Jakarta, (Tagar 18/12/2018) - Menjadi hal lumrah apabila saat ini sangat mudah untuk membeli kendaraan roda dua atau lebih, dalam kondisi baru maupun bekas (second). Penjualan menjamur mulai dari showroom resmi, rumah ataupun ruko yang dikelola untuk memasarkan motor/mobil, pamasaran penjualan kendaraan melalui brosur selebaran di pinggir jalan, kredit dp 500.000 menjual kendaraan di stand pameran, lalu penjualan melalui media online.
Namun, kemudahan masyarakat dalam memperoleh kendaraan tidak diimbangi dengan pengetahuan seputar pajak progresif atau pembayaran yang dibebankan lebih kepada pemilik kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor.
Baca juga: Hingga 15 Desember, Ada Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak progresif ditetapkan berlaku jika jumlah kendaraannya lebih dari satu, dengan nama pribadi atau nama anggota keluarga yang tinggal di satu alamat yang sama atau yang tertera dalam Kartu Keluarga (KK).
Penetapan pajak progresif diharapkan dapat pula meminimalisir kemacetan di Ibu Kota, dengan asumsi agar masyarakat mulai beralih ke moda transportasi masal, serta dapat menekan efek negatif kerusakan jalan akibat banyaknya populasi kendaraan yang lalu lalang, akibatnya menggerus aspal hingga menimbulkan kerusakan jalan.
Apabila di dalam 1 KK terdata oleh Samsat memiliki lebih dari satu kendaraan, tentu pajak progresif yang harus disetorkan ke otoritas pajak akan makin besar.
Hal itu sudah diatur dalam Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Perubahan Atas Perda Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor. Pada Pasal 7 telah diuraikan bahwa tarif pajak kendaraan bermotor kepemilikan oleh orang pribadi ditetapkan.
a.) kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 2% (dua persen),
b.) kepemilikan kendaraan bermotor kedua sebesar 2,5% (dua koma lima persen),
c.) kepemilikan kendaraan bermotor ketiga sebesar 3% (tiga persen).
d.) kepemilikan kendaraan keempat dan seterusnya, dikenai tarif berbeda dengan beban persen yang semakin tinggi.
Besaran pajak akan mengalami peningkatan, dihitung berdasarkan bertambahnya jumlah kendaraan. Seumpama Andika membeli 3 merek mobil yang sama, di tahun yang sama. Dalam STNK tertulis PKB mobil sebesar Rp 3.000.000, dan SWDKLLJ sejumlah Rp 200.000.
Penjumlahan dari PKB+SWDKLLJ untuk selanjutnya ditetapkan menjadi NJKB mobil milik Andika. Penghitungan mobil pertama milik Andika nilainya:
NJKB: (PKB/2) x 100
PKB: (Rp 3.000.000/2) x 100 = Rp 150.000.000 (NJKB)
SWDKLLJ: Rp 200.000
Rumus Pajak Progresif: (NJKB x ..%) + SWDKLLJ
Maka untuk menghitung pajak tahunan 1 mobil Andika:
Pajak: 150.000.000 x 2%= Rp 3.000.000 + Rp 200.000 = Rp 3.200.000 per tahun.
Kendaraan kedua Andika
NJKB: Rp 150.000.000 x 2,5% = Rp 3.750.000
Pajak: Rp 3.750.000 + Rp 200.000 = Rp 3.950.000 per tahun.
Kendaraan ketiga Andika
NJKB: Rp 150.000.000 x 3% = Rp.4.500.000
Pajak: Rp 4.500.000 + Rp 200.000 = Rp 4.700.000 per tahun.
Semisal dalam 1 KK memiliki satu mobil, satu truk dan satu motor. Maka, masing-masing kendaraan ditetapkan menjadi kepemilikan pertama karena berbeda jenis kendaraan. []