Perwakilan DIY mendatangi SDN Karangtengah III dalam rangka verifikasi dan klarifikasi perihal surat edaran seragam muslim yang diterbitkan. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Gunung Kidul - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menilai surat edaran perihal kewajiban seragam muslim yang dikeluarkan Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Karangtengah III Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, tidak memiliki kekuatan hukum. Begitu juga surat edaran revisi tertanggal 23 Juni 2019.

Kordinator Verifikasi Laporan ORI DIY Jaka Susila mengatakan kedatangannya di SDN Karangtengah III untuk membaca secara langsung isi surat edaran yang sudah direvisi. Pihaknya telah membaca surat edaran perdana, tertanggal 18 Juni 2019 karena viral di media sosial.

Menurut Jaka, baik surat edaran pertama maupun yang direvisi, keduanya tidak memiliki kekuatan hukum. Alasannya, SDN Karangtengah III belum memiliki aturan tata tertib yang mengatur perihal seragam sekolah.

"Kami datangi langsung, ternyata sekolah belum punya tata tertib tentang seragam sekolah. Jadi surat edaran yang dikeluarkan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum," kata dia seusai klarifikasi soal surat edaran di SDN Karangtengah III Wonosari, Selasa 25 Juni 2019.

Itu masih sama saja. Kita sarankan untuk diubah menggunakan kata dapat, sehingga ada opsi lain.

Kedatangan ORI ke sekolah itu untuk mengetahui latar belakang dan dasar hukum dalam mengeluarkan surat edaran yang memancing polemik tersebut.

"Dari penjelasan kepala sekolah, surat edaran diterbitkan berdasarkan hasil musyawarah dengan orang tua siswa," ujar Jaka.

Meski demikian, lahirnya surat edaran tetap tidak tepat. Secara teknis, belum memiliki dasar hukum, seperti tata tertib perihal penggunaan seragam sekolah. Hal itu juga berlaku pada surat yang telah direvisi.

"Sebelumnya (dalam surat edaran pertama) diwajibkan, kemudian (setelah direvisi) diubah menjadi dianjurkan. Itu masih sama saja. Kita sarankan untuk diubah menggunakan kata dapat, sehingga ada opsi lain," ujar Jaka.

Motif Bisnis

Ombudsman DIY juga mendapati isu lain dari kasus kewajiban berseragam muslim itu, yakni peluang bisnis. Jangan sampai penggunaan seragam muslim memberatkan orang tua murid. 

"Karena harus beli (seragam). Jangan sampai ada praktek jual beli seragam yang memberatkan," kata dia.

Menurut dia, seragam harus berbusana muslim, juga bernuansa diskriminatif terhadap siswa muslim dan non muslim. Hal itu perlu diantisipasi.

Di tempat yang sama, Kepala Sekolah SDN Karangtengah III Pujiastuti mengaku salah. Apalagi  setelah menerima masukan dari ORI Perwakilan DIY.

"Kami mengakui tidak memahami betul kaidah dalam menerbitkan surat edaran," kata dia.

Dia akan mengubah lagi surat edaran yang sudah direvisi tertanggal 24 Juni 2019 tersebut, sesuai dengan saran dan masukan ORI DIY.

Beban Orang Tua

Di tempat terpisah, pengabdi bantuan hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Ahmad Rijal mengatakan sekolah tidak boleh mewajibkan seragam kepada siswanya. 

"Mewajibkan seragam saja tidak boleh, apalagi membebankan itu kepasa orang tua siswa," kata dia.

Dia mengatakan kebijakan itu selain memancing polemik, juga memberatkan orang tua siswa yang harus membeli seragam. []

Baca juga:

Berita terkait