Tolak Urun Biaya, Pasien Cuci Darah Siap Gugat BPJS Kesehatan

Pasien cuci darah menolak penerapan sistem urun biaya
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) (Foto: KPCDI/Petrus Hariyanto)

Jakarta, (Tagar 30/1/2019) - Pasien cuci darah yang tergabung dalam Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menolak penerapan sistem urun biaya (cost sharing) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. 

Menurut Petrus Hariyanto, Sekjen KPCDI, regulasi tersebut telah membuat cemas ribuan anggotanya. “Mereka merasa tidak memiliki kepastian hidup, karena selama ini hanya cuci darah, mereka bisa bertahan untuk hidup,” ujarnya, mengutip siaran pers KPCDI yang diterima Tagar News di Jakarta, Rabu (30/1).

Lebih lanjut ia mengatakan bila kebijakan itu nantinya diterapkan, keberlanjutan terapi hemodialisa (cuci darah) bagi pasien gagal ginjal akan mengalami hambatan. “Walau kebijakan tersebut diberlakukan selektif, khusus orang yang mampu saja, tetap berpotensi menjadi kebijakan yang akan banyak membunuh pasien cuci darah,” ucapnya.

Karenanya Petrus menyatakan akan menggalang dukungan ke DPR dan membuat petisi untuk menolak aturan tersebut diterapkan ke pasien gagal ginjal. "Bila itu tetap diterapkan bagi pasien cuci darah menjadi sebuah kebijakan, KPCDI akan melakukan langkah hukum. KPCDI akan melakukan hak uji materiil terhadap kebijakan BPJS yang melanggar UU No. 24 Tahun 2011, ke Mahkamah Agung," kata pria yang telah menjalani cuci darah lebih dari enam tahun itu.

Petrus menambahkan walaupun urun biaya tersebut hanya akan diberlakukan kepada peserta mampu dan mandiri, namun tak semua peserta BPJS mandiri merupakan orang kaya dan berlebih harta. Ada kemungkinan, kata dia, mereka yang membayar premi karena tidak didaftar oleh pemerintah sebagai penerima PBI (Peserta Bantuan Iuran).

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum KPCDI, Tony Samosir. Ia mengatakan meski aturan ini belum ditetapkan dan masih menunggu aturan teknis untuk menentukan jenis layanan yang terkena urun biaya, jika suatu saat diimplementasikan ke pasien cuci darah, maka akan berdampak pada kualitas hidup pasien yang buruk. 

“Tidak semua pasien cuci darah dengan BPJS mandiri itu orang kaya. Orang kaya yang terkena penyakit ini juga berpotensi menjadi miskin,” pungkasnya.

Seperti diketahui, saat ini pemerintah telah menetapkan regulasi dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya Dalam Program Jaminan Kesehatan, yang diundangkan pada 17 Desember 2018 lalu. []

Berita terkait