Wabah Corona dan 70 Tahun Indonesia-China di Bali

Pegiat seni di Bali menginisiasi pameran sebagai solidaritas warga China soal virus Corona. Pameran juga berkait hubungan diplomatis dua negara.
Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok Cahaya Wirawan Hadi bersama Konjen China di Denpasar Gou Haodong di depan karya seniman Bali Polenk Rediasa bertajuk “1.118 Tahun Membisu” menggambarkan lima perempuan bermasker yang menyimbolkan aksi tutup mulut atau membisu. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

Denpasar - Wabah Corona yang menghantam banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, melahirkan ketakutan, keprihatinan, juga solidaritas. Beragam sikap keprihatinan ditunjukkan, contohnya Bali yang memiliki segudang pegiat seni, mengungkapkan rasa prihatin dan solidaritas dengan gelaran pameran seni.

Ada pesan dan makna mendalam dalam pameran yang digelar ini. Setidaknya untuk menyampaikan simpati dan solidaritas bagi warga Wuhan khususnya dan masyarakat China pada umumnya yang tengah melakukan penanganan serius terhadap virus Corona baru atau Covid-19.

Gagasan sejumlah seniman Bali ini pun disambut hangat Konsul Jenderal China di Denpasar Gou Haodong. Jadilah kolaborasi pameran ini, yang dikerjakan bareng antara Konsulat Jenderal China di Denpasar, Bali Art Club, Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) Bali, dan Sudakara Artspace.

Acara pun dikemas dengan moment menyongsong peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Indonesia. Hubungan dua negara ini terjalin sejak 13 April 1950. Maka judul acara pun amat menggugah rasa persaudaraan agar terus bergandeng tangan, menebar kebaikan di bumi meski badai sebesar apa pun melanda termasuk hantaman badai virus Corona.

Pameran Berlangsung hingga 16 Maret 2020

Menurut Konjen China, Gou Haodong, pameran ini sekali lagi mencerminkan rasa persahabatan dan doa dari masyarakat Bali. Melalui karya seni, mengingatkan hubungan persahabatan kedua bangsa sejak lama. 

Dia menyebut sekarang saatnya memandang ke depan, ada 1,4 miliar jiwa masyarakat Tiongkok dan 270 juta jiwa masyarakat Indonesia dapat bergandengan tangan untuk mendorong sinergi Inisiatif Sabuk dan Jalan serta visi Poros Maritim Dunia, membangun komunitas manusia senasib sepenanggungan.

pameran seni di Bali untuk WuhanKolaborasi pameran antara Konsulat Jenderal China di Denpasar, Bali Art Club, Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) Bali, dan Sudakara Artspace di Sudakara Artspace, Sudamala Suites & Villas, Sanur, Jumat 6 Maret 2020. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

"Yang tentu saja akan membawa kebahagian dan kemakmuran bagi kita semua,” ujar Konjen China Gou Haodong, sebelum pembukaan pameran di Sudakara Artspace, Sudamala Suites & Villas, Sanur, Jumat 6 Maret 2020.

Tentang wabah yang merebak mendadak di Tiongkok, lanjut Gou, hingga kini telah mencapai lebih 60 negara telah melaporkan kasus positif terjangkit virus Corona (Covid-19), termasuk Indonesia.

Ia mengajak untuk bersatu, berjuang dan mengatasi kesulitan ini, terutama dengan saling bersimpati dan mendukung. “United, we stand. Divided we fall," kata dia.

Belakangan ini, kata Gou, dengan ketulusan hati masyarakat Bali, menyampaikan doa kepada Tiongkok, dia dan istri ikut menghadiri beberapa kegiatan upacara persembahyangan dan sangat terharu. "Kami sudah meneruskan momentum yang penuh kehangatan ini kepada masyarakat Tiongkok,” ungkapnya.

United, we stand. Divided we fall.

