TAGAR.id, Jakarta – Pada 28 Juli 2022 data Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC - Centers for Disease Control and Prevention) Amerika Serikat (AS) menunjukkan ada 4.906 kasus cacar monyet yang tercatat di Amerika Serikat, kasus terbanyak di dunia saat ini.
Dari 21.148 kasus global yang tercatat oleh CDC per tanggal 28 Juli, 20.804 di antaranya ditemukan di 71 negara yang “belum pernah ada laporan tentang cacat monyet.”
WHO baru-baru ini menyatakan wabah cacar monyet sebagai keadaan darurat kesehatan global.
Selagi para ilmuwan berupaya mengatasi lonjakan kasus cacar monyet ini, satu kelompok anti-vaksin terkemuka memutuskan untuk berspekulasi bahwa wabah ini tidak wajar.
Children’s Health Defense, salah satu sumber utama disinformasi anti vaksin, membagikan potongan wawancara dengan Dr. Meryl Nass di Twitter.
Pewawancara bertanya pada Nass, mantan ahli epidemiologi perang biologis, kenapa vaksin cacar monyet buru-buru diloloskan pada 2019, “ketika tidak ada wabah cacar monyet.”
Nass mengakui vaksin yang diizinkan untuk digunakan adalah vaksin versi sebelumnya yang dikembangkan oleh perusahaan biotek yang berbasis di Denmark, Bavarian Nordic, tapi pewawancara masih mempertanyakan kenapa baru disetujui oleh FDA (badan pengawas obat dan makanan AS) pada 2019.
“Apakah mereka tahu apa yang akan terjadi?” katanya, merujuk pada wabah cacar monyet yang tengah terjadi.
Pembawa acara mengatakan “banyak orang akan menyimpulkan” pemerintah “tahu cacar monyet akan menyebar,” dan bahkan mungkin mempertanyakan apakah pemerintah “menyebarkannya.”
Nass setuju. Ia mengatakan “cacar monyet tidak pernah menyebar seperti ini sebelumnya,” dan tambahnya, “Apakah ini varian yang direkayasa di lab?”
Children’s Health Defense mencuit: “#Monkeypox tidak pernah menyebar seperti ini sebelumnya”. – Dr. Meryl Nass, mantan ahli epidemiologi perang membahas kemungkinan virus ini sebagai senjata biologis, apalagi vaksinnya dibuat sebelum wabah.”
Masalahnya, tidak ada bukti jenis cacar monyet saat ini adalah hasil rekayasa di lab. Dan spekulasi bahwa izin penggunaan vaksin yang dikeluarkan FDA pada tahun 2019 karena pemerintah mungkin sengaja menyebarkan cacar monyet, terlalu berlebihan.
Cacar monyet, yang merupakan endemi di Afrika Barat dan Tengah, pertama kali ditemukan pada monyet di laboratorium di Denmark pada tahun 1958. Meskipun namanya cacar monyet, penyakit ini kemungkinan berasal dari hewan pengerat dan mamalia kecil lainnya.
Cacar monyet termasuk dalam kelompok virus yang sama dengan cacar, dan memiliki gejala yang mirip, seperti gejala dan lesi mirip flu.
Kasus cacar alami yang terakhir diketahui, yang lebih menular dan mematikan dibandingkan dengan cacar monyet (menewaskan jutaan orang setiap tahunnya), tercatat pada tahun 1977. Pada 1980, World Health Assembly menyatakan cacar sudah berhasil diberantas.
Cacar memang ada dalam sampel penelitian laboratorium, dan United States Strategic National Stockpile (Badan Persediaan Obat-obatan AS) punya cukup vaksin cacar untuk diberikan kepada setiap penduduk Amerika.
Tidak ada maksud buruk dari keluarnya izin penggunaan vaksin JYNNEOS (yang juga dikenal sebagai Imvamune dan Imvanex) yang dikeluarkan FDA pada tahun 2019.
“Cacar monyet kerap dikaitkan dengan wabah sporadis selama beberapa dekade terakhir,” kata Abby Capobianco, staf media FDA, kepada Polygraph.info.
Karena kemiripan antara cacar dan cacar monyet, vaksin cacar bisa memberikan sedikit perlindungan terhadap cacar monyet.
Seperti yang ditulis oleh Smithsonian Magazine, “menurunnya cakupan vaksin cacar di Afrika selama tiga dekade terakhir bertepatan dengan puluhan wabah cacar monyet dan jumlah kasus yang tidak terhitung.”
Contohnya, Nigeria mengalami wabah cacar monyet pada 2017, “hampir 40 tahun setelah negara itu mencatat kasus terakhir.”
Pada Juni 2003, puluhan kasus cacar monyet tercatat di enam negara bagian AS. Wabah tersebut diketahui berasal dari pengiriman hewan dari Ghana ke Texas.
