Unggulan Copa America, Tak Lepas Dari Tiga Besar

Brasil menjadi unggulan di Copa America 2019. Selain Brasil masih ada Argentina, Uruguay dan Chile yang juga diperhitungkan.
Brasil menjadi unggulan utama di Copa America 2019. Bertindak sebagi tuan rumah, materi pemain bertalenta dan dukungan suporter menjadikan Brasil diyakini bakal meraih sukses. Apalagi, Brasil selalu juara bila menjadi tuan rumah. (Foto: dnaindia.com)

Jakarta - Setelah 30 tahun, Copa America kembali ke Brasil. Turnamen tertua di dunia yang memasuki edisi ke-46 ini digelar mulai Jumat 14 Juni 2019 sampai 7 Juli 2019. Brasil yang menjadi tuan rumah untuk ke lima kali menjadi favorit kuat. Sedangkan rivalitas mereka tidak bergeser dari Argentina dan Uruguay.

Tiga penguasa sepak bola Amerika Selatan. Dia luar itu memang ada juara bertahan Chile dan Kolombia misalnya yang bisa menjadi pesaing. Terutama Chile yang secara mengejutkan tampil sebagai juara dua kali berturut-turut. Mungkinkah keberuntungan kembali memihak Chile sehingga Alexis Sanchez mampu mencetak hat-trick juara? 

Tidak mudah memang karena Brasil dan Argentina tengah mencapai performa terbaik setelah gagal di Piala Dunia 2018. Berikut unggulan di Copa America. 

Brasil

Tuan rumah memberi kekuatan tambahan bagi Brasil yang berambisi meraih trofi untuk kali pertama sejak 2007. Ya, setiap kali Copa America digelar di Brasil pada 1919, 1922, 1949 dan 1989, tuan rumah yang menjadi juara. 

Mungkinkah Canarinho mempertahankan tradisi juara saat menjadi tuan rumah? Peluang tersebut memang terbuka karena pelatih Adenor Leonardo Bacchi alias Tite mampu menyatukan pemain bintang dalam skuat. 

Lebih dari itu, keputusan Tite mengandalkan 'legiun asing', para pemain yang bertebaran di klub-klub Eropa tidak lagi dipersoalkan. Di era sebelumnya, pelatih yang lebih memilih pemain dari Eropa sering mendapat kritikan. Pasalnya, dia dinilai mengabaikan pemain lain yang tidak kalah cemerlang di kompetisi domestik. 

Namun pertentangan pemain Eropa dan lokal sudah tak lagi menjadi perdebatan yang menguras emosi. Saat Tite hanya menyelipkan tiga pemain dari klub lokal, dirinya tetap aman-aman saja. Tidak ada lagi kegaduhan dalam penentuan pemain. Pasalnya di Brasil ada joke, siapa pun merasa berhak menentukan pemain di tim nasional, tidak terkecuali presiden.  

Persoalannya, Brasil kehilangan pemain terbaik, Neymar, yang cedera engkel saat beruji cba melawan Qatar. Meski Brasil tak kekurangan pemain bertalenta, namun Neymar tetap memiliki magis yang memberi kekuatan moral dan mampu mendongkrak mentalitas tim. Peran dan pengaruh pemain depan Paris Saint Germain memang mirip Lionel Messi di Argentina atau Cristiano Ronaldo di Portugal. 

Hanya ketergantungan Brasil terhadap Neymar tidak sama dengan Messi maupun Ronaldo. Apalagi, Selecao memiliki Philippe Coutinho yang tidak kalah ciamik saat memainkan jogo bonito. Pemain depan Barcelona ini bak memiliki sihir di kedua kakinya sehingga mendapat julukan Little Magician. So, Brasil tetap layak menjadi favorit kuat meski tanpa Neymar. 

Argentina

Ujian perdana bagi pelatih muda Lionel Scaloni. Usianya masih 41 dan belum lama pensiun sebagai pesepak bola. Hanya Scaloni memang beruntung karena di tahun-tahun pertama sebagai pelatih, dia sudah menjadi asisten pelatih timnas Jorge Sampaoli di Piala Dunia 2018. Saat Argentina gagal di Rusia, Sampaoli dipecat dan dia ditunjuk sebagai pelatih sementara.

 Tak lama kemudian, Scaloni yang hanya tujuh kali membela timnas menjadi pelatih kepala. Dan, tugas pertama yang tidak mudah tak lain Copa America. 

