Tiga Bencana Alam Sering Terjadi di Indonesia

Tiga bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Seiring perubahan alam yang jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun.
Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo saat menyampaikan kuliah umum berjudul 'Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita' di Fakultas Teknik UGM Yogyakarta, Kamis 2 Mei 2019. (Foto: Dok Humas UGM)

Yogyakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo menegaskan, selama empat bulan menjabat menemukan fakta perubahan fenomena bencana alam di Indonesia. Setidaknya ada tiga bencana alam yang sering terjadi di Indonesia seiring dengan perubahan alam tersebut. Jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun.

Menurut dia, bencana alam puting beliung, banjir serta longsor termasuk tipe bencana yang paling banyak melanda wilayah Indonesia. Tahun 2019 ini, kejadian puting beliung naik signifikan, ada 628 kejadian, lalu banjir 446 kejadian dan longsor 434 kejadian.

"Kejadian bencana itu yang paling mendominasi di Indonesia akibat perubahan iklim," katanya saat menyampaikan kuliah umum berjudul Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita di Fakultas Teknik UGM Yogyakarta, Kamis 2 Mei 2019.

Bencana alam lain yang sering terjadi di Indonesia adalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). "Karhutla 56 (kasus), kenapa ini terjadi? Akibat ada perubahan iklim dan intensitas hujan tinggi akhir akhir ini,” tegasnya.

Menurut dia, sudah saatnya para kepala daerah bersama aparatur memberikan perlindungan bagi masyarakat melalui mitigasi bencana untuk mengurangi risiko bencana. "Pelayanan publik yang paling baik bukan soal pelayanan administrasi namun berusaha melindungi nyawa manusia dari dampak bencana," tegasnya.

Dia mengatakan, peristiwa bencana alam akan terjadi dan selalu berulang. "Peristiwa alam itu akan selalu berulang namun kapan waktunya, kita tidak ada yang tahu," imbuhnya.

Doni berpendapat, dalam mitigasi bencana, pembangunan infrastruktur dan kawasan pemukiman perlu mempertimbangkan risiko. Pasalnya, jika sudah terkena bencana, biaya yang dikeluarkan tahap rekontsruksi dan rehabilitasi tidak sedikit.

Sudah saatnya pembangunan selalu berorientasi pada kebencanaan dan menerima masukan dari pakar.

Sementara itu, Deputi Bidang Geofisika BMKG RI Dr. Ir. Muhamad Sadly, M.Eng, mengatakan, inovasi teknologi untuk meningkatkan kemampuan sistem peringatan dini dalam deteksi bencana menjadi tantangan terbesar. "Kita ingin inovasi agar cepat, tepat, akurat, luas jangkauan, atraktif dan mudah dimengerti,” katanya.

Menurut dia, fenomena anomali kegempaan di wilayah Indonesia semakin meningkat frekuensinya. Sehingga perlu diminimalisir dampak risiko gempa bumi dan tsunami. "Tahun 2013 ada 4234 frekuensi gempa dan sekarang 2018 ada 11.920 frekuensi jumlah gempa," jelasnya.

Dia mengatakan, BMKG berencana memasang lebih banyak sistem peringatan dini tsunami dan sensor seismik gempa seiring meningkatnya jumlah frekuensi gempa. "Kita dapat alokasi anggaran sekitar 1 triliun untuk masa tiga tahun untuk alat monitoring sistem informasi gempa bumi dan tsunami," tandasnya.

Baca juga: 

Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.