Dalam catatan sejarah, hubungan antara Tiongkok dan Indonesia sudah dimulai dari ribuan tahun lalu bahkan jauh sebelum itu dan mencapai titik puncak pada Dinasti Ming sekitar 600 tahun silam, ketika armada Cheng Ho berlayar sampai di Asia Tenggara (tahun 1405 sampai 1433).

“Mulai saat itu, pertukaran dan perdagangan dua daerah tidak pernah putus. Peninggalan atau jejak sejarah dan budaya persahabatan Tiongkok dan Indonesia bisa kita bisa jumpai di mana saja zaman sekarang,” ujarnya.

Di Bawah Langit Kita Bersaudara

Konjen Gou yang juga seniman kaligrafi menyertakan sebuah karya kaligrafi bertajuk Meskipun Berada di Tempat yang Berbeda-beda, Kita Masih di Bawah Langit yang Sama. Karya Gou ini menginspirasi judul pameran yang selain untuk memperingati hubungan diplomatik kedua negara juga solidaritas bagi Wuhan.

Karya lain yang merespons langsung kondisi Wuhan dan dampak virus korona baru di antaranya bisa dilihat pada karya Tjandra, Duatmika, Loka Suara, dan Polenk Rediasa. Dalam karya Polenk yang bertajuk 1.118 Tahun Membisu menggambarkan lima perempuan bermasker yang menyimbolkan aksi tutup mulut atau membisu.

Karya Polenk terinsipirasi dari kutukan Dewi Danu pada masyarakat Kolok, Desa Bengkala, Buleleng, yang telah merahasiakan pernikahan Raja Jaya Pangus dengan putri dari China Kang Cing Wei yang membuat mereka telah membisu selama 1.118 tahun.

Pameran Seni di Bali untuk Wuhan ChinaBudayawan Jean Couteau bersama Konjen China di Denpasar melihat karya lukis seniman Bali di Sudakara Artspace, Sudamala Suites & Villas, Sanur, Jumat 6 Maret 2020. 

Polenk berujar penuh tanya, kini masyarakat berburu masker, apakah ingin membisu dan memutus interaksi? Polenk ingin menyampaikan pesan bahwa sejak 1.118 tahun lalu masyarakat Bali setia dan menghormati Kang Cing Wei sebagai ratu atau saudara tua. "Kini kita bersama Wuhan dan masyarakat China yang kena wabah virus Corona,” katanya.

Maka Kalimat Di bawah langit kita bersaudara, Wuhan Jiayou mengingatkan kembali bahwa kita memang harus saling menguatkan bukan saling melemahkan. 

Dua kata terakhir digaungkan seorang warga Wuhan yang tengah terisolir di rumahnya kemudian dibalas sahut menyahut seluruh warga kota, tidak hanya bikin merinding warga Wuhan di sana tetapi seluruh dunia hingga Indonesia mengharu turut memberi dukungan semangat.

Pun begitu dengan seniman dan warga Bali. Dukungan ini diberikan untuk saling memberikan dukungan kepada penduduk di muka bumi ini agar yang telah terkena dampaknya tidak merasa sendiri.

Sementara itu karya yang lain menggambarkan kesalehan sosial sebagai warga bangsa bergotong royong menghadapi musibah. Saling memberikan semangat, mendorong persahabatan, solidaritas, senasib sepenanggungan, dan meniupkan keinginan positif menjalin hubungan antarbangsa.

Atmosfer Solidaritas dan Kemanusiaan

Di tempat yang sama, Ketua Bali Art Club Djaja Tjandra Kirana mengatakan pameran ini menghadirkan karya Gou Haodong, Djaja Tjandra Kirana, Wayan Redika, Chusin Setiadikara, Niluh Listya Wahyuni, Polenk Rediasa, Made Kaek, I Made Somadita, Made Duatmika, Made Wiradana.

Selain itu, Teja Astawa, Ida Bagus Putu Purwa, I Made Romi Sukadana, Pande Alit Wijaya Suta, Handy Saputra, Nyoman Wijaya, Made Gunawan, Nyoman Sujana Kenyem, Loka Suara, Ni Komang Atmi Kristiadewi, Nyoman Aryawan, dan Liem Ariawan.