ArgentinaArgentina menjadi salah satu unggulan di Copa America 2019. Motivasi kuat Lionel Messi dan Sergio Aguero untuk memberi trofi kepada Argentina menjadi penyemangat Albiceleste saat mengarungi turnamen tertua di dunia ini. (Foto: taringa.net) Tak lama kemudian, Scaloni hanya hanya tujuh kali membela timnas menjadi pelatih kepala Albiceleste. Dan, tugas pertama yang tidak mudah tak lain Copa America. 

Scaloni mungkin tak kesulitan meramu tim yang dijejali pemain papan atas. Apalagi, Messi masih bersedia membela Argentina. Ini mungkin menjadi Copa America terakhir bagi kapten Barcelona lagi yang usianya sudah 31. Selain Messi, ada striker Sergio Aguero, Nicolas Otamendi, sampai Angel Di Maria yang juga sudah memasuki usia di atas 30.  

Skuat pilihan Scaloni memang rata-rata berusia 26 sampai 30 tahun. Artinya mereka berada di usia kematangan untuk meraih gelar juara. Ini didukung dengan rekor Argentina di Copa America. Dengan memenangi 14 titel, Argentina menjadi tim kedua yang paling banyak merebut trofi Copa America. 

Argentina juga merupakan tim paling produktif dengan mencetak 455 gol di Copa America. Mereka pernah mencetak kemenangan besar saat membantai Ekuador 12-0 di gelaran 1942. Dalam sejarah Copa America, Argentina mencatat 119 kali menang, paling banyak di antara tim lain, dan 39 kali kalah. 

Motivasi Messi memberi trofi bagi Argentina bisa menjadi kekuatan tersendiri saat mereka berlaga di Brasil. Kolaborasi Messi dengan Aguero dan Di Maria tetap menjadi momok bagi tim-tim lawan. 

Uruguay

Uruguay jelas tak bisa dicoret dari tim unggulan. Uruguay masih tercatat sebagai tim yang paling banyak memenangi Copa America. Mereka 15 kali menjadi juara dan sukses terakhir diraih pada 2011 saat mengalahkan Paraguay 3-0. 

UruguayUruguay tetap diperhitungkan. Tampil sebagai negara paling banyak memenangi Copa America menjadikan La Celeste tetap menjadi salah satu unggulan. (Foto: racingpost.com)

Saat Copa America pertama kali digelar pada 1916, La Celeste yang tampil sebagai juara. Dalam sejarahnya, Uruguay hanya sekali absen di Copa America di gelaran 1925. 

Ditangani pelatih Oscar Tabarez yang membawa Uruguay menjadi juara Copa America 2011, Luis Suarez dkk tampaknya tetap diperhitungkan. Duet Suarez dengan Edinson Cavani masih membahayakan. 

Performa Uruguay pun kian bagus menjelang Copa America. Dalam uji coba sepanjang 2018, Uruguay hanya sekali menang dalam lima pertandingan. Namun memasuki 2019, Uruguay selalu menang di tiga laga uji coba. 

Chile 

Berstatus juara bertahan menjadikan Chile tetap layak menjadi unggulan. Dengan bertumpu kepada para veteran, Sanchez dan Arturo Vidal, Chile berharap bisa mengulang sukses meraih gelar juara untuk kali ketiga. 

ChileStriker Manchester United Alexis Sanchez menjadi tumpuan di Copa America 2019. Hanya, Chile dihadapkan dengan problem internal tim. Ini menjadikan timnas berharap Sanchez bisa menyatukan mereka. (Foto: goal.com)

Performa tim di paruh pertama 2019 pun tidak meyakinkan. Chile melakoni tiga uji coba dan hanya sekali menang saat menaklukkan tim lemah Haiti 2-1. 

Tak hanya itu, Chile dihadapkan dengan problem internal. Di timnas muncul rumor tak sedap menyusul dicoretnya kiper veteran Raul Bravo. Pencoretan itu malah menimbulkan perpecahan di tim. Sebagian pemain kurang setuju dengan keputusan pelatih Reinaldo Rueda yang mencoret kapten tim.

Kini timnas berharap kepada Sanchez yang dianggap paling senior dan sebagai leader. Penyerang Manchester United ini pun berusaha menyatukan tim dengan mengingat perjuangan mereka saat memenangi Copa America. 

"Kami dua kali memenangi Copa America yang merupakan pertama dalam sejarah Chile. Ini bisa terjadi karena semua bersatu dan dengan dukungan dari suporter Chile, ini yang bisa menyatukan meski banyak perbedaan." Demikian tulis Sanchez di media sosial

Problem internal dan ketergantungan kepada Sanchez bisa menjadi kendala bagi Chile. Namun mereka tetap diperhitungkan. []

Berita terkait Copa America:

Berita terkait
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.