Tiga Tahun Jokowi-JK, Swasembada Pangan Tercipta Sekarang

Swasembada pangan murni dari masyarakat tercipta pada pemerintahan ini. Walaupun ada yang menilai pemerintah belum menjadikan pertanian modal penyejahteraan.
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (Foto: Ant)

Jakarta, (Tagar 21/10/2017) - Dalam acara diskusi publik dengan tema "Nawacita: Menjawab Tantangan Global, Mendorong Pembangunan yang Berkeadilan". Tenaga Ahli kedeputian II Kantor Staf Presiden, Abetnego Tarigan menyebut capaian pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla masih jauh dari target.

"Saat ini capaian pemerintah memang masih jauh dari target, karena target pemerintah memang tinggi," ucap Abetnego di Cikini, Jakarta, Jumat (20/10).

Abetnego mencontohkan, target pemerintah untuk mengakses hutan sosial adalah seluas 12 juta hektar. Namun hingga saat ini, baru tercapai 1,7 hektar lahan. "Pembangunan infrastruktur masih dalam proses pengerjaan," sambungnya.

Namun hingga kini, Abetnego menganggap pemerintah telah melaksanakan progress yang baik dalam meningkatkan kebutuhan masyarakat Indonesia. "Walaupun belum mencapai target, sebab targetnya besar, dan masa pemerintahan masih berjalan tiga tahun," lanjutnya.

Sementara Advoksi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Roni Septian yang turut hadir, mengatakan bahwa pemerintah masih menggunakan skema alokasi top-down sehingga menimbulkan beberapa permasalahan seperti pengalihan lahan dari sorgam ke padi di NTT yang mengakibatkan hilangnya identitas budaya.

"Permasalahan dalam konflik agraria tidak semata-mata selesai dengan sertifikasi. Pemerintah harus hadir dalam penyelesaian konflik agraria, sehingga, reforma agraria yang sebenarnya dapat terwujud," tutur Roni.

Sedangkan, Direktur YLBHI Asfinawati menilai saat ini masih banyak permasalahan yang secara politik harus disikapi oleh Pemerintah. Beberapa catatan yang diberikan diantaranya hukuman mati yang dianggap tidak manusiawi, selain itu terjadi pelemahan pemberantasan korupsi.

"Intoleransi dan radikalisme semakin meningkat, juga pelibatan TNI yang kebablasan dalam aktivitas sipil. Penuntasan pelanggaran HAM tidak mungkin dilaksanakan oleh Menkopolhukam yang diidentifikasikan sebagai pelaku dalam beberapa dokumen resmi. Keraguan atas kepatuhan pemerintah kepada putusan pengadilan, sebagai contoh dalam kasus Kendeng, Reklamasi Teluk Benoa, dan lainnya," sebut Asfinawati.

Dilain sisi, pengamat pertanian Jainal Pangaribuan memberi nilai positif terhadap pemerintahan saat ini. Jainal menyatakan Swasembada pangan baru tercipta secara berdikari pada pemerintahan Jokowi-JK.

"Swasembada pangan yang murni dari dalam masyarakat secara berdikari baru tercipta pada masa pemerintahan ini. Walaupun kemudian masih ada yang menilai bahwa pemerintah belum menjadikan pertanian sebagai modal utama untuk penyejahteraan rakyat," ujar alumni IPB ini.

Tak hanya itu, turut hadir pula Direktur Program INDEF Berly Martawardaya menuturkan, pemerintah telah mengurangi 0,26% kemiskinan. Namun sampai saat ini tidak ada data produksi yang akurat mengenai hasil produksi Indonesia.

"Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, ijin usaha di setiap pemerintahan daerah harus didorong untuk satu atap. Pemda juga didorong agar mengatasi kemiskinan," tutup Berly. (ard)

Berita terkait
0
Lionel Messi Bawa Bisnis Bagus untuk PSG
Presiden PSG, Nasser al Khelaifi, mengkonfirmasi kepada MARCA bahwa Leo telah menguntungkan di musim pertamanya di PSG