Kasus cacar monyet yang dibawa ke Amerika Serikat juga tercatat pada tahun 2021.
Kekhawatiran akan bioterorisme setelah serangan teroris 9/11, dan wabah alami lainnya, memunculkan kekhawatiran baru tentang virus yang muncul secara alami seperti cacar.
Hal ini mendorong Amerika Serikat meningkatkan investasi terkait obat-obatan dan vaksin. Sudah menjadi tugas pemerintah untuk memperkirakan dan mempersiapkan diri menghadapi bencana. Persiapan seperti ini bukan berarti ada konspirasi.
Vaksin cacar biasa bisa menyebabkan efek samping yang berbahaya. Sebaliknya, JYNNEOS mengandung strain virus vaccinia, yang terkait dengan cacar dan cacar monyet.
“JYNNEO dikembangkan sebagai alternatif yang lebih aman daripada vaksin cacar biasa bagi orang-orang yang mempunyai sistem imun yang lemah,” kata Thomas Duschek, staf PR di Bavarian Nordic, kepada Polygraph.info.
“Pengembangan vaksin ini dimulai pada 2003, dan sejak 2010 kami telah menyerahkan vaksin ini kepada Strategic National Stockpile (sebagian dosis sudah kadaluarsa, tapi kami sedang berusaha untuk menyediakan versi beku kering yang bisa disimpan lebih lama).”
“Hingga tahun 2019, cacar itu tidak diperuntukkan bagi cacar monyet, hanya untuk cacar. Tapi, berdasarkan rekor yang menunjukkan vaksin cacar bisa melindungi diri dari cacar monyet, penggunaan vaksin itu juga diperluas ketika FDA mengeluarkan izin penggunaan,” ujarnya.
Meskipun JYNNEOS mendapatkan persetujuan dari FDA pada tahun 2019 sebagai vaksin untuk cacar dan cacar monyet, Eropa telah mengeluarkan izin penggunaan vaksin tersebut untuk cacar pada tahun 2013.
Wabah yang terakhir ini berbeda dari wabah-wabah sebelumnya.
Seorang penasihat terkemuka WHO mengatakan tampaknya wabah itu “disebabkan oleh aktivitas seksual di dua pesta di Eropa,” seperti yang dilaporkan Kantor Berita Associated Press (AP).
Pria gay dan biseksual paling banyak tertular. Para ilmuwan sedang meneliti apakah penyakit itu menyebar lewat seks atau karena kontak fisik.
Seperti yang dikatakan Direktur Jenderal (Dirjen) WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus: “Meskipun saya menyatakan darurat kesehatan publik secara internasional, saat ini wabah ini terkonsentrasi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria, khususnya mereka yang mempunyai pasangan seks lebih dari satu orang. Artinya wabah ini bisa dihentikan dengan strategi yang tepat di kelompok tertentu.”
Sebelumnya, kontak hewan-manusia lebih sering dikaitkan dengan penyebaran virus ini.
Ahli kesehatan terkemuka mengamati hal ini.
“Kami khawatir ketika melihat satu virus bereaksi tidak biasa,” kata Anne Rimoin, seorang ahli epidemiologi di University of California, Los Angeles, kepada Science Magazine.
Tapi ini bukan bukti bahwa virus ini tidak alami.
Science Magazine melaporkan bahwa para peneliti telah mulai melakukan pengurutan genom untuk menentukan bagaimana virus itu menyebar dan mutasi apa yang menyebabkan virus ini lebih gampang ditularkan.
Ahli genetika Fatima Tokhmafshan mengatakan pada BBC jenis pengurutan ini membantu ilmuwan mengidentifikasi asal virus ini seperti “memindai kode batang pada sebuah paket.”
“Genom penuh pertama, yang dikeluarkan pada 19 Mei oleh tim ilmuwan Portugis .… menunjukkan bahwa strain virus ini sangat menyerupai virus yang dibawa oleh orang dari Nigeria ke Singapura, Israel dan Inggris pada 2018 dan 2019. Urutan yang dikeluarkan oleh CDC dan ilmuwan di Belgia dan Jerman mendukung kesimpulan itu,” seperti yang dilaporkan oleh Science Magazine.
Urutan genetik yang tersedia mengindikasikan strain cacar monyet saat ini berasal dari Afrika Barat. “Artinya virus ini tidak direkayasa,” kata Tokhmafshan kepada BBC.
Mengutip Institute for Strategic Dialogue, BBC mengatakan teori konspirasi yang digunakan untuk COVID-19 juga digunakan pada cacar monyet ini.
Johns Hopkins Medicine mengatakan penularan cacar monyet “terjadi kalau ada kontak fisik yang dekat.”
Jadi diperkirakan cacar monyet ini tidak akan menjadi pandemi seperti COVID-19. (voaindonesia.com). []