Budayawan Putu Suasta dalam katalog pameran menuliskan, menilik perjalanan sejarah keberadaan orang China dan budayanya di Nusantara, jelaslah kehadiran budaya China di Bali bukanlah budaya yang hadir kemarin sore. Ia telah ada sejak berabad-abad silam dan mengalami proses tingkat akhir dari tahapan akulturasi, yaitu asimilasi.

pemaran seni di Bali sarat solidaritas WuhanSuasana pameran seni yang sarat makna soliaritas dan keprihatinan di Sudakara Artspace, Sudamala Suites & Villas, Sanur, Jumat 6 Maret 2020. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

Kata dia meleburnya produk budaya China yang telah terjadi berabad-abad makin memudahkan terbangunnya kerja sama apa pun, apalagi di bidang budaya, terutama kesenian

“Kesenian adalah aktivitas manusia yang hanya mempunyai kecenderungan estetik dan humanisme, oleh karena itu, memulai mewujudkan kebersamaan melalui kesenian adalah suatu permulaan humanisme yang baik,” tuturnya.

Hal ini diamini oleh Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) Bali Cahaya Wirawan Hadi yang mengatakan kegiatan semisal pameran lukisan ini menjadikan hubungan antarnegara makin nyata terlihat melalui kerjasama berbagai program seperti pertukaran seni dan budaya.

Kesenian adalah aktivitas manusia yang hanya mempunyai kecenderungan estetik dan humanisme.

“Beginilah kita mengisi dan menunjukkan secara nyata bagaimana hubungan persahabatan antara Indonesia dan Tiongkok terjalin dengan baik,” katanya.

Kata Wirawan pesan utama dari pameran lukisan ini, untuk memberi dukungan kepada sahabat-sahabat di Tiongkok dalam menghadapi musibah yang tengah melanda. “Begitulah selayaknya sahabat, saling mendukung dan menyemangati,” cetusnya.

Pameran seni dengan atmosfer kemanusiaan ini bukan pertama buat tuan rumah, Sudakara Artspace di Sudamala Suites & Villas. Tak bisa dihitung dengan jari bahkan upaya Sudakara Artspace ingin terus terlibat aktif dalam pemaknaan Bali sebagai daerah yang memiliki kekuatan taksu.

Seperti yang disebut Direktur Usaha Emily Subrata, bahwa Kekuatan taksu ini diharap dapat menginspirasi masyarakat dan mereka yang hadir untuk berkarya dan mengapresiasi karya seni dengan lebih mendalam.

Ia pun mendukung acara ini karena sesuai dengan visi perusahaannya yang mendorong tumbuhnya budaya positif, termasuk melalui apresiasi terhadap karya seni rupa yang telah disajikan Sudakara Artspace di Sudamala Suites & Villas sejak properti awal beroperasi pada 2011 lalu. []

Baca Juga:

Berita terkait
Penangkal Virus Corona Cukup Rp 10.000 di Yogyakarta
Cukup mudah mencegah virus Corona. Biaya murah, Rp 10.000 untuk satu paket bernama Empon-empon Corona. Bisa dibeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta.
Cara Puskesmas Sleman Hindari Panik Corona
Nggih alkhamdulillah, Mas, sakniki pun mboten terlalu kuatir. Cerita orang-orang desa di Sleman yang kini tak panik lagi dengan virus corona.
Yogyakarta di Antara Turis Asing dan Isu Corona
Pelaku wisata Malioboro Yogyakarta kerap berinteraksi dengan turis asing. Apa kata mereka di tengah isu virus Corona?
0
Parlemen Eropa Kabulkan Status Kandidat Anggota UE kepada Ukraina
Dalam pemungutan suara Parlemen Eropa memberikan suara yang melimpah untuk mengabulkan status kandidat anggota Uni Eropa kepada Ukraina